Jakarta, Prohealth.id — Dalam laporan Asian Development Bank (ADB) yang dipaparkan di Simposium Pembangunan Asia Tenggara yakni Southeast Asia Development Symposium (SEADS) ditemukan adanya kemiskinan ekstrem yang terjadi akibat pandemi Covid-19 dan paling banyak berdampak pada kelompok pekerja tanpa keterampilan khusus.
Menurut laporan ADB yang berjudul Southeast Asia: Rising from the Pandemic gelombang pandemic Covid-19 varian Omicron juga memangkas pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara hingga 0,8 poin persentase pada 2022.
Presiden ADB Masatsugu Asakawa menjelaskan, keluaran ekonomi kawasan ini pada 2022 diperkirakan akan turun lebih dari 10 persen dibandingkan skenario tanpa Covid-19. Adapun kelompok yang paling terimbas dampaknya antara lain adalah para pekerja tanpa keterampilan khusus, pekerja di sektor ritel dan perekonomian informal, serta usaha kecil yang tidak memiliki eksistensi digital.
“Pandemi ini telah menimbulkan pengangguran di mana-mana, memperburuk ketimpangan, serta memperbesar tingkat kemiskinan, dan hal-hal tersebut terutama menimpa kaum perempuan, pekerja usia muda, dan lansia di Asia Tenggara,” kata Masatsugu dikutip dari siaran pers yang diterima Prohealth.id, Rabu (16/3/2022).
Lebih lanjut, Masatsugu berjanji bahwa ADB akan terus bekerja sama dengan para pembuat kebijakan, seiring upaya negara-negara untuk membangun kembali perekonomian negaranya, meningkatkan sistem kesehatan nasional, dan merampingkan peraturan domestik guna memperkuat daya saing dunia usaha.
“Kami mendorong seluruh pemerintah di Asia Tenggara agar berinvestasi pada infrastruktur yang pintar dan hijau, serta mengadopsi inovasi di bidang teknologi untuk makin menstimulasi pertumbuhan ekonomi.”
Laporan ADB ini menyatakan bahwa dalam kurun waktu dua tahun pandemi, perekonomian yang sudah mengadopsi teknologi secara luas, mampu mempertahankan ekspornya, atau kaya sumber daya alam, memiliki prospek pertumbuhan yang lebih cerah.
Laporan tersebut mencatat terjadinya pemulihan ekonomi di seluruh kawasan, dan sebagian besar negara mengalami kenaikan kunjungan ke tempat-tempat ritel dan rekreasi hingga 161 persen dalam periode dua tahun sampai dengan 16 Februari 2022. Namun, kawasan ini masih menghadapi sejumlah tantangan global, termasuk munculnya varian lain dari Covid-19, pengetatan suku bunga global, gangguan rantai pasokan, serta kenaikan harga komoditas dan inflasi.
Sampai dengan 21 Februari 2022, ada 59 persen dari penduduk di Asia Tenggara sudah menerima vaksinasi lengkap. Laporan ini mendorong agar pemerintah negara-negara di kawasan ini mengalokasikan lebih banyak sumber daya guna memastikan berjalannya sistem kesehatan, meningkatkan surveilans terhadap penyakit, dan merespons potensi pandemi di masa mendatang. Investasi kesehatan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui naiknya partisipasi dan produktivitas tenaga kerja. Misalnya, pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara dapat meningkat 1,5 poin persentase apabila belanja di sektor kesehatan di kawasan ini mencapai sekitar 5 persen dari produk domestik bruto (PDB), dibandingkan dengan 3,0 persen pada 2021, jelas laporan tersebut.
Laporan ini juga merekomendasikan agar pemerintah terus mendorong reformasi struktural guna meningkatkan daya saing dan produktivitas. Hal ini termasuk menyederhanakan prosedur dalam berusaha, mengurangi hambatan perdagangan, dan mendorong usaha kecil untuk mengadopsi teknologi baru. Reformasi tersebut dapat pula mencakup pelatihan keterampilan untuk membantu pekerja mengatasi disrupsi pasar tenaga kerja dan relokasi pekerjaan di berbagai sektor. Pemerintah juga perlu menjaga kehati-hatian fiskal untuk mengurangi defisit dan utang pemerintah, serta memodernisasi administrasi pajak guna meningkatkan efisien dan memperluas basis pajak.
Penulis: Irsyan Hasyim
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post