Jakarta, Prohealth.id – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan bahwa kesehatan anak selama pandemi Covid-19 makin terancam sejak penyebaran varian Omicron yang sangat cepat.
Ketua Satgas Covid IDAI, dr Yogi Prawira, SpA(K) menjelaskan, varian Omicron memang memiliki gejala yang relative rendah pada orang dewasa. Meski demikian, Omicron bereplikasi sangat cepat di saluran napas atas, karena mutase RBD. Selain itu, Omicron dapat menggunakan reseptor protein yang berbeda seperti halnya flu musiman atau coronavirus epidemik.
“Meski demikian kabar baiknya, replikasi Omicron ini lebih rendah pada paru-paru jika dibandingkan varian lainnya,” ungkap dr. Yogi dalam diskusi terbuka di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rabu (16/3/2022).
Sayangnya, kondisi ini tidak sama bagi anak usia 0-5 tahun. Dia menyebut, balita atau anak maksimal lima tahun terbukti paling terdampak selama penyebaran Omicron karena kelompok anak usia tersebut belum direkomendasikan untuk vaksinasi.
“Jadi anak-anak ini masuk ke RS, dengan tidak melulu karena infeksi saluran pernapasan atas. Ada yang mengalami masalah pencernaan, demam, dan jika diperhatikan ada kondisi anak kejang-kejang padahal sebelumnya tidak ada riwayat kejang-kejang,” ungkap dr. Yogi.
Lebih lanjut, dr. Yogi memerinci, sebagian besar anak-anak yang terinfeksi varian Omicron ini mengalami beragam gejala, dari mulai batuk ada 40 persen dari pasien, demam 47 persen, muntah 24 persen, sesak napas 23 persen, diare dan kejang-kejang sampai 20 persen.
“Saat terjadi infeksi dan inflamasi anak mengalami gejala kesulitan pernapasan bagian atas. Saat ini, 60-70 persen anak tanpa komorbid atau gejala ringan juga sifatnya dinamis, ada yang berat sampai kritis maka penting bagi orang tua mengenali faktor risiko anaknya masing-masing,” tutur dr. Yogi.
Untuk lebih peka terhadap gejala Omicron pada anak, dr. Yogi menyarankan orang tua untuk waspada. Adapun beberapa gejala yang perlu diperhatikan misalnya; anak banyak tidur, kesadaran menurun, ada perubahan perilaku. Anak juga terlihat sulit bernapas, napasnya cepat, napas tersengal, hidung kembang kempis, dan ada cekungan di dada.
Orang tua juga perlu mengecek saturasi oksigen anak, dan pastikan jangan sampai berada di bawah 95 persen. Gejala lain adalah kejang-kejang, mata berair dan merah, ada ruam di tubuh, atau leher yang membengkak.
Anak juga perlu diwaspadai tertular Covid-19 jika sudah mengalami demam lebih dari tiga hari, tidak bisa makan dan minum, hingga mata terlihat lebih cekung.
ANAK RENTAN PENYAKIT ISPA
Secara terpisah melalui Instagram Live, DR. dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K), Anggota Satgas Covid-19 IDAI sekaligus UKK Respirologi IDAI menjelaskan, sebelum ada kehebohan pandemi, anak-anak cukup sering mengalami gejala batuk dan pilek. Hal ini karena awal kehidupan anak banyak berhadapan dengan gangguan pernapasan. Sehingga, anak sebenarnya masuk dalam kelompok rentan penyakit pernapasan.
“Makanya gejala batuk pilek ini tanda ada rangsangan di saluran napas karena infeksi, iritasi, sehingga bentuk pertahanan untuk saluran napas anak dalam bentuk batuk dan pilek. Kadang kalau di hidung ada bersin,” ujar dr. Nastiti.
Anak rentan tertular penyakit gangguan pernapasan atau infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), maka dr. Nastiti mengingatkan bahwa sistem imun anak cenderung berisiko lebih tinggi mengalami sakit berulang. Oleh karena itu, untuk bisa menaikkan sistem imun anak adalah dengan menuntaskan vaksinasi pada anak.
Faktor eksternal lain yang memicu rendahanya sistem imun anak melawan risiko ISPA adalah tingginya kadar polusi di udara atau lingkungan keluarga. Dalam hal ini, dr. Nastiti menyebut tingginya polusi dalam keluarga dengan kebiasaan merokok.
“Semua orang tua atau kerabat yang merokok, seringkali mengaku tidak pernah merokok di depan anak. Pasti bilangnya begitu. Anak yang hidup dengan perokok ternyata empat kali lebih tinggi frekuensinya dirawat di rumah sakit karena masalah pernapasan dibandingkan anak-anak yang tidak tinggal dengan perokok.”
Adapun dr. Nastiti mengingatkan sumber polusi yang dihirup oleh anak tidak berasal langsung dari asap rokok, tetapi lebih banyak dari partikel yang tersisa bekas rokok. Partikel tersebut umumnya berdiam di udara, di sofa, dinding rumah, meja, dan banyak tempat lainnya.
CARA MEMBEDAKAN ANAK TERKENA COVID-19
Mengingat tingginya kerentanan anak terhadap ISPA, oleh karena itu dr. Nastiti menyebut Covid-19 sebagai virus maka harus hati-hati karena ini memiliki kemiripan gejala dengan penyakit ISPA biasa.
Oleh karena itu untuk bisa memastikan anak tidak terinfeksi Covid-19, orang tua sebaiknya segera melakukan tes PCR atau antigen pada anak. Hal ini adalah bentuk antisipasi karena gejala Covid-19 pun terus berkembang dan sangat beragam pada setiap individu.
Dalam situasi pandemi, dr. Nastiti pun menyarankan anak untuk tetap melalui PCR dan tes antigen jika mengalami gejala sekalipun tidak memiliki kontak erat dengan pasien positif sebelumnya.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post