Jakarta, Prohealth.id – Ketua Komisi Ilmu Kedokteran Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof. Dr. Herawati Supolo Sudoyo mengingatkan bahwa Puskesmas sebagai penggerak perubahan perilaku masyarakat seiring dengan perannya sebagai pusat layanan kesehatan primer.
“Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada Mei 2020 menekankan tentang pentingnya peran dari 10 ribu puskesmas di seluruh Indonesia untuk menjadi penggerak perubahan perilaku masyarakat untuk melakukan pencegahan,” ujarnya.
Hanya saja, pemberdayaan layanan kesehatan primer sebagai fasilitas kesehatan terdekat dengan masyarakat belum diberdayakan secara aptimal. “Contoh riil dalam penanggulangan wabah Covid-19,” kata Herawati pada sesi Kuliah Umum dan Diskusi Publik dengan tema “Menata Masa Depan Layanan Primer Indonesia”, di Jakarta, 16 Maret 2022 lalu.
Sementara itu, dalam investment case untuk Primary Health Care, WHO menyebutkan bahwa investasi pada layanan kesehatan primer dapat meningkatkan keekonomian melalui perbaikan pada efisiensi, outcome dan equity.
Selain investment case, WHO menekankan soal pentingnya komitmen politik, bukan hanya untuk kebijakan, namun ketersediaan serta kecukupan alokasi anggaran agar transformasi layanan kesehatan primer di bawah reformasi sistem kesehatan nasional dapat terlaksana.
“Wacana untuk menguatkan layanan kesehatan primer bukan hal baru,” katanya. Kendati demikian, ketiadaan komitmen politik, arah kebijakan yang jelas serta kerjasama antar pemangku kepentingan dapat mencegah pelayanan kesehatan primer yang ideal itu terwujud.
Sementara itu, jika merujuk pada Deklarasi Alma Ata tahun 1978 (44 tahun lalu), disampaikan bahwa Health for All atau kesehatan untuk semua sebagai hal yang harus diperjuangkan, karena itu merupakan hak asasi manusia.
“Deklarasi Alma Ata 1978 merupakan hasil Konferensi Internasional berisi kesepakatan bersama antara 140 negara (termasuk Indonesia) terkait pelayanan kesehatan primer (Primary Health Care) di kota Alma Ata, Kazakhstan,” kata Herawati.
Untuk itu, pelayanan kesehatan primer merupakan jalan yang harus ditempuh yang di dalamnya terkandung penggunaan teknologi tepat guna, pelibatan lintas sektor dan partisipasi masyarakat. “Sehingga Primary Health Care (PHC) merupakan prinsip yang menjadi pegangan banyak negara dalam mencapai cita-cita di bidang kesehatan,” ucapnya.
Herawati menambahkan, “Saya juga ingin menggarisbawahi bahwa deklarasi tersebut sudah menyerukan digunakannya evidence base policy.”
Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) sesuai dengan fungsi dan peran sebagai lembaga independen yang dibentuk presiden berdasarkan UU No.8 Tahun 1990 perlu memberikan rekomendasi kebijakan berbasis sains dan teknologi, khususnya dalam bidang layanan kesehatan primer.
PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Maria Endang Sumiwi menegaskan bahwa arah kebijakan RPJMN 2020-2024 adalah meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta terutama penguatan pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care) dengan mendorong peningkatan upaya promotif dan preventif didukung oleh inovasi dan pemanfaatan teknologi.
Selanjutnya, Kementerian Kesehatan menetapkan bidang-bidang prioritas yang harus dicapai, meliputi; peningkatan kesehatan ibu, anak, KB dan kesehatan reproduksi. Di dalamnya mencakup upaya penurunan kematian ibu dan bayi, peningkatan KB, dan kesehatan reproduksi.
Selain itu ada percepatan perbaikan gizi masyarakat melalui penurunan stunting, peningkatan pengendalian penyakit khususnya pengendalian penyakit menular dan pengendalian penyakit tidak menular.
“Juga ada pembudayaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) melalui pengembangan lingkungan sehat dan penguatan promosi Germas,” kata Maria.
Serta tak ketinggalan penguatan sistem kesehatan dan pengawasan obat dan makanan melalui penguatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, pemenuhan dan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan, pemenuhan dan peningkatan daya saing farmasi dan alat kesehatan, peningkatan evektifitas pengawasan obat dan makanan serta pengaturan tata kelola pembiayaan penelitan dan pengembangan kesehatan.
Saat ini, Kemenkes menetapkan target dan strategi melalui lima kegiatan prioritas untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan dasar dengan peningkatan upaya promotif dan preventif, didukung inovasi dan pemanfaatan teknologi.
Lima kegiatan prioritas tersebut meliputi peningkatan kesehatan ibu, anak dan reproduksi dengan indikator sasaran pokok pembangunan kesehatan meliputi angka kematian ibu (per 10000kh), angka kematian bayi (per 1000kh), angka kematian neonatal (per 1000kh) dan persentase imunisasi dasar lengkap pada anak usia 12-23 bulan.
Berikutnya adalah percepatan perbaikan gizi masyarakat, mencakup: prevalensi stunting pada balita dan prevalensi wasting pada balita.
Kemudian peningkatan pengendalian penyakit, terdiri dari: insidensi Haemophilus influenzae type b (HIB) (per 1000 penduduk yang tidak terinfeksi HIV), insidensi TB (per 100.000 penduduk) dan eliminasi malaria (Kab/Kota).
Juga pembudayaan gerakan masyarakat sehat ditandai dengan menurunnya persentase merokok penduduk usia 10-18 tahun, prevalensi obesitas pada penduduk umur >=18 dan bertambahnya jumlah kabupaten/kota sehat.
Kegiatan lainnya adalah penguatan sistem kesehatan melalui Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) terstandar, RS terakreditasi, pusksesmas dengan jenis tenaga kesehatan sesuai standar, puskesmas tanpa dokter dan puskesmas dengan ketersediaan obat esensial
“Jika dihitung, setidaknya ada 17 indikator sasaran pokok pembangunan kesehatan dari lima kegiatan prioritas,” katanya.
Selain itu, Kemenkes menetapkan delapan area reformasi dan strategi kunci, meliputi: pendidikan dan penempatan nakes, penguatan puskesmas, peningkatan RS dan Yankes di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK), kemandirian farmasi dan alat kesehatan, ketahanan Kesehatan (Health Security), pengendalian penyakit dan imunisasi, pembiayaan kesehatan serta teknologi informasi dan pemberdayaan masyarakat.
Hal itu tertuang di dalam Strategi Transformasi Sistem Kesehatan tahun 2022 – 2024, dimana visinya sejalan dengan visi presiden untuk mewujudkan masyarakat yang sehat, produktif, mandiri dan berkeadilan.
Hasil sistem kesehatan tersebut meliputi: peningkatan kesehatan ibu, anak, keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, mempercepat perbaikan gizi masyarakat, memperbaiki pengendalian penyakit, Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dan memperkuat sistem kesehatan dan pengendalian obat dan makanan.
Menurut Maria, setidaknya ada lima program dalam layanan kesehatan primer yang harus dilakukan. Pertama adalah transformasi layanan primer yang meliputi kesehatan masyarakat.
“Transformasi layanan primer sangat penting perannya,” kata Maria.
Disini menu utamanya adalah menggerakkan dan pemberdayaan Germas, pelatihan manajemen puskesmas, pelatihan layanan kesehatan sebelum hamil (remaja, catin, PUS), pelatihan layanan kesehatan ibu dan anak (ANC ibu hamil/ tumbuh kembang balita), pelatihan layanan lansia, fasilitasi dan pembinaan pelaksanaan kabupaten/ kota sehat, penyebaran informasi di media lokal dan pembiayaan pokjanal dan posyandu di daerah.
Masih terkait dengan transformasi layanan primer, terdapat pelayanan kesehatan dan JKN. Adapun menunya terdiri atas; pengelolaan obat publik dan pembekalan kesehatan seksual standar, pelatihan pelayanan kefarmasian sesuai standar hingga penguatan pelayanan primer.
Sementara terkait dengan pencegahan dan pengendalian penyakit, menunya meliputi, deteksi diri faktor risiko penyakit menular dan tidak menular, pelatihan pelayanan/deteksi kesehatan jiwa, pelayanan imuniasisi rutin dan antigen baru.
Kedua, transformasi layanan rujukan yakni pelayanan kesehatan dan JKN. Disini menunya terdiri atas; dukungan peningkatan mutu, akreditasi, keselamatan pasien di fasyankes, kesepakatan pemenuhan RSUD dan fasyankes Primer dalam rangka pemenuhan standar SPA, penguatan jejaring pengampuan layanan prioritas, penguatan provinsi dalam implementasi digitalisasi kesehatan fasyankes rujukan dan engembangan digitalisasi pelayanan kesehatan.
Ketiga, transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan, meliputi: kefarmasian dengan menu; pengawasan Alkes dan PKRT, pembinaan penggunaan Alkes dalam negeri dan PKRT yang tepat guna dan pembinaan sarana distribusi sediaan farmasi.
Selain itu terdapat Health Security, dimana menunya meliputi: surveilans realtime, penguatan disaster management system (DMT) Provinsi dan peningkatan layanan kesehatan haji di daerah.
Keempat, transformasi sistem pembiayaan kesehatan yakni pelayanan kesehatan dan JKN dengan menu; penguatan pelaksanaan jaminan kesehatan.
Kelima, transformasi SDM Kesehatan terdiri dari pelayanan kesehatan dan JKN dengan menu; perencanaan kebutuhan SDM kesehatan provinsi.
Kemudian ada pendidikan dan pelatihan vokasi, dimana menunya meliputi; pelatihan tim gerak cepat di Puskesmas dan pelatihan uji kompetensi jabatan fungsional, dst.
Keenam, transformasi teknologi kesehatan, dimana terdapat dukungan manajemen dengan menu; pengelolaan data dan informasi kesehatan.
“Selain itu, transformasi teknologi kesehatan sangat diperlukan, dan saat ini kita sedang berproses dengan digital transformation office untuk memperbaiki sistem data yang sebelumnya sangat ter-fragmented,” ungkap Maria.
Dengan adanya transformasi teknologi kesehatan, dengan cepat diharapkan mampu merespons situasi yang terjadi di tanah air. Termasuk dengan viisi pelayanan kesehatan primer di abad ke-21.
Menurut Maria, visinya adalah untuk mewujudkan Universal Health Coverage (UHC) dan mencapai Sustainable Development Goals (SDG’s). Hal itu dapat diwujudkan dengan melakukan pendekatan pelayanan menggunakan tiga komponen utama, yakni pelayanan kesehatan terintegrasi (Unit Kesehatan Masyarakat dan Unit Kesehatan Perorangan), pemberdayaan masyarakat dan kebijakan dan aksi multisektoral
Lebih jauh Maria mengatakan, pelayanan kesehatan primer adalah upaya pendekatan seluruh pihak dalam bidang kesehatan yang bertujuan untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan setinggi mungkin, distribusi yang adil dan berfokus pada kebutuhan masyarakat serta berkesinambungan mulai dari promosi kesehatan, pencegahan penyakit hingga pengobatan, rehabilitasi dan paliatif.
Adapun fasilitas pelayanan kesehatan primer mencakup 10.292 Puskesmas, 24.076 Pustu (puskesmas pembantu) dan 298.266 Posyandu untuk menjangkau 280 juta penduduk Indonesia.
“Kita belum bisa menjangkau semuanya, sehingga saat ini kami sedang memperkuat jejaring puskesmas dan melihat kembali apa yang harus kita perkuat di tingkat desa, melalui puskesmas pembantu dan apa yang harus disediakan di tingkat yang lebih kecil dari desa, yaitu dusun atau RT/ RW melalui Posyandu,” terangnya.
Selain itu, terdapat sedikitnya 10.238 klinik Pratama yang termasuk di dalam sistem kesehatan primer untuk memberikan layanan primer, termasuk praktik mandiri.
Juga terdapat 4.704 praktik mandiri dokter dan 1.158 praktik mandiri dokter gigi sebagai bagian dari sistem kesehatan primer untuk memberikan pelayanan komprehensif, mengutamakan promotif dan preventif, sesuai siklus hidup, pelayanan kesehatan masyarakat yang esensial dan terintegrasi.
“Kita akan memberdayakan semua layanan yang menjadi kontak pertama dengan masyarakat untuk bisa memberikan layanan yang komprehensif,” ujarnya.
Dengan pendekatan yang berbeda antara puskesmas perkotaan dimana jumlahnya mencapai 3011 atau sekitar 30 persen, dan 45 persen di pedesaan (4637), maka perlu pembedaan strategi untuk pengaturan yang berbeda dan saat ini sedang didefinisikan kembali untuk menjawab tantantan pasca pandemi Covid-19.
Hal yang sama juga dilakukan terhadap Puskesmas terpencil dengan jumlah 1457 unit atau sekitar 14,16 persen, dan puskesmas sangat terpencil sebanyak 1177 atau 11,43 persen.
Dengan jumlah puskesmas yang tidak terlalu banyak, ditemukan unsur pelayanan ibu hamil, ternyata lebih banyak yang dilayani oleh swasta ketimbang oleh puskesmas. “Sehingga standar yang sudah kita tetapkan dan sudah dijalankan oleh pusksesmas, sebenarnya belum menjangkau terlalu banyak di layanan swasta. Ini juga yang sedang kita usahakan,” katanya.
Sehingga nantinya, layanan swasta juga bisa menjalankan standar yang sudah ditetapkan pemerintah, utamanya berkaitan dengan tata kelola kesehatan masyarakat.
“Dikarenakan pencarian pengobatan atau layanan kesehatan masyarakat cukup besar porsinya di layanan kesehatan swasta,” tegas Maria.
Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang berproses melakukan konsultasi dengan sejumlah provinsi dan kabupaten, puskesmas, dinas kesehatan, termasuk dengan lintas program di dalam Kemenkes sendiri, agar tata kelola kesehatan masyarakat di puskesmas lebih mudah, tetapi juga lebih baik dalam menyampaikan layanannya.
“Saat ini yang sedang dikonsultasikan bersama dengan seluruh lingkungan sektor kesehatan adalah membuat pendekatan people center di layanan kesehatan primer melalui layanan berdasarkan siklus hidup,” katanya.
Selanjutnya, kata Maria, pihaknya sedang berupaya agar nantinya Puskesmas memiliki setidaknya 4 klaster. Klaster pertama terdiri dari manajemen puskesmas meliputi; Kepala Puskesmas, TU, Mutu, K3, Admin dan Finance.
Klaster kedua melingkupi, Ibu hamil, bayi – remaja meliputi koodinator dan tim dengan tugas pada promotif, preventif, kuratif dan paliatif.
Klaster ketiga khusus usia produktif – lansia meliputi koordinator dan tim, dengan fokus pada upaya promotif, preventif, kuratif dan paliatif.
Klaster keempat terkait penanggulangan penularan penyakit, meliputi koordinator dan tim, dengan fokus pada eliminasi fokus penularan, kewaspadaan KLB epidemi dan pandemi.
“Sehingga dengan cepat bisa shifting jika ada pandemi ke pelayanan kesehatan di masa pandemi supaya essensial health care atau pelayanan kesehatan dasar tidak terganggu saat pandemi,” terangnya.
Untuk pembenahan struktur tersebut dibutuhkan beberapa perubahan atau transformasi, diantaranya, transformasi untuk delivery sendiri, tersedianya paket-paket pelayanan baik di puskesmas, pustu dan posyandu, perbaikan data dan perbaikan metode pelatihan yang bisa lebih menggunakan teknologi digital.
“Serta adanya perbaikan laboratorium,” pungkasnya.
Penulis: Jekson Simanjuntak
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post