Jakarta, Prohealth.id – Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan tahun 2018, di Indonesia tercatat angka kejadian fraktur sebanyak 5,5 persen, yang bisa disebabkan dari trauma, tekanan maupun kelainan patologis seperti osteoporosis.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr. Muhammad Adib Khumaidi, Sp.OT menjelaskan ada beberapa penyebab fraktur pada tulang yakni; trauma, tekanan berlebihan, dan kelainan patologi. Lebih lanjut, dia pun menyebut bahwa fraktur juga bisa mengakibatkan kondisi terputusnya kontinuitas tulang. Beberapa gejala fraktur yang perlu diperhatikan antara lain; nyeri, bengkak, memar, deformitas, krepitasi, spasme otot, dan gangguan fungsi.
“Oleh karena itu perlu upaya pengembalian patahan tulang ke posisi semula, dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang,” ujar Adib, Senin (4/4/2022).
Beberapa upaya pengobatan alternatif juga cukup populer untuk memperbaiki masalah patah tulang atau fraktur. Misalnya saja dengan pergi ke tukang pijat. Menanggapi hal tersebut, dr. Adib mengingatkan kebiasaan ini perlu diawasi dan diedukasi. Ada sebagian pengobatan alternatif yang sudah paham bahwa jika mengalami fraktur maka harus langsung dibawa ke pengobatan ortopedi.
“Jadi yang di pengobatan alternatif hanya prinsip menyambungkan tulang, sementara kalau ortopedi harus mengembalikan fungsi. Jadi saat ke alternatif pake bambu, sebulan, ini memang menyambungkan tulang, tapi tidak pas posisinya, kalau salah bisa mengurangi fungsi misal jadi kaku sendi dan lainnya,” ujar dr. Adib.
Fraktur tulang sendiri masih menjadi salah satu isu dalam kesehatan masyarakat dan menyebabkan beban ekonomi. Artinya, kondisi ini bisa menyebabkan menurunnya produktivitas, terjadinya kecacatan, menurunnya kualitas hidup, hingga dapat berakibat fatal.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan pada tahun 2018, di Indonesia tercatat angka kejadian fraktur sebanyak 5,5 persen. Oleh karena itu, tujuan utama dari tatalaksana patah tulang adalah mengembalikan kondisi tulang seperti semula, dan untuk mencapai hal ini perlu dilakukan tindakan penggantian tulang yang hilang atau rusak, dengan menggunakan bone graft.
Bone graft alias cangkok tulang umum digunakan untuk penggantian tulang yang hilang atau rusak pada berbagai kasus operasi fraktur atau patah tulang termasuk di Indonesia. Bone graft dapat berasal dari tulang pasien itu sendiri (autograft) maupun dari tulang hewan atau sintetik.
Bone graft sintetik (buatan), memiliki kelebihan dimana tidak ada resiko transmisi penyakit menular, mengurangi waktu dan resiko perdarahan saat operasi, serta secara suplai mudah dikelola. Kombinasi bone graft dengan growth factor memberikan efek sinergis pada pembentukan tulang baru yang berpengaruh pada percepatan pemulihan pasien.
PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) bekerja sama dengan CGBio Korea, meluncurkan Novosis. Produk ini merupakan kombinasi bone graft sintetik dan growth factor rhBMP-2 (recombinant human Bone Morphogenetic Protein-2) untuk penanganan fraktur atau patah tulang.
Kombinasi “dual action” bone graft sebagai bahan pengisi tulang dan rhBMP yang berfungsi meningkatkan stimulasi tulang telah teruji secara klinis memberikan manfaat dan hasil yang memuaskan. Baik dari segi durasi operasi, maupun proses pemulihan tulang pasien, dengan resiko alergi dan nyeri paska operasi yang minimal. Tentunya hal ini akan membantu dokter yang merawat dan berpengaruh pada kualitas hidup pasien yang bersangkutan.
Menurut Ketua Stem Cell and Tissue Enginering Cluster IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Ismail Hadisoebroto Dilogo, Sp.OT. (K), pengalaman secara klinis menunjukkan bahwa dengan Novosis tindakan operasi menjadi lebih cepat, cukup di satu lokasi pembedahan.
“Bone morphogenetic protein (BMP) merupakan protein yang berperan penting dalam pembentukan dan regenerasi dari tulang dan tulang rawan. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sendiri, sudah banyak penelitian yang memanfaatkan BMP-II dalam perannya sebagai agen osteoinduktif,” ujar Prof. Dr. dr. Ismail Hadisoebroto Dilogo, Sp.OT.(K).
Tak hanya itu, dr. Ismail menyebut pemanfaatkan BMP-II sebagai agen osteoinduktif terbukti aman dan mampu memungkinkan durasi pembedahan yang lebih cepat, rendah resiko komplikasi ataupun donor-site morbidity, serta efektif dalam mentatalaksana patah tulang dan defek tulang kritis.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post