Lupus yang punya tanggal peringatan khusus tingkat dunia, bukanlah nama dari seorang tokoh dalam novel karya Hilman Hariwijaya. Lupus yang ini, bukan tokoh pemuda yang dikenal dengan gaya cuek, berdiri sambil mengunyah permen karet, tokoh yang asyik dan gaul pada zamannya.
Namun Lupus yang ini adalah nama penyakit yang dalam dunia medis atau kedokteran berkaitan dengan gangguan kekebalan atau imunitas tubuh dan tidaklah asyik seperti Lupus, si tokoh dalam novel karya Hilman Hariwijaya.
LUPUS, SI PENYAKIT AUTOIMUN
Pada tahun 2014, berdasarkan artikel yang pernah dimuat oleh Suara.com, Dr Sumariyono, SpPD, KR, MPH, Ketua PB Perhimpunan Reumatologi Indonesia (IRA) tahun 2014 menjelaskan bahwa lupus adalah penyakit autoimun di mana kekebalan tubuh seseorang kehilangan kemampuan untuk membedakan susbtansi asing dengan sel dan jaringan tubuh sendiri. “Kondisi ini membuat sistem kekebalan tubuh Imunitas) menyerang sel, jaringan, dan organ tubuh yang sehat”, terangnya dalam sebuah acara Temu Media mengenai penyakit Lupus yang diselengggarakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Penyakit lupus merupakan salah satu dari beberapa jenis penyakit gangguan imunitas tubuh. Mengutip Medicalnewstoday.com terdapat lebih dari 100 jenis penyakit autoimun di dunia yang saat ini telah terdeteksi. Meskipun ada banyak jenisnya, sebagai penyakit autoimun maka secara garis besarnya adalah sama yakni imunitasnya yang bermasalah.
Penyakit lupus yang lazim disebut dan dikenal awam pun masih bisa dibagi-bagi lagi. Dalam situs lupus.org disebutkan ada empat jenis lupus.
Pertama, Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Jenis SLE inilah yang oleh awam dikenal sebagai lupus. Lupus SLE bersifat sistemik atau bisa mengenai berbagai organ penyandanganya (multiorgan).
Kedua, cutaneous lupus atau lupus kulit. Jenis lupus ini biasanya ditandai dengan adanya ruam atau lesi di kulit dari bagian-bagian tubuh.
Ketiga, drug-induced lupus atau lupus yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat-obatan yang bisa menyebabkan lupus jenis ini antara lain hydralazine (digunakan untuk terapi hipertensi), procainamide (digunakan untuk terapi detak jantung), dan isoniazid (salah satu obat untuk terapi tuberkulosis). Akan tetapi pada jenis ini, lupusnya masih bisa sembuh apabila penggunaan obat-obatan penyebabnya dihentikan.
Keempat, neonatal lupus atau lupus yang terjadi pada bayi yang baru dilahirkan dari seorang ibu penyandang lupus. Neonatal lupus disebut bukanlah lupus sebenarnya dan jarang terjadi. Kalaupun terjadi, biasa penyebabnya diasosiasikan dari antigen tertentu (SS-A/Ro dan/ atau anti-SSB/La) dari sang ibu yang kemudian mempengaruhi janin bayi.
Sementara itu, berapa banyak total penyandang Lupus di Indonesia? Faktanya, jumlahnya saat ini masih sulit didapatkan dengan pasti. Mengutip keterangan Subdit Penanggulangan Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imunologi (PKGI) Direktorat Pencegahandan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan yang dipublikasikan melalui situs Kemenkes.go.id pada 2020 lalu, salah satu penyebab minimnya data penderita Lupus adalah sulitnya menegakkan diagnosis bagi pasien lupus. “Kekeliruan dalam pengenalan penyakit lupus ini, masih sering terjadi sehingga seringkali terlambat dalam diagnosis dan penatalaksanaannya.”
Meski begitu, dokter Sumariyono mengatakan bahwa angka kejadian baru lupus di Indonesia per tahunnya diperkirakan mencapai 5 per 100.000 penduduk. Pada 2016, data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Online mencatat ada 2.166 pasien rawat inap dengan diagnosis penyakit lupus.
“Tren ini meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan 2014 dengan ditemukannya 1.169 kasus baru”, katanya saat itu.
Lalu masih berdasarkan SIRS yang dikelola Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes pada 2016, pasien rawat inap lupus di rumah sakit lebih banyak berjenis kelamin laki-laki terdata sebanyak 54,3 persen dibandingkan pasien perempuan 45,7 persen. Padahal pada 2014, proporsi pasien rawat inap lupus di rumah sakit, lebih banyak yang perempuan.
Lupus sendiri merupakan penyakit autoimun atau kekebalan tubuh yang kebanyakan dialami oleh perempuan usia produktif 15-45 tahun. Walau juga dapat dialami oleh anak-anak dan laki-laki.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post