Jakarta, Prohealth.id – Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang berdekatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yaitu 5 Juni mendorong anak muda untuk berani bersuara merawat lingkungan dari dampak negatif tembakau.
Menurut Nurul H. Ummah selaku Ketua Umum IPPNU, ini adalah saat yang tepat untuk kaum muda mendukung dan berpartisipasi dalam meningkatkan kewaspadaan mengenai pentingnya pengendalian konsumsi rokok yang tepat sasar serta progresif atas dampak yang ditimbulkan oleh rokok, salah satunya terhadap lingkungan.
“Di momen HTTS dan Hari Lingkungan Hidup ini, kami melaksanakan kegiatan untuk penguatan kapasitas dan pengetahuan IPPNU. Kami menghadirkan pembicara yang memang kompeten dibidangnya,” kata Nurul.
Tak sekadar momentum saja, kegiatan ini diselenggarakan berdasarkan sejumlah data empiris, salah satunya Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2021 yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah perokok usia 15 tahun ke atas selama 10 tahun terakhir, dari 60,3 juta pada tahun 2011 menjadi 69,1 juta pada tahun 2021.
Berkaca dari data tersebut, masih lemahnya pengendalian konsumsi rokok dan ttembakau menjadi faktor utama meningkatnya prevalensi merokok di Indonesia. Alhasil, dampak konsumsi rokok menjalar di berbagai aspek.
Sebagai organisasi pelajar yang mendukung terhadap pengendalian konsumsi rokok, Nurul menyebut permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh rokok ini menjadi satu kesatuan yang juga harus diatasi, mulai dari upaya preventif yaitu menekan konsumsi rokok dan mencegah perokok pemula baik rokok konvensional maupun rokok elektronik agar melindungi lingkungan dari limbah dan sampah produk tembakau, serta upaya lainnya yaitu harus ada regulasi yang tegas dari pemerintah khususnya terhadap industri rokok untuk bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan yang dihasilkan dari life cycle produk rokok.
“Di sinilah peran IPPNU untuk turut memberikan informasi yang jelas dan benar kepada publik,” tambah Nurul.
Berangkat dari kesadaran tersebut, Nurul menyebut Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (PP IPPNU) bersama dengan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) menggelar workshop dengan topik “Ancaman Rokok Terhadap Lingkungan: Pentingnya Kaum Muda Bersuara” melalui pertemuan yang diadakan secara daring.
Dengan tema “Satu Bumi untuk Masa Depan”, kegiatan workshop ini bertujuan membedah dampak rokok terhadap lingkungan. Tak sekadar workshop, tim PKJS UI dan PP IPPNU juga menggelar aktivitas kreatif di media sosial seperti Instagram Reels Competition serta Live Instagram di beberapa cabang IPPNU. Dengan demikian, kegiatan ini bisa mencapai tujuan untuk mendorong serta meningkatkan minat kaum muda berpartisipasi dalam gerakan pengendalian konsumsi rokok di Indonesia.
Dengan menguatnya isu lingkungan sebagai salah satu topik utama HTTS tahun ini, maka makin terbukalah rahasia umum bahwa paparan asap rokok dan puntung rokok menjadi permasalahan lingkungan selama bertahun-tahun. Nurul pun mengingatkan bahwa lebih dari itu, dibalik produksi rokok yang menghasilkan ratusan miliar batang per tahun, terdapat ancaman berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Sarah Rauzana selaku perwakilan dari Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) dan Indonesian Youth Council for Tobacco Control (IYCTC) memaparkan 6 tahap life cycle produk rokok yaitu Tobacco Cultivation alias penanaman tumbuhan tembakau, Tobacco Curing alias pengeringan tembakau, Primary Processing alias proses dasar, lalu Cigarette Manufacturing alias produksi rokok, Cigarette Distribution atau distribusi rokok, dan Use and Final Disposal alias bekas puntung rokok. Setiap proses menghasilkan gas emisi rumah kaca yang berpengaruh pada menipisnya lapisan ozon.
Contohnya pada proses Tobacco Cultivation, terjadi deforestasi besar-besaran dikarenakan tembakau membutuhkan lahan yang cukup besar. Belum lagi, ternyata industri rokok menghasilkan gas emisi yang 35 persen lebih besar dibandingkan industri lainnya.
“Jumlah puntung rokok juga merupakan variabel penting dalam krisis iklim. Puntung rokok menjadi sampah terbanyak yang ditemukan di lautan. Dalam puntung rokok terdapat partikel plastik yang menyumbang 3-5 kali lipat gas metana. Belum lagi mempertimbangkan kandungan nikotin dan zat berbahaya lainnya dalam rokok,” jelas Sarah.
Sarah menambahkan rokok elektronik juga tidak dapat dikecualikan. Dikategorikan sebagai sampah elektronik, sampah plastik dan sampah B3, rokok elektronik sangat sulit untuk dipilah dan didaur ulang.
Sarah pun mengingatkan, industri rokok seharusnya bertanggung jawab atas sampah produk rokoknya baik konvensional maupun elektronik karena dapat menjadi ancaman serius bagi ekosistem dan membutuhkan solusi jangka panjang untuk menanganinya.
Masyarakat juga dihimbau agar semakin peduli terhadap solusi palsu yang ditawarkan oleh industri rokok seperti greenwashing yang mengatasnamakan “pro lingkungan”, namun sebenarnya tidak sepadan dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh industri rokok itu sendiri.
Demikian juga dengan dampak toksisitas lingkungan dan bahaya yang ditimbulkan oleh membuang limbah sampah rokok konvensional dan elektronik ke tempat pembuangan sampah. Oleh karenanya, kaum muda harus bergerak bersama dalam menyuarakan isu pengendalian tembakau. Sementara itu, Rama Tantra, selaku Sekretaris Jenderal IYCTC, menyampaikan bahwa kaum muda bukanlah sekedar usia. Oleh karena itu, kaum muda harus sadar dan menjadi teladan yang baik bagi lingkungan sekitar.
“Peran kaum muda tidak cukup sampai sosialisasi atau edukasi. Namun juga melakukan advokasi agar terwujud peraturan yang tepat dan kita kawal. Sebagai calon penerus masa depan, kita harus menjadi solusi,” tegas Rama.
“Maka dari itu mari kita suarakan yang benar kepada pemerintah untuk melindungi diri kita dari hal-hal yang berbahaya. Salah satunya bahaya zat adiktif rokok,” lanjut Rama.
Fadhilah Rizky Ningtyas, sebagai Program Officer PKJS-UI menambahkan rokok jelas berdampak multidimensi, baik kesehatan, ekonomi, maupun lingkungan. Dibutuhkan regulasi yang komprehensif untuk menangani permasalahan rokok di Indonesia.
“Sudah dipaparkan bahwa pemerintah diharapkan dapat membuat regulasi atas dampak yang ditimbulkan oleh rokok ke lingkungan,” kata Rizky.
Tak hanya itu, upaya penanggulangan ini juga harus terus dibarengi dengan regulasi lainnya seperti menaikkan harga rokok setinggi-tingginya melalui kenaikan cukai rokok dan penyederhanaan struktur tarif cukai rokok, menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di seluruh Kabupaten/Kota, melarang total iklan, promosi, dan sponsor rokok, serta yang tidak kalah penting melarang penjualan rokok secara batangan.
Rizky yakin, hal ini bertujuan untuk menekan prevalensi perokok atau mencegah perokok pemula agar lingkungan lebih terlindungi dari kuantitas sampah produk rokok yang dikonsumsi. Apalagi pemerintah memiliki target penurunan prevalensi perokok anak di tahun 2024 menjadi 8,7 persen.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post