Jakarta, Prohealth.id – Guna melindungi kehidupan masyarakat, Yayasan Jantung Indonesia meminta agar defibrillator eksternal otomatis (Automated External Defibrillator/AED) agar dapat diakses di area publik.
Data Riset Kesehatan Dasar Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung di Indonesia pada 2018 mencapai 1,5 persen. Hampir sebesar 80 persen kematian jantung mendadak di Indonesia terjadi di luar rumah sakit dengan tingkat kelangsungan hidup hanya 5 persen tanpa penanganan segera. Peluang korban untuk bertahan hidup berkurang sekitar 10 persen untuk setiap waktu berlalu setelah kolaps.
Berdasarkan data Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia tahun 2015, insiden henti jantung mendadak (SCA) terjadi hingga sekitar 300.000 – 350.000 insiden per tahunnya. dr. Radityo Prakoso SpJP(K), FIHA, FAsCC selaku Ketua PP Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) mengatakan, gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner (PJK).
“Sebanyak 50 persen pasien PJK berpotensi mengalami henti jantung mendadak atau kematian jantung mendadak,” tuturnya melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id, Selasa (5/7/2022).
Berlawanan dengan pengetahuan yang sering ditemui, henti jantung mendadak (Sudden Cardiac Arrest/SCA) tidak sama dengan serangan jantung. Serangan jantung terjadi ketika aliran darah ke jantung terhambat, sedangkan henti jantung mendadak terjadi ketika jantung tidak berfungsi dan berhenti berdetak secara tidak terduga.
Sementara orang tua atau pasien dengan komplikasi jantung yang ada memiliki risiko henti jantung yang lebih besar, hal itu juga dapat terjadi pada siapa saja yang tidak memiliki penyakit jantung yang diketahui. Jika tidak segera diobati, henti jantung mendadak (Sudden Cardiac Arrest/SCA) dapat menyebabkan kematian.
Dengan akses awal ke AED, kemungkinan bertahan hidup pasien henti jantung mendadak dapat meningkat hingga 75 persen dengan resusitasi yang diberikan dalam tiga hingga lima menit pertama kolaps dengan resusitasi jantung paru (CPR), diikuti oleh gelombang kejut pertama yang diberikan oleh AED, membuat adanya perbedaan antara kehidupan dan kematian. Adanya AED akan membuat perbedaan nyata antara kehidupan dan kematian. Kehadiran AED memungkinkan korban henti jantung untuk menerima perawatan dengan cepat.
“AED yang dipasang di fasilitas umum seperti perkantoran, stasiun MRT, mal, pasar, ditambah dengan edukasi yang baik kepada masyarakat tentang cara membantu pasien henti jantung mendadak dengan dipasangnya AED di tempat umum, diharapkan dapat menurunkan angka kematian akibat henti jantung mendadak di Indonesia”, tambah dr. Radityo.
Henti jantung mendadak dapat menyerang siapa saja, di mana saja, kapan saja, tanpa memandang usia, jenis kelamin, etnis, maupun kebugaran fisik.
Defibrillator eksternal otomatis (AED) memastikan orang-orang di fasilitas umum siap menangani keadaan darurat jantung. Peralatan AED harus ditempatkan di area publik dengan kepadatan tinggi seperti tempat olahraga, pusat perbelanjaan, bandara, pesawat terbang, tempat kerja, pusat konvensi, hotel, sekolah, kantor dokter, dan di tempat umum atau pribadi di mana banyak orang berkumpul atau di mana orang berada pada risiko tinggi mengalami insiden henti jantung mendadak.
Di lingkungan kantor, peralatan defibrillator eksternal otomatis (AED) sebaiknya diletakkan di area yang strategis bagi semua karyawan sehingga mudah diingat. Program AED yang baik dan benar dimulai dengan penilaian lokasi AED yang komprehensif adalah untuk mengidentifikasi area “berisiko tinggi”, seperti ruang kerja, di mana terdapat resiko sengatan listrik atau sesak napas, area di mana individu dengan gangguan kesehatan hadir secara teratur, serta lokasi di mana terdapat banyak pekerja dengan umur di atas 50 tahun.
Yayasan Jantung Indonesia memastikan pentingnya terdapat AED yang mudah diakses di dekat lokasi-lokasi tersebut. Lokasi-lokasi tersebut mencakup; tempat publik berkumpul seperti kantin/kafetaria dan ruang serbaguna, pusat kebugaran atau gym, klinik kantor maupun ruangan yang dituju para pekerja jika mereka sakit, dan kantor keamanan publik. Karena personel keselamatan publik dilatih secara khusus untuk menangani keadaan darurat medis, menempatkan AED tepat di luar pintu mereka untuk memudahkan akses ketika insiden terjadi merupakan hal yang penting.
Lokasi lain adalah meja depan atau pintu masuk utama. Publik yang menyaksikan henti jantung mendadak mungkin secara naluriah akan berlari ke meja depan untuk meminta bantuan. Terdapatnya AED di tempat tersebut yang dapat diakses publik sementara petugas meja depan memanggil layanan darurat dapat menghemat waktu yang berharga.
Untuk penempatan perangkat AED tambahan, ingatlah bahwa sasaran waktu respons dari korban ke AED dan Kembali ke korban tidak boleh lebih dari tiga menit. Tantangan umum untuk menentukan waktu respons adalah membuat asumsi tentang hal-hal yang mungkin menunda proses penyelamatan. Hal-hal tersebut yaitu lift, tangga, bilik, pintu ruangan yang terkunci, perangkat mesin, akses masuk yang hanya memiliki satu arah, maupun sesuatu yang unik dalam bisnis Anda.
Untuk memaksimalkan keefektifan dari program defibrillator eksternal otomatis (AED) Anda, pertimbangkan kemudahan akses, dan pengetahuan lokasi tersedianya perangkat AED. Disarankan untuk menggunakan lemari penyimpananan AED serta papan petunjuk AED yang mudah dilihat dan dijangkau. Pastikan juga semua staf Anda mengetahui lokasi AED dan protokol perusahaan Anda untuk keadaan darurat jantung. Melatih staf untuk melakukan CPR dan mengedukasi mereka untuk menemukan perangkat AED dan cara penggunaannya akan membantu mengurangi keraguan karyawan untuk memberikan pertolongan pertama kepada mereka yang membutuhkan.
Esti Nurjadin selaku Ketua Umum Yayasan Jantung Indonesia menjelaskan, semakin banyak orang dalam fasilitas yang terlatih dalam teknik ini, semakin besar kemungkinan korban henti jantung mendadak akan bertahan.
“Kami sangat antusias mengkampanyekan cara praktis membantu pasien henti jantung mendadak yang bisa dilakukan oleh orang awam. Melalui kampanye ‘Do More Than Wait’, kami meminta organisasi dan pemangku kepentingan untuk melengkapi kotak P3K di tempat mereka dengan AED untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa.
AED juga bisa dipasang di kantor-kantor untuk memberikan perlindungan lebih bagi karyawannya,” jelas Esti.
Oleh karenanya, Yayasan Jantung Indonesia berkomitmen untuk mengedukasi masyarakat terkait pengetahuan dan keterampilan resusitasi untuk menurunkan angka kematian jantung mendadak guna membangun kota yang inklusif, sehat, fungsional, dan produktif dengan pengenalan AED yang dapat diakses publik bertujuan untuk meluruskan dengan memberdayakan bisnis untuk meninjau kembali peralatan darurat yang mereka miliki dan mulai melengkapi perangkat penyelamat di tempat mereka untuk melindungi kehidupan komunitas, karyawan, klien, dan pengunjung dengan lebih baik.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post