Jakarta, Prohealth.id – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menginstruksikan semua laboratorium (Lab) pemeriksaan tes COVID-19 untuk memasukan hasil tes PCR ke dalam sistem New All Record (NAR) Kemenkes.
Dia mengingatkan, bagi laboratorium yang tidak patuh, maka izin operasional laboratorium akan dibekukan atau bahkan dicabut.
Oleh karena itu, dia menegaskan Kemenkes akan segera mengirimkan surat instruksi kepada semua laboratorium pemeriksaan PCR yang mendapatkan izin dari Kemenkes untuk memasukan data pemeriksaannya ke dalam NAR.
“Kalau sampai kita menemukan mereka tidak memasukan hasil tes PCR, kami akan bekukan izinnya. Dan kalau tetap tidak patuh, izin operasionalnya akan kita cabut. Lab wajib memasukkan data semua orang yang dites PCR,” ujar Budi melalui siaran pers yang diterimaa Prohealth.id, Rabu (21/7/2022).
Instruksi ini muncul menyusul adanya laporan banyak masyarakat yang melakukan tes PCR tapi tidak mau hasilnya tercantum di aplikasi PeduliLindungi. Mereka meminta laboratorium pemeriksaan untuk tidak melaporkan hasilnya ke dalam sistem NAR Kemenkes sehingga hasilnya tidak muncul di PeduliLindungi.
Hal ini dikarenakan pasien dengan hasil PCR positif di PeduliLindungi akan terlabel “hitam”. Dengan label tersebut pasien tidak dapat masuk ke mal, perkantoran, hotel dan juga transportasi umum untuk mencegah mereka menularkan virus Covid-19 ke orang lain.
“Ini harus didisiplinkan, kalau ada seperti itu (Lab tidak memasukan hasil ke sistem) harus langsung ditegur. Kami menemukan kasus ada pasien yang mengeluh sakit tapi dites di Lab mana tidak dilaporkan, dan tidak ada di PeduliLindungi,” tutur Budi.
Budi menyatakan komitmen ini sejalan dengan tujuan dalam pertemuan Health Working Group Juni 2022 lalu. Budi menjelaskan, dalam pertemuan itu pemerintah merancang ketahanan sistem kesehatan secara global. Salah satunya adalah melakukan mobilisasi sumber daya keuangan untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi. Oleh karena itu, pemerintah akan memformalkan pembentukan dana persiapan pandemi.
Dana tersebut akan digunakan untuk mengakses obat-obatan, vaksin, dan alat tes pandemi.
“Harus dibangun struktur dan mekanisme untuk memobilisasi sumber daya secara cepat dan adil sehingga tindakan medis darurat dapat diakses oleh semua negara saat krisis kesehatan terjadi, baik saat ini maupun jika terjadi ancaman kesehatan lain di masa mendatang,” katanya.
Sebagai langkah sejumlah negara yang tergabung dalam G20 meluncurkan Access to COVID-19 Tools (ACT) Accelerator, yang diluncurkan pada April 2020 oleh WHO dan para partner, menjadi wadah kolaborasi global yang inovatif. “Perlu mengkonsolidasikan dan memastikan model saat ini dapat diubah menjadi pendekatan yang lebih permanen, global, dan inklusif,” ucap Budi.
Fokus lain yang tak kalah penting dengan sistem satu pintu pencegahan pandemi adalah dengan optimalisasi pengawasan genomik dan penguatan mekanisme berbagi data terpercaya untuk memberikan insentif bagi kesehatan masyarakat global yang kuat.
Kerja laboratorium dalam mekanisme GISAID+
Nantinya Indonesia dan berbagai negara lain akan menggunakan platform berbagi data universal yakni model GISAID+. Dengan begitu, semua negara G20 bisa berkomunikasi, berbagi informasi, dan data, tidak hanya untuk pandemi tetapi juga pada patogen global lainnya.
GISAID akan menghimpun data penyakit yang kemungkinan menyebabkan pandemi. Sementara itu data penyakit yang diberikan kepada GISAID akan dilakukan oleh para ahli yang ada di setiap negara. Apabila ada negara atau perusahaan yang membutuhkan data penyakit maka ia tetap harus berhubungan langsung dengan negara pemilik data.
Seluruh negara anggota yang mendukung usulan ini tetap mengingatkan agar perumusan bisa lebih detail dalam hal aksesibilitas, benefit dan dampak bagi negara-negara. Diharapkan dapat diperoleh persetujuan oleh seluruh negara anggota G20 untuk mengakui penggunaan GISAID sebagai platform universal.
“Kita mau memastikan ada persetujuan agar semua Lab di dunia bisa berbagi data patogen kalau ada pandemi berikutnya,” tutur Budi.
Sehingga kalau ada pandemi berikutnya di negara lain sudah ada mekanisme untuk melaporkan data genom sequence dari patogen yang diberikan dari negara tersebut. Genome itu bisa berupa virus, bakteri, parasit.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kemenkes Kunta Wibawa Dasa Nugraha menjamin keamanan kerja sama ini dengan menjanjikan tidak semua data bisa dibagikan ke negara lain, hanya data penyakit yang kemungkinan menimbulkan pandemi saja.
“Kita ingin berbagi data dan informasi, tapi tidak semua kita bagi ya, tapi lebih kepada penyakit-penyakit yang kemungkinan menimbulkan pandemi,” kata Kunta.
Data penyakit yang kemungkinan menimbulkan pandemi itu bisa dianalisa sehingga semua negara bisa mengakses dan bisa memberikan analisa dari berbagai sisi. Dengan saling berbagi data dan menemukan penyakit yang berpotensi pandemi, Kunta yakin negara-negara di dunia bisa melakukan pencegahan dini, dan menentukan penatalaksanaan yang tepat jika penyakit itu terjadi.
“Berbagi data supaya kita tahu dan apakah penyakit tersebut sudah sampai di Indonesia, ada tidak kasusnya, sehingga kita bisa persiapan. Kita juga bisa berbagi data penyakit-penyakit yang ada di Indonesia yang kemungkinan akan menimbulkan pandemi,” tutur Kunta.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post