Setiap orang yang berhenti merokok pastilah memiliki alasan yang berbeda, bisa dari finansial atau kesehatan. Apapun alasannya, berhenti merokok tidak terbantahkan memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh manusia.
Manfaat ini mulai dari berhenti merokok selama 20 menit akan membuat tekanan darah, denyut jantung, dan aliran darah tepi membaik, berhenti selama 24-48 jam maka fungsi pengecap, penciuman dan sistem kardiovaskular meningkat baik.
Apabila dilakukan selama 5 hari, maka sebagian besar nikotin dalam tubuh sudah hilang. Selama 2 hingga 6 minggu berhenti, napas pendek dan batuk-batuk berkurang. Manfaat lebih besar lagi apabila dilakukan selama 1 tahun hingga 15 tahun di mana risiko penyakit jantung koroner, risiko stroke, kanker paru-paru akan menurun atau berkurang setengahnya.
Berhenti merokok menjadi penting karena penelitian menunjukkan bahwa tembakau membunuh lebih dari 6 juta orang per tahun. Angka ini terbagi atas 7 juta kematian langsung dan 1,2 juta kematian tidak langsung (second-hand smoke). Penelitian dari Colin D. Mathers dan Dejan Loncar, Projections of global mortality and burden of disease from 2002 to 2030, bahkan memprediksi kematian 8 juta pada tahun 2030 dan 1 miliar pada abad ini.
Tidak hanya bermanfaat baik bagi kesehatan tubuh, berhenti merokok juga berimplikasi baik terhadap kesehatan mental. Sudah ada bukti yang menunjukkan bahwa gejala gangguan kecemasan dan depresi cenderung menurun setelah tidak merokok. Para mantan perokok mengatakan lebih tenang dan rileks ketika tidak lagi tergantung kepada rokok. Yang lain juga menyebutkan kualitas hidup lebih baik.
Hal ini juga ditunjukkan oleh perokok dengan gangguan kesehatan mental. Penelitian memperlihatkan bahwa mereka bisa berhenti (merokok) tanpa mengganggu perawatan mereka. Bahkan, bukti menunjukkan bahwa mereka dengan gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan atau depresi, bisa lebih tenang dan rileks.
Sayangnya, hubungan antara merokok dengan kesehatan mental masih belum banyak tereksplorasi secara ilmiah dan hanya berpusat di negara-negara tertentu saja, semisal AS dan Inggris.
Di Indonesia, belum ada data yang pasti terkait berapa orang yang berhenti merokok dapat meningkatkan kesehatan mental. Tetapi, yang jelas, banyak penelitian yang menyanggah mitos bahwa merokok justru bisa membuat “tenang”.
Banyak perokok reguler yang menyatakan bahwa mereka merokok untuk “menghilangkan stres”, bahkan untuk menghilangkan kecemasan dan depresi. Hal ini disanggah oleh penelitian yang dilakukan oleh Gemma Taylor dan rekan-rekannya dari Inggris, tahun 2014 lalu, yang menunjukkan bahwa merokok berkaitan dengan kesehatan mental yang buruk, terutama mereka dengan gangguan kesehatan jiwa akan cenderung lebih perokok berat dan memiliki ketergantungan.
Hal ini mungkin karena merokok dan kesehatan mental memiliki penyebab yang sama, orang dengan kesehatan mental yang buruk cenderung mengatur emosi dengan merokok, atau merokok menjadi penyebab merosotnya kesehatan mental.
Lebih lanjut, penelitian ini menyebutkan bahwa para perokok mungkin salah mengartikan kemampuan rokok sebagai pengganti untuk menghilangkan penarikan nikotin sebagai efek menguntungkan kepada kesehatan mental.
Singkatnya, perokok akan merasakan kecemasan dan depresi ketika tidak merokok setelah beberapa lama dan ini hanya bisa diatasi lagi dengan merokok. Jadi, ada persepsi bahwa merokok memiliki keuntungan psikologis, walau sebenarnya justru merokok yang menyebabkan gangguan psikologis ini.
Dilansir dari verywellmind.com, penarikan nikotin (nicotine withdrawal) menjadi alasan utama untuk depresi saat berhenti merokok. Saat menjadi perokok, badan dan otak menjadi tergantung kepada pasokan nikotin yang melepaskan dopamin, salah satu jenis neurotransmiter yang dibuat tubuh dan digunakan oleh sistem saraf untuk mengirim pesan di antara sel-sel saraf. Itu sebabnya kadang-kadang disebut pembawa pesan kimia. Dopamin berperan dalam bagaimana kita merasakan kesenangan atau “feel-good” neurotransmitter.
Jadi, ketika sudah berhenti merokok dan akhirnya memproduksi dopamin lebih rendah dari yang biasanya, maka normal untuk bereaksi dengan mood yang rendah dan perasaan depresi. Dampak lainnya dari kekurangan nikotin adalah hilangnya “teman” untuk menghadapi perasaan seperti marah atau kelelahan, yang membuat para mantan perokok merasakan kekosongan, untungnya, untuk sementara waktu.
Beberapa gejala mungkin akan timbul akibat berhenti merokok, seperti rasa mengantuk, kesedihan, kesulitan berkonsentrasi, kecemasan, kelelahan, perubahan nafsu makan (bisa berlebih atau jarang makan), hilang minat di hobi dan aktivitas lainnya, hingga rasa gelisah secara emosional. Namun, gejala-gejala ini akan menghilang saat tubuh sudah mulai menyesuaikan diri.
Pada tahun 2014, sebuah studi yang dirilis di Jurnal Psychological Medicine, Amerika Serikat, memperlihatkan bahwa berhenti merokok akan membantu kesehatan mental. Para peneliti melakukan studi terhadap 4800 perokok, –40 persen dengan gangguan kecemasan, 50 persen dengan masalah alkohol, dan 24 persen dengan masalah narkoba–, yang berhenti merokok. Mereka menemukan bahwa perokok yang berhenti memiliki gangguan mood yang lebih rendah, yaitu 29 persen, ketimbang yang masih merokok sebesar 42 persen.
Penelitian di 2020 kembali menunjukkan bukti bahwa merokok bisa menyebabkan masalah kesehatan mental dan penghentian tembakau sebagian berkontribusi terhadap merosotnya kesehatan mental. Namun, dengan berhenti merokok, kesehatan mental seseorang bisa membaik dan ini bisa setara dengan meminum antidepresan.
Perbaikan ini bisa lebih baik dijelaskan melalui siklus penarikan tembakau. Kecanduan tembakau akan berujung pada periode penarikan, beberapa saat setelah merokok, di mana perokok akan mengalami gejala psikologis, seperti suasana hati yang rendah, konsentrasi yang buruk, dan lekas marah. Gejala penarikan ini semakin sering dirasakan apabila memang merokok secara teratur.
Di tahun 2021, para peneliti dari Universitas Bath di Inggris merangkumkan bukti dari 102 studi observasional yang melibatkan hampir 170.000 orang, menemukan bahwa orang yang berhenti merokok setidaknya selama 6 minggu mengalami lebih sedikit depresi, kecemasan, dan stres daripada orang yang terus merokok.
Orang yang berhenti juga mengalami perasaan yang lebih positif dan kesejahteraan psikologis yang lebih baik. Penelitian tersebut menyatakan bahwa berhenti merokok tidak berdampak pada kualitas hubungan sosial masyarakat, dan ada kemungkinan bahwa berhenti merokok dapat dikaitkan dengan sedikit peningkatan kesejahteraan sosial.
Ada beberapa cara untuk bisa berhenti merokok, yaitu berhenti seketika, kurangi secara bertahap (misalnya mengurangi 1 batang rokok per pekan, lalu 2 batang pada pekan kedua hingga nol batang), atau konsultasi ke dokter atau tenaga kesehatan. Berhenti merokok juga perlu dukungan kuat dari keluarga dan sahabat untuk tetap menjaga motivasi.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Catatan: Bagi pembaca yang mengalami adiksi terhadap rokok Anda bisa menggunakan Quit Line Berhenti Merokok yang dapat diakses melalui nomor telepon 0-800-177-6565 pada hari Senin-Sabtu pukul 08.00 s.d 16.00 WIB.
Discussion about this post