Anak adalah individu berusia 0-18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan. Tumbuh dan kembang anak yang optimal mendukung terwujudnya kualitas kesehatan, kecerdasan dan daya saing individu.
Dalam sebuah kesempatan workshop Kesehatan anak, dr. Sartini Saman Health Officer Immunization dari UNICEF menegaskan hak anak telah diatur dalam konvensi hak anak. Salah satunya tentu tentang hak kesehatan anak.
“Konsep Hak Anak dan perlindungan anak, ada 5 klaster hak anak menurut Konvensi Hak Anak, dimana hak kesehatan anak merupakan hak tumbuh kembang anak,” tutur dr. Sartini.
Pemerintah Republik Indonesia sendiri sudah meratifikasi Konvensi Hak Anak pada tahun 1990 melalui Keputusan Presiden Nomor 36/1990. Tentu, konsekuensi dengan ratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) adalah Pemerintah Indonesia wajib melaksanakan ketentuan yang terkandung, atau memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak anak yang diakui dalam KHA, yang secara umum memberikan perlindungan dan penghargaan terhadap anak, agar anak dapat mendapatkan dan merasakan seluruh hak-haknya, sehingga terbebas dari tindakan kekerasan dan pengabaian.
Menyikapi hal itu, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menjamin pemenuhan hak anak salah satunya melalui transformasi layanan primer. Dia mengatakan masalah kesehatan anak merupakan dampak perilaku yang tidak mendukung kesehatan, pola pengasuhan dan tumbuh kembang anak yang tidak optimal, asupan gizi yang tidak optimal, aktivitas fisik yang kurang, kebersihan individu dan sanitasi lingkungan yang tidak baik, perilaku merokok, adiksi gadget, serta komunikasi orang tua dan anak yang buruk.
“Orang tua, keluarga, masyarakat termasuk dunia usaha, institusi pendidikan, profesi dan pemerintah bertanggung jawab dalam pemenuhan hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” ujar Budi, Sabtu (23/7/2022).
Untuk mewujudkan hal itu, Budi mendorong transformasi layanan primer dalam memastikan anak tetap sehat dan terhindar dari pandemi selanjutnya atau dari penyakit yang beredar di masyarakat.
“Transformasi layanan primer berfokus pada upaya promotif dan preventif yang tujuannya adalah untuk menciptakan orang yang sehat dengan menggerakkan langkah-langkah preventif,” ucap Budi.
Sementara program utama penguatan upaya preventif layanan primer sebagai salah satu bentuk transformasi layanan primer antara lain melalui penambahan imunisasi rutin dari 11 menjadi 14 vaksin dan pemantauan tumbuh kembang anak di posyandu dengan alat antrometri terstandar.
Guna menunjang cita-cita transformasi layanan primer, Budi mengaku pentingnya kelembagaan yang baik dan tertata, fokus layanan kesehatan distandarkan, apa saja yang kurang akan dilengkapi baik sarana prasarana maupun SDM nya, serta proses dilakukan secara digital.
“Butuh dukungan untuk mewujudkannya. Mudah-mudahan ini bisa mengurangi orang sakit dan tidak produktif sehingga tugas saya menjaga agar ekonomi kita tetap tercapai pertumbuhannya dengan cara mengurangi jumlah orang yang sakit dan menjaga orang agar tetap bisa produktif,” terang Budi.
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI dr. Maria Endang Sumiwi, MPH menambahkan transformasi pelayanan Kesehatan primer diawali dengan kegiatan Posyandu dan kunjungan rumah oleh kader. Untuk mewujudkan hal ini diperlukan penataan kelembagaan, sumber daya, dan pola pembinaan berjenjang agar integrasi pelayanan kesehatan ini dapat berjalan secara optimal.
“Pengembangan konsep integrasi dan penataan kelembagaan telah dibahas bersama oleh Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,” ucap dr. Maria.
Oleh karena itu, integrasi pelayanan kesehatan primer akan diterapkan terlebih dahulu di lokasi uji coba yakni di 9 provinsi yang mewakili empat karakteristik wilayah di Indonesia yaitu perkotaan, perdesaan, terpencil dan sangat terpencil.
Ada 9 provinsi yang sudah dipilih antara lain Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Maluku, dan Provinsi Papua.
Badan Kebijakan Pembangungan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan juga melaksanakan uji coba selama 3 bulan dan akan mendokumentasikan serta mengkaji seluruh proses uji coba integrasi pelayanan primer ini.
Nantinya dari proses tersebut BKPK mengeluarkan kajian dan rekomendasi kebijakan meliputi evaluasi terhadap peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan, pemetaan sumber daya manusia dan kompetensi yang dibutuhkan di jejaring pelayanan primer, serta penghitungan dan pemetaan pembiayaan sebagai dasar pelaksanaan dalam skala nasional.
Integrasi pelayanan kesehatan primer ini merupakan bagian dari kegiatan transformasi pelayanan kesehatan primer yang merupakan pilar pertama dari transformasi sistem kesehatan.
Butuh investasi dan komitmen
Transformasi layanan kesehatan primer harus mendapat perhatian khusus serta investasi kesehatan yang besar, dengan fokus kepada promotif dan preventif. Transformasi dimulai dari puskesmas, posyandu, sebagai Lembaga Kemasyarakatan Desa dan juga nantinya harus melibatkan fasilitas pelayanan kesehatan swasta.
Asal tahu saja, jumlah Puskesmas saat ini mencapai 10.292, dimana jumlah ini belum cukup melayani 273,5 juta penduduk. Transformasi layanan Kesehatan primer harus bisa menyediakan sekitar 300 ribu unit/outlet posyandu yang memberikan layanan promotif dan preventif di tingkat dusun/RT/RW, dilengkapi dengan pelayanan kesehatan di desa/kelurahan melalui Posyandu Prima.
Posyandu Prima akan memberikan layanan kesehatan setiap hari dan mengkoordinir seluruh kegiatan posyandu di tingkat dusun/RT/RW, sehingga layanan kesehatan menjadi terintegrasi, lebih mudah diakses dan berada dekat dengan masyarakat.
Integrasi layanan primer di puskesmas/ tingkat kecamatan, layanan akan diberikan dengan pendekatan kluster, yaitu kluster ibu hamil, anak dan remaja, kluster usia produktif dan lansia, serta kluster penanggulangan penularan penyakit/ surveilans termasuk laboratorium puskesmas.
Integrasi layanan primer di tingkat desa/kelurahan akan melibatkan seluruh struktur yang ada di desa, yaitu pemerintah desa dan Lembaga Kemasyarakatan Desa (Posyandu, PKK, dan Karang Taruna). Penguatan/revitalisasi Posyandu akan dilakukan dengan mengintegrasikan layanan kesehatan di desa seperti Pustu dan Poskesdes ke dalam Posyandu di desa menjadi Posyandu Prima.
Menurut dr. Endang, kegiatan posyandu di tingkat Dusun/RT/RW akan berjalan lebih efektif karena melaksanakan kegiatan Posyandu untuk seluruh sasaran siklus hidup mulai dari ibu hamil sampai dengan lansia secara terpadu dan terintegrasi dan diperkuat oleh kunjungan rumah oleh kader yang dilakukan secara rutin dan terencana.
Terkait Posyandu Prima, diharapkan seluruh desa dapat dipenuhi dengan pelayanan kesehatan (minimal 1 perawat dan 1 bidan) yang akan bersinergi dengan Posyandu dalam Posyandu Prima.
Tema HAN tahun 2022 adalah ‘Anak Terlindungi, Indonesia Maju’. Sementara Kementerian Kesehatan mengangkat sub-tema HAN 2022 ‘Meningkatkan Kualitas Hidup Anak Melalui Pola Asih, Asah, Asuh dan Pelayanan Yang Berkualitas’.
Rangkaian kegiatan HAN Kementerian Kesehatan Tahun 2022 berkolaborasi dengan lintas sektor, dunia usaha, organisasi profesi dan masyarakat. Kegiatan yang diselenggarakan dalam memenuhi hak anak berupa gerakan Aksi Bergizi di SMP, SMA dan sederajat untuk implementasi peningkatan konsumsi tablet tambah darah pada remaja putri.
Kemenkes juga menyelenggarakan skrining gangguan kesehatan mata, khususnya gangguan refraksi pada anak sekolah.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post