“Kalau perokok anak terus meningkat, ini ada bom waktu pada anak anak kita,” tutur drg. Agus Suprapto, M.Kes, selaku Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK).
Dalam webinar yang diselenggarakan oleh Yayasan Lentera Anak, dia menyatakan keprihatinan atas hasil survei global penggunaan tembakau pada usia dewasa yang tertuang dalam Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2021. Hasilnya memang mencengangkan, bahwa ditemukan adanya peningkatan signifikan jumlah perokok dewasa dalam kurun 10 tahun terakhir, yaitu dari 60,3 juta pada 2011 lalu, menjadi 69,1 juta perokok pada 2021.
“Sudah ada 70 juta perokok bagaimana komitmen kita? Apakah kita akan menjadikan jumlahnya menjadi 100 juta?” tanyanya.
Ada tantangan besar Indonesia saat ini yang disebut Agus sebagai negeri banjir produk rokok. Sambil berkelakar, dia mengambil analogi ibarat sebuah rumah yang dibanjiri rendang, tentu seisi rumah akan mengonsumsi rendah. Atau Ketika sebuah rumah tangga dibanjiri pisang goreng, anggota rumah tersebut tentu akan mengonsumsi pisang goreng. Oleh karena itu dengan tegas Agus menyebut perlu ada komitmen untuk menekan jumlah perokok anak, maupun jumlah perokok secara umum dari berbagai usia.
Tak hanya itu, Agus juga mengkhawatirkan prevalensi konsumsi rokok elektronik yang naik 10 kali lipat dari 0,3 persen pada 2011 menjadi 30 persen pada 2021. Berkaca dengan kondisi ini dia sangat berharap Revisi PP Nomor 109/2012 juga akan mengatur tentang rokok elektronik.
Kini, hanya tersisa waktu kurang lebih dua tahun bagi pemerintah untuk mengoptimalkan realisasi pencapaian target tersebut. Sementara menurut Riset Dasar Kesehatan tahun 2018 lalu, angka prevalensi perokok anak usia 10-18 terus meningkat dari tahun ke tahun, dan berada di angka 9,1 persen.
Sekalipun Indonesia sudah memiliki PP Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, namun regulasi tersebut masih sangat lemah dan belum optimal mencegah dan melindungi anak dan remaja untuk menjadi perokok pemula.
Hal ini diaminkan oleh Drs. Anthonius Malau, M.Si, selaku Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Dia menegaskan pentingnya pelarangan total iklan rokok di internet juga dimasukkan dalam revisi PP Nomor 109/2012. Hal ini terbukti dengan iklan, promosi dan sponsor rokok masih sangat masif, penjualan rokok batangan masih ada, dan belum ada aturan rokok elektronik.
“Kami sangat berharap adanya pelarangan total iklan rokok di internet, karena kondisi sudah sangat mengkhawatirkan, pelaku usaha menggunakan berbagai sarana di internet untuk mempromosikan dan menjual produk rokok, sehingga anak-anak terpapar iklan rokok yang luar biasa di internet, dan mudahnya penjualan rokok elekronik secara daring,” kata Anthonius.
Melihat makin tingginya jumlah anak di bawah 10 tahun yang bisa akses rokok elektronik melalui gadget, Anthonius mengingatkan juga pentingnya peran orang tua melakukan pengawasan terhadap anak. Hal ini mengingat anak makin terpapar dan akrab dengan media sosial seiring model pembelajaran daring yang berlangsung dua tahun terakhir akibat pandemi Covid-19.
Dari sisi perlindungan terhadap anak, Anggin Nuzula Rahma, S.Sos, Perencana Ahli Madya pada Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menjelaskan perlindungan anak dari rokok sudah tercantum dalam semua klaster kebijakan Kota Layak Anak (KLA). Misalnya dalam klaster satu terkait dengan informasi layak anak dan klaster tiga yakni adanya indikator 17 tentang pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok. Anggin menegaskan pengaturan dalam KLA ini sudah merujuk Konvensi Hak Anak, sehingga sangat jelas bahwa semua klasternya sehat harus diimplementasikan dalam pelaksanaan KKS oleh pemerintah daerah.
Dalam memperingati Hari Anak Nasional, 23 Juli lalu, Forum Anak yang menggelar Suara Anak Indonesia 2022 menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo, untuk mengoptimalkan pengawasan distribusi, iklan dan promosi rokok, serta rehabilitasi khusus bagi perokok anak.
“Kami juga memiliki PP 59 tahun 2021 tentang Koordinasi Perlindungan Anak, yang mengatur perlindungan anak di semua klaster. Saat ini kami sedang Menyusun SK Koordinasi dan sangat berharap adanya komitmen dari seluruh kementerian terkait untuk bersama-sama melakukan perlindungan terhadap anak,” ujar Anggin.
Mendesak Komitmen Industri
Sementara itu, Purwandoko Sutopo, Analis Perdagangan Ahli Madya, Direktorat Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan RI, sangat berharap adanya pengaturan penjualan rokok yang lebih spesifik dan memperjelas kewenanagan masing-masing Kementerian dan Lembaga dalam revisi PP 109/2012. Usulan ini berangkat dari fakta bahwa selama ini belum ada pengaturan jelas terhadap penjualannya dan siapa saja yang berhak membeli. Kondisi ini berlaku khususnya pada produk rokok.
“Bisa diusulkan dalam perubahan revisi PP 109/2012 harus jelas terkait kewenangan kementerian terkait pengaturannya. Karena di PP 109/2012 pengaturannya masih umum yakni tidak boleh menjual pada anak di bawah umur 18 tahun, tapi peraturan terkait siapa yang menjual, dan pengenaan sanksinya belum ada,” ungkapnya.
Ketua Tim Kerja Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imunologi, Kementerian Kesehatan RI, dr. Benget Saragih, M. Epid, menegaskan bahwa revisi PP 109/2012 adalah target RPJMN 2020-2024. Dengan begitu, sesuai amanat RPJMN, target penurunan perokok usia anak dan remaja merupakan target nasional sehingga upaya mencegah anak dan remaja menjadi perokok pemula harus menjadi prioritas semua pihak.
“Karena itu ada 5 substansi yang diatur dalam revisi PP 109/2012 yakni, pengaturan rokok elektronik, pelarangan iklan rokok, larangan penjualan batangan, perbesaran peringatan Kesehatan bergambar (PHW) dan pengawasan yang ketat,” jelas Benget.
Dia juga menegaskan Kemenkes sangat konsisten untuk mempecepat proses revisi PP 109/2012 untuk melindungi anak dan menurunkan prevalensi perokok anak sesuai mandat RPJMN.
“Kami sangat berharap revisi PP 109/2012 segera disahkan untuk menurunkan prevalensi perokok anak. Jadi kami sangat berharap kepada Bapak Presiden agar tidak usah lama-lama mengesahkan revisi PP 109/2012. Bila revisi PP 109/2012 sudah dilakukan akan semakin kuat upaya untuk menurunkan prevalensi perokok anak. Kita seharusnya bergerak dalam satu garis bernama tujuan bersama untuk melindungi anak-anak,” pungkasnya.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post