Berkaca dari tingginya angka stunting tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menargetkan prevalensi stunting di Indonesia berada di bawah 14 persen pada tahun 2024.
Head of Kalbe Nutritionals Research Center PT Kalbe Farma Tbk, dr. Iwan Surjadi Handoko, dalam Instagram Live @ptkalbefarmatbk menjelaskan, stunting adalah kondisi adanya ganguan tumbuh kembang pada anak yang ditandai pada tinggi badan usia lebih dari 2 tahun tidak sesuai dengan yang seharusnya, atau berada di bawah pita hijau pada kurva perbandingan tinggi badan dengan umur.
“Stunting terjadi karena adanya kekurangan nutrisi yang berulang atau berkepanjangan, sehingga disebut dengan sindrom atau kumpulan gejala, bukan penyakit,” terang dr. Iwan.
Penyebab utamanya, kata dr. Iwan, malnutrisi pada bayi bisa terjadi sejak dalam masa kandungan. Dalam hal ini, sang ibu mengalami kekurangan gizi atau asupan nutrisi. Pola makan tidak baik mengakibatkan ibu sering sakit flu, batuk, diare, sehingga penyerapan ibu untuk janin kurang baik.
Menuntaskan masalah stunting akibat rokok
Anggota Komisi IX DPR RI Suir Syam pesimis target prevalensi stunting yang telah ditetapkan sebesar 14 persen oleh Presiden Joko Widodo akan tercapai di tahun 2024, apabila angka perokok di Indonesia masih tinggi.
Dengan waktu sekitar dua tahun lagi, segala upaya dan anggaran dikerahkan untuk menurunkan stunting, namun sepanjang masyarakat dibebaskan untuk merokok, politisi Partai Gerindra itu yakin berbagai upaya yang dilakukan tidak akan berhasil dalam mengejar prevalensi stunting.
“Presiden itu menargetkan stunting di Indonesia turun 14 persen tahun 2024, dua tahun lagi. Berapa banyak bapak-bapak yang merokok di rumah, istrinya hamil. Itu pasti anaknya cenderung akan mengalami stunting. Kemudian Indonesia Emas 2045 itu jangan-jangan menjadi Indonesia cemas karena stuntingnya bertambah besar karena rokok ini,” ungkap Syam saat memimpin audiensi Komisi IX DPR RI dengan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin, 22 Agustus 2022 lalu.
Pada audiensi tersebut, Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany menampilkan data dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) yang menunjukan bahwa anak-anak dari orang tua perokok rata-rata mengalami pertumbuhan berat badan lebih ringan 1,5 kg dan pertumbuhan tinggi badan lebih rendah 0,34 cm lebih rendah dari anak yang orang tuanya tidak merokok. Selain itu dikemukakan juga bahwa kemungkinan stunting anak perokok lebih besar 5,5 persen. Hal ini selaras dengan gejala dan ciri anak stunting yang disampaikan oleh dr. Iwan.
Oleh karenanya, Hasbullah mengaitkan kebiasaan merokok pada kelas menengah-bawah. Menurutnya, masih banyak orang yang memilih mengeluarkan uang untuk membeli rokok daripada membeli lauk pauk dan beras. Hal tersebut selaras dengan data Komnas Pengendalian Tembakau yang memaparkan peningkatan pengeluaran rokok yang dibarengi penurunan pengeluaran makanan sumber protein dan karbohidrat akan memiliki dampak jangka panjang terhadap kondisi stunting anak.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post