“Saya memang perokok berat,” ungkap Om Indro kepada tim redaksi Prohealth.id. Perjumpaan dengan salah satu anggota Warkop DKI yang popular tahun 80-an ini membawa banyak refleksi dan juga inspirasi terkait upaya pengendalian tembakau khususnya cara pecandu rokok bisa keluar dari jerat produk berasap itu.
“Kalau perokok bilang, itu sudah satu tingkat di atas heavy smoker. Karena saya bisa mengenali rasa rokok saya tanpa ada labelnya,” ungkap Indro menceritakan sulitnya dia ingin menjalankan komitmen berhenti merokok.
Tak hanya itu, hampir di semua tempat Indro nongkrong para penjaga kios di tongkrongan sudah menyiapkan ‘jatah’ rokok untuk Indro. Loyalitas Indro terhadap rokok membuat para penjual pun kadang memberi diskon atau gratis untuk menjaga relasi transaksional ini.
Keinginan berhenti merokok sebenarnya sudah ingin dilakukan Indro Warkop DKI sejak awal tahun 90an. Maklum, lawan main Dono dan Kasino ini sudah menjadi perokok di usia anak, yaitu saat usia 11 tahun. Sayangnya niat stop merokok tak kunjung berhasil karena dia melakukan upaya berhenti dengan ‘pelan-pelan.
“(Tidak) bertahap yang saya alami, tapi saya straight (langsung berhenti). Saya pernah coba pelan-pelan gak berhasil, ketika tiba-tiba berhenti total, gatau malah bisa. Sekarang orang abis merokok masuk mobil saya sudah pusing,” ungkapnya sambil sesekali berkelakar.
Anakku, motivasiku
Pria yang lahir pada 8 Mei 1958 ini memang memiliki motivasi tinggi stop merokok karena ingin menjadi teladan yang baik bagi putra dan putrinya. Secara tiba-tiba, pada tahun 1998, tepat usai sholat Idulfitri tahun yang sama, Indro memutuskan berhenti merokok. “Jadi pas Lebaran pertama, kita sholat, dengerin khotbah saya masih merokok. Selesai sholat, saya kasih rokoknya ke pedagang,” ujarnya.
Bukan momen religius yang melatarbelakangi niat Indro, termasuk bukan karena khotbah dalam masjid yang menganjurkan umat berhenti merokok. Komitmen ini muncul setelah melihat putra bungsu yang usianya baru 5 tahun saat itu, sudah bisa mencontohkan pria sedang merokok.
“Jadi waktu itu, anak saya yang paling kecil, dioleh-olehin rokok-rokokan (mainan). Persis kayak rokok beneran. Dia coba, itu pas bulan puasa. Tiba-tiba dia pakai kumis, bawa rokoknya, dan kakinya ditumpangkan ke kaki lain dan minta saya foto. Katanya, Pah, fotoin Pak. Ini kayak papa. Nah, kata-kata kayak Papa, wah ini hati saya tersentuh. Nih, anak nyontoh nih,” ungkap Indro.
Sebagai tipe orang tua yang tidak cocok mengajarkan anak secara verbal, tetapi dengan perbuatan dan sikap, kejadian yang menohok ini membuat Indro yakin untuk berhenti merokok. Oleh karena itu, momentum Lebaran, menjadi momen kelahiran baru bagi pria kelahiran Jakarta tersebut. “Saya bukan orang yang sempurna, di Lebaran itu saya komit berhenti. Jadi saya harus mulai mencontohkan saja,” katanya.
Indro sadar penuh keputusan berhenti merokok juga berangkat dari pengalam hidupnya sendiri yang memulai rokok pada usia 11 tahun karena tinggal dalam rumah yang mayoritas laki-laki. “Mereka semua merokok, meski bapak saya hanya sesekali dia pakai juga cerutu, yang tidak dihisap seperti zaman sekarang orang pakai shisha, pakai vape,” tuturnya.
Pengalaman hidup ini juga diperkuat dengan sejarah penyakit yang pernah dialami Indro dan almahrum istri yang wafat setelah menderita kanker paru-paru. “Banyak orang bercandain saya juga, pada saat 2005 saya operasi jantung. Katanya kalau saya gak berhenti mungkin saya gak sakit. Terus saya jawab, emang gak sakit, tapi saya langsung mati,” tuturnya mengundang tawa kami, tim pewawancara.
Semasa masih candu pada rokok, Indro mengaku bisa menghabiskan lima bungkus dalam satu hari. Lima bungkus itu terdiri dari 4 rokok jenis filter, dan 1 rokok kretek. Masa-masa paling candu pada rokok terjadi pada kisaran usia belasan tahun, yakni saat SMA sampai kuliah. “Kondisi saya udah parah, jari semua kuning, gigi tidak putih selalu agak coklat.”
Memasuki usia dewasa dan sempat berkiprah sebagai atlet, Indro yang hobi touring dengan motor tak malu mengakui dia bisa merokok sepanjang perjalanan. “Misal dari Jakarta ke Bandung, atau Jakarta ke Puncak, 4 jam itu saya merokok terus apalagi dingin.”
Berhenti merokok itu ‘laki banget’
“Saya akhirnya berpikir dan sadar, merokok itu tidak ada gunanya sama sekali,” jelas Indro.
Hal ini diperkuat dari ujaran kerabat-kerabatnya yang mengatakan, jika Indro berhenti merokok sejak lama, dia mungkin bisa menabung dan membeli rumah atau bahkan membangun hotel. “Bisa jadi pengusaha hotel saya katanya.”
Sekilas Indro terlihat tidak memiliki kendala apapun ketika berhenti merokok 20 tahun lalu. Nyatanya, dia mengaku sempat sakaw akibat berhenti merokok secara mendadak. Dia merasa seluruh badan sakit, menggigil, saat makan atau menggoyangkan rahang dia mengalami kesakitan hingga pelipis, namun anehnya, pikiran Indro tetap waras. Masa-masa sakaw dilalui sekitar dua minggu dan hanya diobati dengan obat pereda rasa sakit. Sesekali, Indro pun mencoba mengakali kejanggalan lepas dari rokok dengan menggigit-gigit tusuk gigi atau batang korek api. Untung saja, cukup satu bulan saja, secara perlahan kebiasaan itu pun berhasil lepas.
“Anehnya mungkin karena pikiran saya kuat, saya ingat saya ini buatan Tuhan, sementara rokok buatan manusia. Saya tidak ke dokter, tidak kemana-mana, saya lawan saja. Saya sakit secara fisik tapi otak saya sadar. Jadi saya pikir, gila ya, gue bener-bener laki-laki bisa melawan diriku sendiri,” tuturnya bangga.
Berangkat dari pengalaman tersebut, kalau Anda seorang laki-laki dan ingin menjadi laki-laki sejati, rokok bukan jalan yang tepat. Sebaliknya, kalau mau jadi laki-laki sejati, jangan mencoba berhenti secara pelan-pelan. Indro kian bangga jika mengingat kembali perjuangannya berhenti merokok bahkan tanpa banyak support system. Maklum saat Indro mulai berhenti merokok, sang istri pun masih setia merokok. “Makanya saya selalu bilang, sebuah kemauan jangan dari orang lain, harus dari diri sendiri. Artinya, yang membuat saya tegar dari eksternal tidak ada, ini internal diri sendiri.”
Setelah memutuskan hubungan setelah 30 tahun bersama rokok sejak tahun 1968, panca inderanya mulai bekerja secara optimal. Misalnya saja, Indro mulai bisa merasakan semua jenis rasa dengan peka. Sebelumnya, saat masih menjadi perokok dia kesulitan dalam mengidentifikasi rasa. Artinya, fungsi indera pengecap (lidah) tidak bekerja dengan optimal akibat rokok. “Jadi tiga bulan setelah berhenti merokok, lidah itu sensitif banget,” katanya.
Manfaat lain, Indro kembali merasakan kejayaan waktu dia masih menjadi atlet sekitar tahun 1978. Dia mengaku tidak lag ingos-ngosan atau kelelehan ketika berlari. “Dulu saya gampang ngos-ngosan.”
Kiat untuk setia melepas rokok selamanya
“Sampai sekarang saya sadar, kebodohan tertinggi saya adalah merokok. Kebodohan terbesar adalah merokok itu,” tegas Indro.
Sebagai pelaku industri kreatif dan entertainment yang punya tuntutan kerja tinggi, Indro tak menampik bahwa rokok adalah rekan seperjalanan yang bisa membantu menurunkan tingkat stres. Oleh karena itu, dia menganjurkan kepada siapapun, tidak hanya kalangan entertainer, apabila merasa berada dalam sirkel atau lingkungan toxic dengan rokok, lebih baik berani untuk keluar dari lingkaran tersebut. “Kalau kita merasa lingkungan ganggu banget, keluar saja dari lingkungan itu. Gue berasa laki karena tadi, gue bisa melawan diri sendiri,” pungkasnya.
“Sekarang saya yang pernah di posisi mereka (perokok), saya hanya bisa tertawa. Gimana? Mereka (perokok) harus memenuhi (kebutuhan rokok) itu.
Bukan bermaksud sombong, tetapi, Indro menyarankan agar para pecandu rokok saat ini, baik rokok konvensional maupun rokok elektronik, harus memiliki keberanian dalam diri sendiri. Mungkin hanya itu kiat sukses yang paling sulit namun bisa dibuktikan sukses dalam sosok Indro yang kerap mengundang tawa atas lakon di layar kaca.
Pewawancara: Fidelis Eka Satriastanti, Gloria Fransisca Katharina, Hidayatus Syifa, Karina Lin, Marsianus Bathara, Muhammad Adi Rifqy.
Discussion about this post