WHO mengeluarkan panduan yang berupa acuan kerja bagi para pemimpin dunia, ilmuwan, dan stakeholders terkait untuk memitigasi risiko biologis dan menjamin keamanan serta kesehatan masyarakat selama proses penelitian. Panduan ini secara jelas menitikberatkan pada keamanan proses penelitian dengan tidak melukai manusia, hewan, mencemari lingkungan, dan perkebunan atau lahan pertanian.
WHO Chief Scientist, Dr. Soumya Swaminathan mengatakan teknologi dan kehidupan sains akan menawarkan beragam peluang untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, komunitas, dan lingkungan.
“Meski demikian, pengembangan dan peluang besar sains yang terasosiasi dengan teknologi bisa memicu risiko yang disebabkan oleh kecelakaan tak diduga selama proses eksperimen hingga penyalahgunaan sumber daya penelitian,” tuturnya melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id, Kamis (15/9/2022).
Panduan teknis dan normatif ini muncul untuk memberi informasi pada pemerintah selama proses pembangunan nasional, utamanya dengan memitigasi risiko kerusakan dan pencemaran selama proses penelitian. Panduan ini juga diyakini menjadi acuan yang menjanjikan bagi peningkatan kesehatan masyarakat global, khususnya dengan memanfaatkan perspektif sosial, dan perkembangan teknologi.
Sebenarnya panduan kerja ini sudah dirumuskan dengan mempertimbangkan tantangan dalam mengantisipasi kondisi tak terduga berupa salah penggunaan sumber alami ataupun sumber lainnya dalam proses penelitian. Panduan ini juga membantu pemerintah mengatur dari sisi inovasi dan mengurangi dampak negatif. Hal ini mengingat dunia sains cenderung berkembang dengan pesat dalam berbagai bidang misalnya; kimia, kecerdasan buatan, hingga nanoteknologi, yang mana kondisi ini menciptakan perubahan risiko, dan menambah daftar beberapa sektor yang berisiko selama proses penelitian.
Oleh karena itu, berkaca dari sejumlah kondisi tersebut panduan ini bersifat antisipatif dan responsive terhadap mekanisme yang selama ini sudah ada di pemerintahan berbagai negara. Termasuk diantaranya; pendekatan penelitian, pembacaan tren secara multi disiplin, kondisi krisis, dampak sistematis yang ditimbulkan, serta masa depan alternatif.
Guna menanggulangi risiko, panduan ini juga memberikan acuan untuk mengatasi misinformasi dan disinformasi terkait data-data kesehatan. Beberapa topik lain dalam panduan ini adalah; meningkatkan kapasitas penelitia, dan kapasitas managemen risiko bioteknologi, menavigasi beberapa tantangan seputar penelitian pada penyakit menular, dan mencegah penyalagunaan penelitian dan teknologi dalam kolaborasi lintas sektor.
Secara umum, panduan ini akan menekankan pada tiga pilar utama yakni; keamanan eksperimen biologis, keamanan laboratorium, and peninjauan pada penelitian dua langkah. Panduan ini akan memasukkan konteks One Health, untuk mengoptimalisasi jaminan kesehatan manusia, hewan, dan ekosistem. Dengan begitu, panduan ini juga memberikan acuan dalam pengambilan keputusan sistem One Health.
Sejumlah menteri kesehatan di dunia sudah dipanggil untuk mendiskusikan kondisi ini, termasuk dengan melibatkan para menteri bidang sains, teknologi, pendidikan, pertanian, lingkungan, dan pertahanan.
Dengan menyadari masih ada beberapa ketimpangan di sejumlah negara, maka panduan ini akan ikut mencantumkan keterlibatan bantuan finansial untuk mendukung para ilmuwan di negara-negara berpendapatan kecil hingga menengah. Program tersebut juga termasuk dengan peningkatan kesadaran, pendidikan, dan pelatihan.
Fokus Kementerian Kesehatan
Saat ini salah satu yang tengah digagas dan diimplementasikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah peningkatan teknologi untuk memajukan kesehatan masyarakat. Selain itu, untuk ikut terlibat mewujudkan kesehatan dan keamanan yang kolektif, Kementerian Kesehatan pun sudah terlibat dalam One Health untuk mengantisipasi pandemi di masa depan.
Chief Digital Transformation Office Kemenkes RI Setiaji mengatakan digitalisasi di sektor kesehatan perlu melibatkan sektor lain agar mempermudah masyarakat mengakses layanan kesehatan.
“Digitalisasi dalam layanan kesehatan adalah inisiatif yang dipimpin oleh pemerintah. Mengingat kompleksitas sektor kesehatan, kolaborasi-lintas, dan wadah berdiskusi sangat krusial untuk memastikan akses dan distribusi yang sama terhadap fasilitas kesehatan bagi masyarakat,” ujar Setiaji.
Pada akhir tahun 2021, Kementerian Kesehatan RI merilis Cetak Biru Strategi Transformasi Digital Kesehatan 2024 yang memetakan jalur-jalur digitalisasi layanan perawatan kesehatan di Indonesia. Dokumen ini bertujuan untuk menyederhanakan dan mempermudah akses layanan kesehatan bagi masyarakat umum tanpa mengurangi kualitas dan efisiensi layanan kesehatan.
“Keterhubungan antar pemain kunci dalam industri kesehatan di negara yang luas dan penuh dengan keberagaman seperti Indonesia kemudian menjadi suatu keharusan untuk memastikan keberhasilan transformasi digital dalam layanan kesehatan,” pungkasnya.
Setiaji mengapresiasi PT Anugerah Pharmindo Lestari yang memiliki inisiatif untuk menghubungkan seluruh pemangku kepentingan dan mendukung misi pemerintah dalam transformasi kesehatan digital.
Managing Director Boston Consulting Group (BCG) Sumit Sharma menjelaskan pandemi COVID-19 telah mendorong industri teknologi kesehatan lokal secara signifikan. Dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan, ia melihat pertumbuhan luar biasa dalam penggunaan teknologi kesehatan, dengan 57 persen warga Indonesia menggunakan aplikasi kesehatan.
“Hal ini menjadikan Indonesia sebagai pasar terbesar ketiga dalam hal penggunaan aplikasi kesehatan. Tren-tren yang terus berubah dalam industri kesehatan digital kini menjadi lebih jelas. Digitalisasi yang kita lihat dari sisi konsumen melalui aplikasi yang berorientasi pasien hanyalah puncak gunung es,” tutur Sharma.
Selain itu, perusahaan farmasi dan rumah sakit juga mendigitalisasi operasi mereka di seluruh rantai nilai atau value chain agar mengimbangi kecepatan inovasi teknologi dan peningkatan harapan pasien akan layanan kesehatan yang lancar dan sederhana. Hal ini tidak hanya menjadikan transformasi digital sesuatu yang opsional, tetapi juga menjadi kebutuhan untuk meningkatkan ketahanan layanan perawatan kesehatan. Pendekatan digital pada sektor kesehatan dapat diterapkan untuk mengatasi produk obat palsu dengan solusi data terintegrasi.
Presiden Direktur APL Christophe Piganiol mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mengeksplorasi lebih banyak metode untuk menemukan cara terbaik dalam memanfaatkan teknologi, yaitu untuk meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan bagi masyarakat.
Para industri teknologi informasi menyadari peran kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan pembelajaran mesin akan semakin meningkat, serta peran teknologi yang mulai memasuki sektor layanan kesehatan. Pemanfaatan berbagai alat seperti AI dan Cloud dapat mendorong otomatisasi serta workflow yang dapat diandalkan dan dioperasikan, sehingga bisa membawa manfaat bagi pengalaman pasien secara keseluruhan. Dengan demikian dibutuhkan mekanisme kerja dan regulasi yang menjamin proses adaptasi teknologi berjalan lancar dan tak merugikan apalagi merusak keseimbangan ekosistem.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post