Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Prohealth.id, kepemimpinan Indonesia dalam memerangi TBC, HIV/AIDS, dan Malaria di level global dibuktikan dengan kontribusi pertama pemerintah indonesia dalam pendanaan replenishment 2023-2025 Global Fund.
Asal tahu saja, selama ini The Global Fund mengumpulkan dan menginvestasikan uang dalam siklus tiga tahun yang dikenal sebagai replenishment. Pendekatan tiga tahun ini diadopsi pada tahun 2005 untuk memungkinkan pembiayaan yang lebih stabil dan dapat diprediksi bagi negara-negara dan untuk memastikan kelangsungan program yang berkelanjutan.
Dari US$15,5 juta kontribusi Indonesia, US$10 juta ada kontribusi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar US$10 juta. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengklaim anggaran ini merupakan langkah konkret Indonesia untuk mempersiapkan agenda Pertemuan Tingkat Tinggi PBB tahun 2023 tentang tuberkulosis.
“Hari ini pemerintah Indonesia untuk pertama kalinya melangkah maju tidak hanya sebagai negara penerima tetapi juga sebagai negara donor kemitraan publik dan swasta,” kata Budi dalam GlobalFund Seventh Replenishment Conference, di New York, Amerika Serikat, Kamis, 22 September 2022 lalu.
Sisa pendanaan US$5,5 juta merupakan kontribusi dari Sinarmas US$2 juta, Kalbe US$1,5 juta, Paloma Foundation US$1 juta, dan Tanoto Foundation US$1 juta.
Baca Juga: Silent Pandemic dan Imbas Kesehatan Mental
Budi menegaskan, investasi yang dilakukan pemerintah Indonesia merupakan bentuk komitmen terhadap transformasi kesehatan. Pada pilar transformasi sistem ketahanan kesehatan, pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk pengembangan obat TBC baru untuk pengobatan lini pertama maupun untuk pengobatan pasien TBC resisten, selain juga untuk vaksin TBC. Selain itu, aktivitas ini juga mendukung transformasi teknologi kesehatan, khususnya dalam membangun kapasitas laboratorium genome sequencing untuk identifikasi virus dan bakteri yang lebih akurat, termasuk alat diagnostik untuk mendeteksi TBC.
Tak heran jika pada kesempatan yang sama, Budi Gunadi bahkan telah menyampaikan minat untuk ikut uji klinis vaksin tuberkulosis (TBC) kepada Bill & Melinda Gates Foundation (BMGF) dan Welcome Trust. Kedua Yayasan filantropi itu telah menerima surat pengajuan tersebut dan mendukung penanganan TB di Indonesia.
President Global Health of BMGF Trevor Mundel mengatakan pihaknya mendukung penanganan TB di Indonesia dan telah menerima surat dari pemerintah Indonesia terkait rencana Indonesia ikut uji klinis pengembangan vaksin TB.
BMGF sendiri melakukan uji klinis vaksin TB di Afrika dan minat partisipasi yang Indonesa tujukan akan menjadi pertimbangan sendiri untuk cakupannya. Uji klinis ini juga melibatkan fungsi European Medicine Agency (EMA) dan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Rencananya vaksin TB ini akan diproduksi pada 2027.
“Apabila akan dilakukan di Indonesia butuh sejumlah 26.000 orang sampel. Nantinya, akan memerlukan dukungan pemerintah Indonesia terutama koordinasi dengan BPOM,” ungkap Mundel.
Merespon hal itu, Budi Gunadi Sadikin siap memfasilitasi bilamana diperlukan koordinasi dengan sejumlah pihak termasuk dengan BPOM untuk pelaksanaan uji klinis di Indonesia. Menurut Budi upaya ini sejalan dengan transformasi kesehatan yang sedang dibangun di indonesia, khususnya pilar transformasi layanan primer berbasis teknologi informasi dan teknologi kesehatan terkini.
Tak selesai dengan komitmen dalam produksi vaksin, Budi menyatakan pada 2023 mendatang akan diadakan Pertemuan Tingkat Tinggi PBB 2023 tentang TBC yang dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Side Event TB ini merupakan langkah konkret Indonesia untuk mempersiapkan agenda Pertemuan Tingkat Tinggi PBB 2023 tentang TBC dan menunjukkan keseriusan serta kepemimpinan Indonesia dalam menanggulangi TBC di level nasional dan global.
“Komitmen tertuang dalam bentuk pendanaan dan perencanaan program untuk menemukan seluruh kasus dan mengobati seluruh pasien TBC yang ditemukan,” pungkasnya.
Budi juga mengatakan keberhasilan dalam penanggulangan pandemi COVID-19 melalui testing alias skrining pemeriksaan laboratorium yang dilakukan Indonesia selama ini bisa dijadikan tolok ukur bagaimana meningkatkan cakupan pemeriksaan laboratorium TBC.
“Indonesia saat ini juga memegang kepemimpinan pada Presidensi G20 2022. Salah satu hal yang akan dilakukan ialah memberikan sorotan terhadap usaha Indonesia untuk mengakhiri TBC,” ungkap Budi.
Baca Juga: The Global Fund Tinjau Pemenuhan Hak ODHA di Indonesia
Berdasarkan hasil Side Event Health Working Group G20 pertama tentang TBC dokumen akan dikeluarkan berupa “Call to Action on Financing for TB Response”. Call to Action merupakan panggilan untuk bertindak, berusaha untuk mempromosikan pembiayaan yang memadai dan berkelanjutan untuk respons TBC dan penelitian TBC melalui mekanisme multilateral, bilateral, dan domestik.
Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO) Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan untuk mewujudkan cita-cita penanggulangan TBC, setidaknya ada tiga langkah penting yang perlu dilakukan untuk mencapai eliminasi TBC. Pertama, mendesak negara-negara untuk mengintensifkan upaya untuk memulihkan layanan TBC. Kedua, perlu segera meningkatkan investasi untuk meningkatkan akses ke layanan pencegahan dan perawatan TBC. Ketiga, Meningkatkan pembiayaan publik domestik.
Menteri Kesehatan Afrika Selatan Joe Phaahla mengatakan bahwa TBC merupakan major crisis, maka telah dibuat TBC recovery plan sebagai salah satu langkah praktik. French Ambassador for Global Health Stéphanie Seydoux, menekankan akan pentingnya kolaborasi, komitmen, dan waktu dalam penanggulangan TBC.
Kondisi pasien di Indonesia
Kasus tuberkulosis di Indonesia saat ini diduga ada 824 ribu orang. Budi Gunadi Sadikin pun meminta seluruh jajaran kesehatan untuk memprioritaskan pencarian para penderita TBC, sehingga 90 persen dari jumlah itu dapat terdeteksi di tahun 2024. Dia menganjurkan cara yang ditempuh melalui pembenahan upaya surveilans. “Dari (perhitungan) 824 ribu penderita TBC, saya minta di 2024 sebanyak 90 persen harus sudah terdeteksi by name by adress. Kita sekarang ingin strategi surveilansnya yang baik dan benar,” tukas Budi.
Berdasarkan Global TB Report 2021, diperkirakan ada 824.000 kasus TBC di Indonesia, namun pasien TBC yang berhasil ditemukan, diobati, dan dilaporkan ke dalam sistem informasi nasional hanya 393.323 atau setara 48 persen. Masih ada sekitar 52 persen kasus TBC yang belum ditemukan atau sudah ditemukan namun belum dilaporkan.
Pada tahun 2022 data per bulan September untuk cakupan penemuan dan pengobatan TBC sebesar 39 persen, sementara target satu tahun TC 90 persen, dan angka keberhasilan pengobatan TBC sebesar 74 persen, sementara target SR 90 persen.
Oleh karenanya, Kementerian Kesehatan sudah membuat protokol yang baru, kerja sama dengan berbagai asosiasi dan organisasi profesi. Termasuk juga mendorong dana Global Fund agar terealisasi lebih cepat.
Baca Juga: Inovasi Kesehatan Kian Ekspansif Cegah Stunting dan Penyakit Tidak Menular
“Prinsip penyakit menular adalah kita harus tahu di mana mereka dan kita harus selamatkan mereka itu adalah tugas pertama yang paling prioritas.”
Diretur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan TBC di Indonesia dan global masih menjadi masalah kesehatan mematikan. Apalagi, Indonesia adalah negara dengan beban TBC peringkat ke-3 tertinggi setelah India dan China. Inilah yang memotivasi pemerintah Indonesia berkomitmen mencapai eliminasi TB pada tahun 2030 dengan target insiden rate 65/100.000 penduduk dengan angka kematian 6/100.000 penduduk. Maka upaya pencegahan dan pengobatan tenaga medis harus lebih cepat mengetahui jenis varian bakteri TBC yang menyerang seseorang.
“Untuk mendukung eliminasi TBC tersebut, perlu adanya peningkatan dan pembaharuan manajemen program TBC bagi tenaga kesehatan baik dokter, mahasiswa kedokteran, perawat, bidan dan pemegang program dilayanan berdasarkan hasil penelitian terkini,” ujar dr. Maxi
Global Fund, mitra utama Indonesia
Sebanyak 48 negara dan lebih dari 25 sektor swasta berkontribusi dalam replenishment Global Fund untuk tiga tahun ke depan, dengan kontribusi total sebesar US$14,25 miliar. Indonesia sendiri sudah berkontribusi melalui replenishment sejak tahun 2014 melalui filantropis di tanah air.
Selama ini Global Fund merupakan mitra pembangunan kesehatan di Indonesia, dalam mengejar mengejar target eliminasi HIV/AIDS, TB, Malaria. Sejak 2003 hingga saat ini sebesar US$1,45 miliar atau setara dengan Rp20,89 triliun diberikan kepada Kementerian Kesehatan dan komunitas khususnya untuk program penanggulangan HIV/AIDS, TBC, dan Malaria. Hibah The Global Fund juga turut mendukung pemerintah Indonesia dalam penanggulangan Covid-19 melalui penguatan deteksi melalui genome sequencing pada periode 2021-2023.
Penulis: Irsyan Hasyim & Gloria Fransisca Katharina Lawi
Cek artikel lain di Google News
Discussion about this post