Penyakit jantung masih menjadi momok yang menyebabkan kematian di Indonesia. Berdasarkan Global Burden of Disease dan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) 2014-2019 penyakit jantung menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018 menunjukan tren peningkatan penyakit jantung yakni 0,5 persen pada 2013 menjadi 1,5 persen pada 2018.
Akibatnya, penyakit jantung menyebabkan beban biaya terbesar. Berdasarkan data BPJS Kesehatan pada 2021 pembiayaan kesehatan terbesar ada pada penyakit jantung sebesar Rp7,7 triliun. Alhasil penyakit jantung menjadi penyebab utama kematian di Indonesia.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia dr. Radityo Prakoso, SpJP (K) mengatakan penyakit jantung saat ini tidak hanya ditemukan pada usia tua.
Tren menunjukkan peningkatan usia penyakit jantung pada usia yang lebih muda. Hal itu sebagai akibat dari peningkatan prevalensi obesitas darah tinggi merokok dan kolesterol tinggi di usia muda.
“Terdapat peningkatan prevalensi serangan jantung pada usia kurang dari 40 tahun sebanyak 2 persen setiap tahunnya dari tahun 2000 sampai 2016,” ucap dr. Radityo pada konferensi pers secara virtual peringatan Hari Jantung Sedunia, 28 September 2022 lalu, di Jakarta.
Salah satu penyakit jantung yang mengalami peningkatan pada usia muda adalah penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner terjadi karena ada sumbatan pada pembuluh koroner baik akibat deposit kolesterol atau inflamasi (peradangan).
Gaya hidup tidak sehat menjadi penyebab paling umum dari penyakitjantung koroner di usia muda. Masyarakat diimbau untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat, berhenti merokok, berhenti makan makanan berlemak, berhenti konsumsi alkohol, dan rajin olah raga minimal 30 menit sehari.
Oleh karena itu, momentum Hari Jantung Sedunia jatuh setiap tanggal 29 September. Tema yang diusung tahun ini adalah ‘Use Heart for Every Heart’. Hari Jantung Sedunia juga merupakan momentum bagi masyarakat untuk meningkatkan kepedulian terkait kesehatan kardiovaskular yaitu penyakit jantung dan pencegahannya.
Transformasi layanan primer
Guna mengatasi hal tersebut Kementerian Kesehatan RI lakukan penguatan layanan kesehatan di tingkat primer.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dr. Eva Susanti, S.Kp, M.Kes mengatakan faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya kejadian penyakit kardiovaskuler antara lain hipertensi, obesitas, merokok, diabetes melitus, dan kurang aktivitas fisik.
“Untuk mengatasi masalah penyakit jantung di Indonesia, Kemenkes melakukan penguatan pada layanan primer melalui edukasi penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan meningkatkan kapasitas serta kapabilitas layanan primer,” ujar dr. Eva.
Dia juga menjelaskan pentingnya edukasi penduduk dilakukan melalui 7 kampanye utama, antara lain imunisasi, gizi seimbang, olah raga, anti rokok, sanitasi dan kebersihan lingkungan, skrining penyakit, dan kepatuhan pengobatan. Selain itu, upaya pencegahan primer juga dilakukan dengan penambahan imunisasi rutin menjadi 14 antigen dan perluasan cakupan di seluruh Indonesia.
“Pada pencegahan sekunder dilakukan skrining 14 penyakit penyebab kematian tertinggi di tiap sasaran usia, skrining stunting dan peningkatan ANC untuk kesehatan ibu dan bayi,” ungkap dr. Eva.
Guna meningkatkan kapasitas dan kapabilitas layanan primer Kemenkes juga mengupayakannya melalui pembangunan Puskesmas di 171 kecamatan, penyediaan 40 obat esensial, dan pemenuhan SDM kesehatan primer. Menurut dr. Eva, penguatan layanan primer tersebut sejalan dengan transformasi kesehatan, yakni pilar pertama.
Asal tahu saja, Kemenkes tengah melakukan transformasi kesehatan melalui 6 pilar, antara lain pilar layanan primer, pilar layanan rujukan, pilar sistem ketahanan kesehatan, pilar sistem pembiayaan kesehatan, pilar SDM kesehatan, dan pilar teknologi kesehatan.
Tak hanya itu, untuk mengatasi masalah penyakit jantung juga dilakukan melalui regulasi Permenkes nomor 71 tahun 2015 tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular (PTM).
Dalam Permenkes tersebut tertuang penanggulangan PTM dilakukan melalui promosi kesehatan dengan mengubah perilaku dan pemberdayaan masyarakat, deteksi dini dengan mengidentifikasi dan intervensi sejak dini faktor risiko PTM, perlindungan khusus melalui vaksinasi COVID-19 untuk komorbid, dan penanganan kasus melalui pengobatan di fasilitas layanan kesehatan sesuai standar.
Disiplin Aktivitas Fisik
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan dari sisi beban biaya pemerintah penyakit jantung memang menelan biaya paling tinggi. “Jadi tiap tahun pada klaim BPJS itu yang paling banyak itu kardiovaskular,” ujar Menkes Budi pada puncak peringatan Hari Jantung Sedunia 2022 di Plaza Tenggara Kompleks Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu, 2 Oktober 2022 lalu.
Selain itu, terbukti kardiovaskular jadi penyakit yang paling banyak membuat masyarakat menderita dan paling banyak memakan korban. Oleh karenanya, saat ini pemerintah tengah mengupayakan pemerataan dokter spesialis kardiovaskular di seluruh Indonesia. Kondisinya saat ini dari 34 provinsi hanya 28 provinsi yang bisa melakukan bedah jantung.
“Alatnya sudah ada, masalahnya dokter spesialisnya kita sangat kekurangan. Kita sangat kekurangan dokter spesialis dan ribuan bahkan puluhan ribu masyarakat kita meninggal setiap tahunnya karena kekurangan dokter dan kekurangan dokter spesialis,” tutur Budi.
Selain itu kata Budi, cara mengatasi penyakit jantung paling efektif adalah melalui upaya promotif preventif dan rutin melalukan aktivitas fisik dan menjaga pola makan yang baik.
“Jadi penting buat kita bersama agar bisa mencegah tidak masuk ke rumah sakit. Cara mencegahnya yaitu perilaku hidup kita mesti diubah. Diubahnya dengan cara mesti banyak gerak,” tambah Budi.
Dia menegaskan, upaya preventif ini sangat efektif mencegah borosnya pembiayaan akibat sakit jantung.
“Fokusnya harus ke kegiatan promotif preventif karena kalau sudah masuk ke rumah sakit selain mahal buat pasiennya kualitas hidupnya juga menurun. Kegiatan promotif preventifnya paling penting menjaga pola makan dan juga menjaga tetap melakukan aktivitas fisik,” ungkap Menkes.
Dia juga mengingatkan, dalam mengatasi masalah penyakit jantung tidak bisa secara eksklusif dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, tetapi dibutuhkan dukungan dari lintas kementerian, lembaga, dan sektor lain yang berkaitan.
Menanggapi hal itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi siap mendukung dalam mengatasi masalah jantung di Indonesia. Ia akan membantu jika diperlukan kerja sama lintas sektor luar negeri.
“Jika ada kerja sama dengan luar negeri maka kami siap untuk membantu supaya pasien-pasien jantung Indonesia tidak perlu berobat ke luar negeri, tapi berobatlah di sini karena dokternya canggih alat-alatnya canggih, layanannya bagus,” ucap Menlu Retno.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post