Jakarta, Prohealth.id – Stunting merupakan masalah kesehatan yang mengintai Indonesia. Ada beberapa hal yang menyebabkan anak Indonesia rentan stunting, salah satunya adalah perilaku merokok dalam keluarga.
Berdasarkan hasil riset yang tertuang dalam Journal of Family and Economic Issues 1-13 berjudul “Do Parental Smoking Behaviors Affect Children’s Thinness, Stunting, and Overweight Status in Indonesia? Evidence from a Large-Scale Longitudinal Survey”, menunjukkan anak-anak yang tinggal di rumah dengan orang tua perokok cenderung memiliki pertumbuhan lebih lambat dalam berat dan tinggi badan (stunting).
Asal tahu saja, saat ini pemerintah punya program mengimplementasikan kegiatan prioritas Pendampingan Keluarga Berisiko Stunting yang terdapat pada Rencana Aksi Nasional (RAN) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024.
Berangkat dari target dan program tersebut, Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah menyelenggarakan sosialisasi dengan tema “Hubungan Perilaku Merokok dan Stunting serta Edukasi Pengelolaan Keuangan dan Kewirausahaan” di wilayah kerja Posyandu Sintung, Dusun Bagu, Kabupaten Lombok Tengah, pada Senin, 3 Oktober 2022 lalu.
Kepala Dusun Desa Sintung, Deni Alpian A.P., yang menyebutkan bahwa walaupun dalam kondisi ekonomi yang sulit, beberapa masyarakat rela berhutang untuk membeli rokok, namun tidak rela berhutang untuk membeli kebutuhan pokok.
Ir. Aryana Satrya, M.M., Ph.D., IPU., Asean Eng., selaku Ketua Tim Pengmas FEB UI dalam paparannya menyampaikan, penelitian dari Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) UI tahun 2018 menunjukkan, peningkatan pengeluaran rokok yang dibarengi oleh penurunan pengeluaran makanan sumber protein dan karbohidrat akan memiliki dampak jangka panjang terhadap kondisi stunting anak. Selain adanya substitusi dana belanja pokok untuk rokok, telah banyak riset yang menunjukkan adanya keterkaitan antara perilaku merokok dan stunting juga dapat terjadi karena pajanan asap rokok selama dalam kandungan. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan adanya dukungan dari lintas sektor, akademisi, serta grassroots dalam mendorong percepatan penurunan stunting melalui pengendalian konsumsi rokok.
“Dukungan dari Pemerintah Daerah dan masyarakat sangat penting dalam memutus mata rantai kemiskinan di masyarakat akar rumput melalui kebijakan pengendalian konsumsi rokok dari level rumah tangga agar pengeluaran keluarga dibelanjakan untuk sebagaimana mestinya,” ujar Aryana melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id, Kamis (3/11/2022).
Baca Juga: Kiat Sukses Resepsi Nikah dengan Berhenti Merokok
Sementara itu, Dr. Elok Savitri Pusparini, S.E., M.M., salah seorang anggota Tim Pengmas FEB UI, menyampaikan materi manajemen keuangan rumah tangga dan wirausaha sebagai langkah lanjutan untuk memperbaiki perekonomian keluarga. Dia yakin, hal ini dapat mendorong perwakilan kader dan masyarakat yang hadir untuk dapat meneruskan pengetahuan dan dorongan kepada masyarakat luas tentang bagaimana mengalokasikan uang belanja rumah tangga kepada hal-hal yang menjadi kebutuhan pokok dan bermanfaat bagi keluarga.
“Termasuk makanan bergizi dan pendidikan, alih-alih dipakai untuk membeli rokok. Apalagi beberapa peserta juga berprofesi sebagai wirausaha,” kata Elok.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas Bagu, Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah, dr. Lale Yufila, mengatakan, puskesmas Bagu memiliki fokus stunting pada dua desa, salah satunya adalah Desa Sintung. Desa ini memiliki kasus stunting yang sangat tinggi, yaitu terdapat kasus anak stunting di atas 100 kasus.
Dalam menanganinya, selama ini pihak Puskesmas Bagu membuka kelas ibu hamil yang berisiko tinggi, pemberian biskuit untuk ibu hamil kurang energi kronis (KEK) dan anemia, pemberian makanan tambahan (PMT), dan memberikan edukasi pengolahan makanan lokal.
“Kami juga punya survei mawas diri untuk melihat kemampuan ekonomi masyarakat. Hasilnya, rata-rata ekonomi masyarakat kami, yaitu kelas menengah ke bawah. Pekerjaan mereka pun paling banyak petani dan ibu-ibu berjualan. Mereka pun tidak memiliki tabungan kesehatan dan pendidikan. Survei menyatakan bahwa 70 persen keluarga memiliki anggota rumah tangga perokok,” kata dr. Lale.
Selain mendukung program pemerintah, pengmas ini juga merupakan perwujudan Sustainable Development Goals (SDGs) pertama, yaitu “Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk di Mana pun”. Perwujudan tersebut dilakukan dengan penanaman pentingnya melakukan wirausaha, termasuk pengelolaan keuangan rumah tangga. Masyarakat diharapkan tidak membelanjakan uangnya untuk membeli rokok karena penelitian menunjukkan kaitan yang signifikan antara konsumsi rokok dan tingkat kemiskinan.
Pengmas juga mendukung SDGs ke-2, yaitu “Mengakhiri Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan dan Gizi yang Baik, serta Meningkatkan Pertanian Berkelanjutan” dan SDGs ke-3, yaitu “Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia” yang diharapkan dapat dicapai dengan menanamkan pentingnya membelanjakan uang yang tersedia untuk membeli makanan bergizi dan peningkatan pendidikan daripada untuk membeli rokok, serta peningkatan kesejahteraan dengan berbagai upaya wirausaha.
Selanjutnya: Berhenti merokok juga pengaruhi kesehatan mental
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Cek artikel lain di Google News
Discussion about this post