Jakarta, Prohealth.id – Badan Kesehatan Dunia (WHO) di tengah upaya pengendalian pandemi meluncurkan panduan untuk tenaga medis cara membantu merencanakan kehamilan dan keluarga.
Panduan ini penting utamanya dalam masa krisis serta upaya mengaplikasikan panduan ini secara digital. Tak hanya itu, panduan ini akan membantu mengedukasi remaja dan perempuan atas risiko penularan HIV.
Dikutip dari WHO, ada 1,9 triliun perempuan dalam usia aktif reproduksi (15-49) di seluruh dunia pada tahun 2019, hanya 1,1 triliun perempuan yang menjalankan program keluarga berencana (KB). Ada 842 juta yang menggunakan alat kontrasepsi, dan 270 juta tidak menggunakan alat kontrasepsi.
Selain itu, porsi kebutuhan menjalankan program KB menurut standar Sustainable Development Goals (SDG) mengalami stagnansi yakni hanya 77 persen dari 2015 sampai 2020, tetapi naik menjadi 58 persen khusus di wilayah Afrika. Selama ini hanya kondom yang digunakan untuk mencegah kehamilan dan transmisi penyakit seksual menular termausk HIV. Padahal, tidak ada kaitan langsung antara penyakit menular seksual dengan penggunaan alat kontrasepsi. Oleh karenanya, WHO mencatat pentingnya hak asasi manusia menjaga kesehatan reproduksi dan hak anak dengan penggunaan alat kontrasepsi.
Menurut Direktur Hak Kesehatan Reproduksi dan Seksual WHO, Dr. Pascale Allotey mengatakan, program keluarga berencana adalah program penting dalam upaya aktualisasi diri, pembangunan, selaras dengan jaminan kesehatan dan kesejahteraan keluarga.
“Program keluarga berencana menurunkan risiko kematian akibat melahirkan sekaligus upaya preventif dari kehamilan yang tidak direncanakan dan praktik aborsi yang berbahaya,” ujar Dr. Pascale dikutip dari siaran pers WHO yang diterima Prohealth.id, Selasa (15/11/2022).
Akibat dari masa krisis kesehatan belakangan ini, layanan keluarga berencana juga ikut terdampak. Selama masa pandemi COVID-19 per tahun 2022, sekitar 70 persen negara di dunia melaporkan naiknya risiko kehamilan di luar perencanaan, dan transmisi penyakit seksual menular.
Untuk membantu kondisi serupa di masa depan, panduan ini diharapkan bisa membantu masyarakat untuk secara berkelanjutan menerapkan program keluarga berencana selama masa krisis maupun epidemi. Beberapa hal yang diadaptasi antara lain; perluasan terhadap alat kontrasepsi, distribusi langsung melalui farmasi resmi untuk alat kontrasepsi.
Para pakar kesehatan juga mengambil langkah dengan mendukung akses terhadap alat kontrasepsi yang terkendala selama pandemi. Alat kontrasepsi nantinya akan didukung dengan daya tahan penggunaan jangka panjang.
Beberapa contoh alat kontrasepsi pribadi yang harus disediakan antara lain; kondom, pil kontrasepsi, termasuk dengan metode injeksi DMPA yang mana lebih aman penggunaannya. Banyak perempuan yang saat ini memilih alat kontrasepsi melalui injeksi dan bertahan 2-3 bulan.
Ilmuwan dan penulis panduan ini, Dr. Mary Gaffield menambahkan, buku ini juga mencantumkan sejumlah rekomendasi agar menjadi buku pegangan teknis bagi semua orang yang tengah merumuskan program keluarga berencana.
“Metode ini aman digunakan oleh semua perempuan, oleh karenanya, semua perempuan harus memiliki akses terhadap panduan ini dan menemukan berbagai cara unik mencapai tujuan dan hak kesehatan mereka selama hidup,” tuturnya.
Dia menambahkan, jasa program keluarga berencana juga terjangkau oleh semua golongan masyarakat, pasangan, maupun individu yang memilih untuk aman dan sehat merencanakan kesehatan keluarga berencana dan hak seksual reproduksi.
Untuk pertama kalinya, buku pegangan ini menambahkan juga panduan keluarga berencana bagi perempuan dan orang dewasa yang berisiko HIV, termasuk orang yang hidup dan tinggal di lingkungan berisiko HIV, utamanya mereka yang memiliki lebih dari satu pasangan atau hidup bersama orang dengan HIV.
Kelebihan lain, buku ini juga menambahkan panduan dari WHO dalam penanganan kanker serviks dan juga upaya prevetif mencegah kanker serviks melalui skrining dan perawatan, yang mana semuanya bisa dikerjakan dalam program keluarga berencana. Dengan begitu seseorang bisa mengelola risiko infeksi penyakit menular seksual maupun perawatan pasca aborsi dalam perspektif keluarga berencana.
Buku ini diluncurkan di Pattaya, Thailand, dengan dukungan dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health dan the United States Agency for International Development (USAID).
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post