Merokok dapat membunuhmu! Atau, merokok dapat menyebabkan Anda menderita hipertensi (tekanan darah tinggi), juga sudah menjadi rahasia umum yang bahkan terpasang dalam kemasan rokok. Uniknya, angka merokok yang belum sepenuhnya terkendali masih memicu angka sakit hipertensi.
Menurut informasi dari Profil Kesehatan Kota Depok tahun 2018, kejadian hipertensi di wilayah tersebut mencapai 34,11 persen dari seluruh kasus. Penyakit tidak menular dan penyakit degeneratif merupakan mayoritas pola penyakit pada pasien rawat jalan rumah sakit pada rentang usia 45 sampai 75 tahun. Diabetes Mellitus menempati urutan teratas dengan prevalensi 18,78 persen, diikuti oleh hipertensi. Hipertensi primer yang mencapai 31,69 persen kasus, diikuti dispepsia sebesar 8,48 persen, dan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) mencapai 8,21 persen.
Hal ini pun telah dibuktikan dalam penelitian yang berjudul “Tingkat Kecukupan Kalium, Kalsium, Magnesium, Kualitas Tidur dan Tingkat Stres dengan Tekanan Darah pada Dewasa akhir di Sawangan Depok”, yang diteliti oleh Salsabila Sefriantina, Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA dari program studi ilmu gizi pada tahun 2022.
Dalam penelitian tersebut ia telah melakukan penelitian di sekitar wilayah Kecamatan Sawangan, Depok, beberapa puskesmas yakni di Cinangka, Pasir Putih Sawangan, Pengasina, dan juga Puskesmas Kedaung, didapati data prevalensi hipertensi mencapai 30,3 persen.
“Sebelum saya melakukan penelitian terkait hipertensi di Depok, saya lebih dahulu mencari tahu seberapa besar sih prevalensi hipertensi di Kota Depok, dan ternyata sekitar 34,1 persen untuk wilayah Depok pada tahun 2018,” ujar Salsabila kepada Prohealth.id, Senin, 14 November 2022.
Lebih lanjut, kata Salsabilah, dia mengambil data hipertensi, terutama di wilayah kecamatan Sawangan. Saat itu, dia belum tahu mengenai angka prevalensi terutama di Kecamatan Sawangan. Dia pun mendapatkan data dari Puskesmas yang berada di wilayah kecamatan Sawangan yang terdiri dari Puskesmas Cinangka, Pasir Putih Sawangan, Pengasinan dan juga Puskesmas Kedaung sehingga di dapati data sebesar 30,3 persen prevalensi hipertensi di wilayah kecamatan Sawangan.
“Dan juga saya melakukan beberapa studi pendahuluan di wilayah Kecamatan Sawanagan, sekitar 86,6 persen masyarakat di wilayah Sawangan itu mengalami hipertensi,” sambungnya.
Memperkuat pernyataan Salsabila, data dari Dinas kesehatan Kota Depok menunjukkan, hasil pengukuran tekanan darah pasien di usia lebih dari 18 tahun pada tahun 2018 pasien yang terlaporkan dengan penyakit hipertensi di puskesmas, rumah sakit, klinik. dan praktek dokter Kota Depok mencapai 190.813 kasus dari 862.131 pasien yang dilakukan pengukuran tekanan darah, atau setara 22,13 persen. Kasus Hipertensi di Puskesmas tertinggi dilaporkan oleh Puskesmas Pancoran Mas sebesar 17.634.
Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, adalah suatu kondisi yang masih banyak terjadi pada masyarakat umum. Kondisi ini masuk dalam katagori Penyakit Tidak Menular (PTM), yang penyebab utamanya meliputi faktor genetik dan gaya hidup.
Salsabila menjelaskan, berdasarkan penelitian yang dia lakukan, tingginya penderita hipertensi di Depok banyak disebabkan oleh pola konsumsi masyarakat Depok yang kurang baik. Misalnya, banyak masyarakat yang tidak memperhatikan kandungan makanan yang mereka konsumsi.
“Banyak makanan yang mengandung natrium tinggi. Terus, banyak masyarakat yang memakai garam tidak sesuai anjuran. Misalnya, berlebihan. Garam itu kan baiknya hanya satu sendok teh,” tutur Salsabila.
Penelitian Salsabila juga menemukan, pola tidur warga Depok yang kurang baik sehingga memicu hipertensi. Akibatnya, di Kecamatan Sawangan saja, Salsabila menemukan rata-rata penderita hipertensi didominasi usia 45-54 tahun.
Pengakuan pasien
Gandi (60), seorang pekerja serabutan kuli bangunan, memiliki riwayat hipertensi sejak usia muda. Gandi memiliki riwayat hipertensi karena mempunyai keturunan riwayat hipertesi dari almahrum ayah. Gandi tiba-tiba terjatuh hingga di bawa RSUD Depok pada senin, 7 November 2022. Setelah mendapatkan rawat inap ia mengalami darah tinggi yang sedang tinggi.
Penyebab awal ia mengalami riwayat hipertensi selain keturunan karena Gandi kerap abai dengan kesehatan mulai dari pola makan yang tidak diperhatikan, sering merokok, minum kopi, dan begadang.
“Gak ada yang saya rasain tiba-tiba saya jatuh dan di bawa ke rumah sakit RSUD, terus kata dokter darah tinggi saya tinggi. Nah dari situ saya kurangin rokok, saya udah jarang merokok, kalau dulu iya bisa 1 hari 4 bungkus,” ungkap Gandi kepada Prohealth.id, Kamis 17 November 2022.
“Saya nggak merasa pusing dan sesak, tetapi kalau jalan kayak mau jatuh, tiba-tiba lemas, kalau jalan kaki saya nggak kuat dan sakit. Kata dokter, kaki saya sakit karena darahnya sedang tinggi jadi gemetar. Waktu jatuh di depan masjid kan saya langsung dibawa ke rumah sakit, terus di cek dokter [tekanan] darahnya 200 lebih,” sambung Gandi.
Sementara itu, Lahmudin (52) bekerja sebagai satpam di salah satu perumahan wilayah Sawangan juga menderita hipertensi yang tidak mengalami keluhan dan tidak memiliki riwayat hipertensi genetik. Namun saat ini Lahmudin telah mengalami penyakit hipertensi selama 7 bulan mulai dari Mei 2022.
“Zaman dahulu saya nggak punya keturunan darah tinggi, tetapi sekarang saya dan adik saya baru punya riwayat darah tinggi. Awal mulanya tuh habis Lebaran 2022 ini, saya makan daging rendang dan daun singkong, terus kebetulan ada pengecekan darah di dekat rumah, saya datang dan saya cek. Nah dari situ saya tau kalau darah saya tinggi, terus nggak turun-turun. Sampai akhirnya beberapa bulan kemudian ketika saya lagi kerja badan saya nggak enak dan tiba-tiba mulut saya kok cadel, disitu saya langsung izin pulang. Sampai rumah saya lagsung istirahat dan tiba tiba saya tidak bisa bangun dan mulut saya sudah menyon. Terus anak saya bawa kerumah sakit dan ternyata darah tinggi saya tambah naik dan di nyatakan stroke ringan,” ungkapnya.
“Jalan 7 bulan Alhamdulillah sekarang saya sudah membaik, sekarang darah saya juga sudah menurun jadi 100/83 tetapi pola makan, tidur, rokok dan kopi harus dikurangi kata dokter. Dan memang saya juga dari dahulu sebelum sakit nggak sering ngerokok dan kopi, sebulan aja bisa setengah bungkus. Jadi, kalau disuruh mengurangi ya saya malah berhenti ngerokok dan ngopi sekarang. Bukan itu aja si saya juga banyak pantangan makan karena ada asam urat,” tuturnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Prohealth.id, semakin tinggi tekanan darah, semakin tinggi risiko kerusakan pada jantung dan pembuluh darah pada organ besar seperti otak dan gagal ginjal. Dikutip dari rilis Kementerian Kesehatan, jika tidak terkontrol, hipertensi dapat menyebabkan terjadinya komplikasi seperti penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal, retinopati (kerusakan retina), penyakit pembuluh darah tepi dan gangguan saraf.
Senada dengan itu, Salsabila melalui penelitianya menjelaskan dampak dari hipertensi.
“Dampak dari hipertensi sendiri itu banyak banget. Hipertensi itu dapat kita ketahui ini adalah salah satu gangguan pembuluh darah yang diakibatkan suatu zat gizi, seperti terhambatnya suatu zat gizi, dan juga supply oksigen ke jaringan tubuh lainnya. Dampaknya juga bisa berpengaruh seperti menyebabkan jantung koroner, diabetes militus, dan juga bahkan ada beberapa dampak yang menimbulkan langsung ke kematian. Karena hipertensi adalah salah satu penyakit yang dinamakan silent killer,” jelas Salsabila.
Harus diingat, hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan darah di arteri (pembuluh darah). Akibatnya, jantung harus bekerja lebih keras dari biasanya untuk memompa darah melalui pembuluh darah akibat peningkatan ini. Pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik digunakan untuk menentukan apakah otot jantung berkontraksi (sistol) dan berelaksasi di antara denyut (diastol). Profil Kesehatan Kota Depok (2018) menuliskan, dalam kondisi istirahat, tekanan darah normal kisaran sistolik dan diastolik masing-masing adalah 100-140 dan 60-90 mmHg. Ketika tekanan darah secara konsisten 140/90 mmHg atau lebih tinggi, maka hipertensi mudah berkembang.
Melalui Instagram, Prof. dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD-KHOM, Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Subspesialisasi Hematologi Onkologi Medik RSCM menyatakan hipertensi bisa menurun kepada anak. “Salah satu orang tua darah tinggi, anaknya risiko tekanan darah tinggi. Kalau kedua orang tua darah tinggi maka risiko anak mengalami darah tinggi lebih besar lagi,” tutur Prof. dr. Zubairi.
Prof. Zubairi juga mengingatkan ada faktor lain yang paling memicu hipertensi yaitu kebiasaan keluarga. Kebiasaan yang dibentuk orang tua ini akan diwariskan kepada anak. Misalnya makan banyak lemak, tidak olah raga, jarang makan sayur dan buah, merokok, semua hal ini adalah faktor hipertensi.
“Jika kebiasaan ini menurun ke anak, maka risiko untuk darah tinggi bertambah,” ungkapnya.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post