Jakarta, Prohealth.id – Memasuki penghujung tahun 2022 dan menuju awal 2023 maka banyak dari kita membuat resolusi tentang apa yang akan dicapai di tahun 2023.
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Prof. Tjandra Yoga Aditama menjelaskan ada banyak macam resolusi yang dibuat di berbagai sendi kehidupan, dan salah satu diantaranya adalah tentang kesehatan.
“Nah, untuk ini, untuk para perokok akan amat baik kalau di hari-hari sekarang ini membuat resolusi hidup sehat dengan berhenti merokok,” kata Prof. Tjandra melalui pesan singkat yang diterima Prohealth.id, Jumat (30/12/2022).
Dia menjelaskan terkadang ada keluhan bahwa berhenti merokok tidak mudah. Menurut Guru Besar Spesialis Paru Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) ini, persepsi ini tak sepenuhnya benar, karena dengan niat yang kuat maka seseorang akan dapat berhenti merokok, apalagi kalau ada dukungan dari keluarga atau kerabat dekat.
Secara metodologi setidaknya ada tiga cara cara berhenti merokok.
Jika dengan upaya sendiri yang melalui dua kemungkinan.
Pertama, Langsung berhenti total. Cara ini seringkali lebih tinggi angka keberhasilannya, tapi juga kemungkinan kambuh lebih besar.
“Untuk itu, kalau sudah berhasil berhenti merokok secara langsung tanpa bertahap, maka harus ada kegiatan kompensasi sesudahnya, seperti konsumsi buah, olah raga dan lain-lain, agar tidak kambuh ingin merokok lagi,” kata Prof. Tjandra.
Kedua, kurangi konsumsi atau turun secara bertahap, baru lalu berhenti. Untuk ini angka kekambuhan lebih kecil, hanya angka keberhasilan juga mungkin tidak sebesar bila dibandingkan dengan cara berhenti total langsung.
Untuk meningkatkan angka keberhasilan cara tersebut maka ada tiga cara yang bisa ditempuh. Pertama, tentukan jam atau waktu merokok dalam satu hari, artinya kita hanya boleh merokok pada jam yang ditentukan, bukan pada waktu ingin merokok. Kedua, tetapkan secara pasti berapa penurunan jumlah batang rokok yang dihisap dari waktu ke waktu serta kapan tanggal untuk akhirnya berhenti dan tidak merokok lagi. Ketiga, dengan melibatkan penuh keluarga dan kerabat untuk ikut mengawasi dan mengingatkan jadual penurunan batang rokok yang dihisap serta me wanti-wanti tentang kepatuhan pada kesepakatan tanggal untuk pada akhirnya berhenti merokok.
Selain itu, baik yang berhenti mendadak langsung atau bertahap, maka setelah berhenti agar sedapat mungkin menghindari kelompok perokok, menyingkirkan asbak dan mungkin korek api yang dulu biasa dipakai serta mengadaptasikan diri dengan lingkungan bersih bebas asap rokok.
Cara berhenti berikutnya adalah dengan mengandalkan bantuan ahli, baik petugas kesehatan, psikolog atau motivator berhenti merokok lainnya. Cara yang dipakai antara lain; dengan konsultasi perorangan atau kelompok, bantuan lewat telepon, pemanfaatan brosur dan tips tertentu dan lain-lain. Juga dapat dilakukan melalui dukungan kegiatan spiritual dan atau pendekatan tertentu.
Khusus untuk petugas kesehatan yang menanganinya, ada dua pendekatan yang bisa dilakukan. Cara 5 A, yaitu Ask, Advise, Assess, Assist dan Arrange – Follow-up contact.
Berikutnya adalah cara 5 R, yaitu Relevance, Risk, Rewards, Roadblocks dan Repetition. Pendekatan psikososial akan sangat terbantu dengan adanya lingkungan bebas asap rokok dan kebijakan publik yang mendukungnya.
Cara lain adalah menggunakan. Untuk ini ada beberapa pilihan yang dapat digunakan, walaupun tidak semua tersedia di Indonesia.
“Yang dapat digunakan antara lain adalah jenis antidepresan seperti bupropion, dan nortriptyline, dan juga clonidine dan varenicline. Di luar negeri juga banyak digunakan nicotine replacement therapy (NRT) yang ada 5 bentuknya, transdermal nicotine patches, gum, lozenges, sprays, inhalers,” jelas Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara ini.
Dengan demikian, tiga cara di atas dapat di gunakan, sesuai dengan pertimbangan keadaan tiap perokok.
“Yang paling penting adalah adanya niat yang kuat untuk berhenti merokok, disertai dengan dukungan keluarga dan kerabat dekat,” ungkap Mantan DirJen Pengendalian Penyakit serta Mantan Kepala Balitbangkes tersebut.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post