Pada tahun 2020, hampir 2,3 juta wanita di dunia terdiagnosa kanker payudara dan 685.000 di antaranya meninggal dunia. Di Indonesia terdapat 65.000 kasus kanker payudara dan 22.000 di antaranya meninggal dunia.
Data dari Globocan 2020 juga menunjukkan bahwa kanker payudara menduduki daftar teratas dari kasus baru di antara kasus kanker dan semua penyakit tidak menular lainnya.
Farida, salah satu dari tiga perempuan yang terdiagnosis menderita kanker payudara, mengaku tidak menyadari bahwa benjolan di tubuhnya sebenarnya adalah kanker.
“Semua berawal ketika saya melihat kampanye Indonesia Goes Pink 2021 di media sosial, di mana salah satu programnya memberikan skrining gratis untuk 1.000 wanita. Saya langsung mendaftarkan diri untuk memeriksakan benjolan di tubuh saya,” jelas Farida.
Hasil pemeriksaan tersebut menyatakan bahwa Farida terdiagnosis kanker stadium II. Melalui deteksi ini Farida dapat lebih cepat menentukan langkah pengobatan selanjutnya.
Farida lalu menjalani perawatan lanjutan, yaitu operasi dan kemoterapi yang mendapat dukungan penuh dari keluarganya. Sebuah keputusan yang sulit, namun keinginan untuk pulih dan dukungan moral dari keluarga Farida membantu mengalahkan ketakutan dan kekhawatirannya.
Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) Sumatera Utara, dr. Denny Rifsal Siregar, Sp.B(K)Onk., M.Kes menjelaskan, kebanyakan kasus terjadi karena keterlambatan penanganan sehingga saat datang ke dokter sudah dalam stadium lanjut.
“Secara umum, ada dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kanker payudara, yaitu faktor yang tidak dapat dicegah dan faktor yang dapat dicegah,” ujarnya.
Faktor yang tidak dapat dicegah ialah wanita, usia, dan genetik. Sedangkan faktor yang dapat dicegah yaitu tidak menyusui, wanita menikah tapi tidak memiliki anak, melahirkan anak pertama usia 30 tahun, konsumsi obat hormonal jangka panjang, konsumsi lemak berlebih dan alkohol, serta perokok aktif dan pasif.
Menurut dr. Denny mendeteksi kanker payudara dapat dilakukan sejak dini melalui SADARI alias Periksa Payudara Sendiri. SADARI dapat dilakukan sebulan sekali pada 7-10 hari setelah selesai haid, semenjak wanita mulai mendapatkan haid pertama atau pada usia 12 tahun. Untuk wanita di atas 40 tahun, dapat melakukan mamografi satu tahun sekali sebagai bentuk deteksi dan pencegahan.
Berdasarkan pengalamannya tersebut dan selaras dengan penjelasan dr. Denny, Farida, si penyintas kanker payudara in pun menyadari pentingnya SADARI (pemeriksaan payudara sendiri) dan SADANIS (pemeriksaan payudara klinis).
“Saya menyadari pentingnya SADARI dan SADANIS. Jika saja saya tidak melakukan pemeriksaan, maka saya tidak akan tahu bahwa saya menderita kanker payudara hingga hari ini. Oleh karena itu, saya menghimbau dan mendorong semua perempuan untuk melakukan SADARI dan berani untuk terus melakukan SADANIS karena seperti kata pepatah: semakin cepat akan semakin baik,” jelas Farida.
Mamografi bisa juga untuk wanita di bawah 40 tahun, jika memiliki gejala dan faktor risiko seperti riwayat kanker payudara dalam keluarga. Bagi wanita yang memiliki riwayat kanker payudara, bisa melakukan pemeriksaan BRCA 1 dan BRCA 2 sebagai deteksi. Jika hasil pemeriksaan positif, maka preventif mastektomi dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kanker payudara dengan berkonsultasi dahulu ke dokter yang menangani.
“Untuk mencegah kanker payudara, masyarakat dapat melakukan pola hidup dan pola diet yang sehat. Di antaranya, selalu berpikir positif, menjaga lifestyle yang baik dengan berolahraga, mengatur diet yang baik dengan mengurangi konsumsi lemak berlebih, menghindari alkohol dan rokok, juga selalu konsultasi dengan dokter jika konsumsi obat hormonal jangka panjang,” papar dr. Denny.
Nutrisi makanan khusus pasien kanker memiliki peranan penting dalam mendukung meningkatkan nafsu makan dan berat badan penderita kanker akibat dari efek samping terapi atau dampak buruk dari penyakit yang diderita pasien kanker.
Untuk mendukung program mengatasi kanker, PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) melalui Indonesia Cancer Care Community (ICCC), komunitas binaan Kalbe Ethical Customer Care, mensosialisasikan deteksi dini kanker hingga mengajak masyarakat Medan, Sumatra Utara dengan senam bersama. Kegiatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit kanker.
Pihak ICCC juga bekerja sama dengan Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Sumatera Utara. YKI Sumut aktif setiap hari Jumat melaksanakan promosi kesehatan cegah kanker dengan pola hidup bersih dan sehat. Salah satunya, membagikan leaflet kepada masyarakat melalui pengurus masjid, kader kesehatan, dan tokoh masyarakat, agar dapat disebar luaskan pada masyarakat.
Sekretaris YKI Sumatera Utara, Dr. Siti Zahara Nasution, S.Kp., MNS., menjelaskan kanker payudara merupakan penyebab kematian terbanyak akibat kanker pada perempuan. Kondisi ini merata, baik di dunia, Asia, maupun di Indonesia, dan Sumatera Utara.
“YKI secara rutin melaksanakan workshop terkait pencegahan kanker payudara dengan sasaran seluruh pengurus YKI kabupaten/kota se-Sumatera Utara dan perangkat pemerintahan, yaitu camat, lurah, pengurus PKK, kader kesehatan, dan masyarakat awam,” ucapnya.
Selain tenaga medis, perusahaan farmasi, perusahaan teknologi kesehatan seperti Philips melalui Philips Foundation berkomitmen untuk mendukung kampanye deteksi dini.
Margot Cooijmans, Direktur Philips Foundation, menegaskan solusi perawatan kesehatan inovatif guna mengatasi masalah kesehatan di mana sumber daya terpenting masih belum tersedia.
“Kami akan terus terlibat dalam kegiatan intervensi awal, terutama bagi masyarakat kurang mampu di Indonesia,” kata Margot dalam rangka menyediakan layanan deteksi dini bagi masyarakat kurang mampu.
Pim Preesman, Presiden Direktur Philips Indonesia, menambahkan, sebagai perusahaan teknologi kesehatan, Philips mendorong perempuan untuk menjalani pemeriksaan secara rutin dan berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui tanda-tanda kanker payudara sejak dini. Dia menjamin bahwa pihaknya berkomitmen untuk selalu menghadirkan solusi tercanggih untuk mendukung para tenaga medis profesional dalam mendeteksi kanker payudara dan membantu mereka untuk memberikan diagnosis yang lebih baik.
“Dengan begitu, perawatan yang diberikan akan sesuai dengan kebutuhan pasien,“ ungkap Pim.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post