Dinas Kesehatan Jawa Timur mengumumkan temuan 249 kasus leptospirosis yang sampai 9 Maret 2023 mengakibatkan 9 orang pasien akhirnya meninggal dunia. Menanggapi hal tersebut Gubernur Jawa Timur Khofifah mengatakan kasus ini sudah makin mengkhawatirkan dibandingkan tahun lalu dengan catatan 606 kasus dalam setahun.
Adapun wilayah Jawa Timur yang ditemukan ada kasus leptospirosis antara lain; Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sampang, dan Kabupaten Tulungagung.
Dikutip dari rilis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), leptospirosis adalah enyakit yang ditularkan melalui kontak kulit atau selaput lendir dengan tanah, lumpur, atau air yang terkontaminasi dengan urin hewan pengerat yang terinfeksi bakteri leptospira. Oleh karenanya, jika anak-anak mengalami luka kecil di kakinya, ia harus berhati-hati agar tidak masuk ke air yang terkontaminasi penyakit ini.
Menurut DR. Dr. Anggraini Alam, Sp.A(K), selaku Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia untuk mencegah leptospirosis anak-anak sebaiknya diminta untuk bermain di dalam ruangan saat hujan deras, membersihkan tubuh dari lumpur dan kenakan pakaian yang bersih saat sampai rumah, rajin membersihkan tangan dengan disinfektan atau sabun dengan air mengalir, menutup luka dengan plester, jika kontak dengan air banjir, maka gunakan pelindung diri seperti sepatu boot dan celana panjang.
“Ajarkan anak untuk menginformasikan segera kepada orang tua apabila mengalami gejala kurang enak badan atau tidak nyaman di tubuh. Lalu bagi para orang-tua, segera lakukan vaksinasi untuk anak untuk menghindari berbagai penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi,” tuturnya.
Leptospirosis merupakan salah satu penyakit zoonosis dan jenis penyakit infeksius. Zoonosis adalah penyakit yang ditularkan dari manusia ke hewan dan sebaliknya. Berdasarkan data dari Kementerian Koordinasi Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK), sebanyak 60 persen penyakit baru di dunia teridentifikasi sebagai zoonosis dan penyakit infeksius. Indonesia, berpeluang menjadi hotspot atau sumber penyebaran zoonosis dan penyakit infeksius terbesar di Asia.
Asal tahu saja, 2,7 kematian di dunia disebabkan oleh penyakit zoonosis. Oleh karenanya, Kemenko PMK mengeluarkan Permenko PMK Nomor 7 tahun 2022 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru. Permenko ini akan menjadi panduan implementasi strategi One Health.
Menurut Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Teguh Setiabudi, inovasi peraturan dari Kemenko PMK selaras dengan aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Kami dari Kemendagri menyambut baik peluncuran Permenko 2022, tentang Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksius. Ini sesuai tugas, fungsi, dan peran agar segera menindaklanjuti dari provinsi, kabupaten/kota,” ujar Teguh.
Untuk memperkuat implementasi pencegahan zoonosis dan penyakit infeksius, Kemendagri juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor 400.5.2/1387/SJ tentang Pencegahan dan Pengendalian Terhadap Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru di Daerah.
Intervensi One Health
Dalam Universal Health Coverage Day 2022 lalu di Bali, dunia internasional sedang mempersiapkan diri pada ancaman pandemi masa depan. Pasalnya, masalah kesehatan nanti bukan lagi sebatas persoalan fasilitas dan pelayanan, tetapi juga pentingnya mewujudkan jaminan kesehatan untuk semua. Mau tak mau dibutuhkan kerjasama kolaboratif lintas sektor untuk menjamin kesehatan masyarakat dan semua ekosistem bumi.
Menurut Director Global Coordination and Partnership on antimicrobial resistance, sekaligus Director Quadripartite Joint Secretariat antimicrobial resistance dari World Health Organization (WHO), Dr. Haileysus Getahun, mekanisme One Health adalah solusi integrasi yang berkelanjutan untuk meningkatkan jaminan kesehatan manusia, hewan, dan ekosistem.
“One Health menerangkan bahwa kesehatan manusia, ruang domestik, hewan liar, tanaman, dan lingkungan termasuk ekosistem semuanya terhubung dan saling bergantung satu sama lain,” jelasnya dalam kegiatan media briefing dan workshop yang diselenggarakan oleh Asia Pacific Cities Alliance for Health and Development (APCAT).
Sementara itu Thomas Joseph selaku Head Antimicrobial Stewardship and Awareness Unit World Health Organization (WHO) menambahkan beban kesehatan saat ini paling banyak memang ada di negara-negara dengan kondisi sosial-ekonomi yang rendah. Akibatnya, kehilangan akan biodiversity dan ekosistem khususnya habitat hidup hewan, pertanian, bisa mengarah pada penyebaran bakteri dan ancaman kesehatan.
Dalam forum tersebut, Dr. Tjandra Yoga Aditama selaku Pengamat Kesehatan Masyarakat dan Advisor dai Asia Pacific Cities Alliance for Health and Development (APCAT) bersepakat bahwa strategi One Health menawarkan perlindungan terkoneksi antara manusia, tanaman, hewan, dan ketahanan lingkungan. Dia menegaskan, semua pemerintah di dunia membutuhkan kerja sama multi sektor dan kolaborasi multidisiplin ilmu antara kesehatan manusia, kesehatan hewan, pertanian, dan mitigasi perubahan iklim untuk mendukung intervensi yang efektif di level pemerintah lokal, sub nasional, pemerintah pusat, dan global untuk menjamin kesehatan semua mahkluk.
Untuk itu, Dr. Tjandra merekomendasikan setidaknya ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah zoonosis dan penyakit infeksius menjadi pandemi baru.
Pertama, meningkatkan kesadaran dan advokasi pada masyarakat. Kedua, memperkuat mekanisme Pandemic PPR alias Pandemic, Prevention, Preparedness, and Response (PPPR).
Ketiga, memperkuat peran pemerintah khususnya melalui lintas sektor. Keempat, mendorong kekuatan finansial penanganan kesehatan dengan investasi pada One Health.
Kelima adalah implementasi kepemimpinna dna kebijakan antar negara mencegah zoonosis dan pandemi melalui One Health Joint Plan of Action. Keenam, mekanisme sharing pengalaman dan peningkatan kapasitas masyarakat memahami One Health. Ketujuh, pentingnya monitoring dan evaluasi untuk mengidentifikasi peluang sekaligus tantangan implementasi One Health.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post