Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

Aduh! Tahun 2021 Angka Kelaparan Naik 828 Juta Jiwa

by Gloria Fransisca Katharina
Thursday, 14 July 2022
A A
Aduh! Tahun 2021 Angka Kelaparan Naik 828 Juta Jiwa

Dokumentasi - Carlos, bocah 22 bulan, meraih piring berisi tortilla dengan garam dan tomat matang, di rumahnya, di La Palmilla, Guatemala (9/10/2020). ANTARA/REUTERS/Josue Decavele/aa.

Jakarta, Prohealth.id – Organisasi Pangan dan Pertanian adalah organisasi internasional yang dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) mengeluarkan laporan State of Food Security and Nutrition yang menunjukkan makin sulitnya negara-negara di dunia mengatasi masalah kelaparan dan malnutrisi pada tahun 2021.

Laporan tersebut menyebutkan pandemi Covid-19 telah mengakibatkan kelaparan tingkat global meningkat sekitar 46 juta sejak 2020, dan 150 juta sejak pandemi 2019. Laporan dari PBB menemukan bukti terbaru saat ini dunia menghadapi tantangan berat untuk menekan angka kelaparan, ketersediaan pangan, dan kekurangan gizi sampai dengan 2030.

BacaJuga

Kekerasan terhadap Jurnalis Masif di Era Prabowo

Potret Makan Bergizi ‘Tragis’

Laporan The State of Food Security and Nutrition in the World (SOFI) tahun 2022 ini mengestimasikan biaya dan jangkauan untuk mewujudkan diet sehat bagi manusia. Laporan ini menunjukkan bahwa pemerintahan di seluruh dunia dapat mengkaji ulang pembiayaan mereka untuk pengembangan pertanian dengan menurunkan biaya diet sehat, terutama dengan mempertimbangkan terbatasnya sumber daya alam di seluruh dunia saat ini.

Selain FAO, laporan ini juga dikerjakan oleh International Fund for Agricultural Development (IFAD), United Nations Children’s Fund (UNICEF), UN World Food Programme (WFP), dan  World Health Organization (WHO).

Sejak 2015, proporsi manusia yang terdampak kelaparan memang cenderung naik pada 2020, berlanjut hingga 2021 sampai mencapai 9,8 persen dari populasi dunia. Kenaikan ini tercermin dari tahun 2019 yang hanya 8 persen saja menjadi 9,3 persen pada 2020.

Sekitar 2,3 miliar masyarakat dunia atau 29,3 persen menjadi kelompok rentan kekurangan bahan pangan pada 2021. Hampir 924 juta manusia atau 11,7 persen dari populasi global menghadapi krisis ketersediaan pangan dalam kondisi yang cukup parah. Kondisi ini terus meningkat 207 juta dalam dua tahun saja.

Selain itu, terjadi kesenjangan gender untuk kerentanan pangan yang berkesinambungan naik sejak 2021. Pasalnya sebesar 31,9 persen perempuan di seluruh dunia rawan kelaparan karena sulit mendapatkan akses pangan, dibandingkan 27,6 persen laki-laki. Artinya ada selisih lebih dari 4 persen, jika dibandingkan dengan selisihnya pada 2020 yang hanya 3 persen.

Sekitar 3,1 miliar manusia akhirnya tidak bisa memiliki diet yang sehat pada 2020, lebih dari 112 juta orang sejak 2019 terdampak akibat inflasi yang mengungkit harga pangan, diperparah dengan dampak ekonomi pandemi Covid-19.

Rata-rata 45 juta anak di bawah umur 5 tahun juga mengalami kekurangan gizi yang pada akhirnya menambah risiko kematian anak hingga 12 kali. Lebih lanjut, 149 juta anak bawah usia 5 tahun juga mengalami stunting dan kekurangan nutrisi, sementara ada 39 juta anak justru mengalami obesitas.

Dalam upaya melengkapi hak gizi anak melalui air susu ibu (ASI), hanya sekitar 44 persen bayi di bawah 6 bulan yang bisa mendapatkan ASI pada 2020. Pencapaian ini tentu saja masih di bawah target 50 persen yang ingin dicapai pada 2030. Perlu dicatat bahwa dua dari tiga anak tidak mendapatkan akses nutrisi sehat untuk bertumbuh dan mengembangkan potensi mereka dengan baik selama pandemi.

Laporan ini memproyeksikan hamper 670 juta orang, atau 8 persen dari total populasi dunia akan mengalami kelaparan pada 2030, sementara perbaikan ekonomi masih belum menemukan kepastian.

Laporan ini terbit bersamaan dengan perang Ukraina-Rusia yang masih berlangsung, sementara dua negara tersebut merupakan produsen terbesar untuk produk gandum dan biji-bijian. Kondisi perang menyebabkan masalah pada logistik dan distribusi pangan di seluruh dunia, sehingga menaikkan harga gandum, energi, dan makanan sehat untuk anak-anak yang mengalami malnutrisi.

Kondisi ini dikhawatirkan akan mengakibatkan krisis berkelanjutan di seluruh dunia, khususnya di negara berpendapatan rendah yang akan mengalami krisis pangan dan gizi.

“Laporan ini menggarisbawahi ada tiga kata kunci utama yaitu krisis pangan, masalah gizi, konflik, dan cuaca ekstrem, krisis ekonomi, yang semuanya meningkatkan kesenjangan,” ujar para pejabat organisasi PBB yang terlibat dalam laporan ini.

“Artinya, saat bukan memastikan apakah krisis akan berlanjut atau tidak, namun bagaimana caranya kita mengambil sikap yang berani meningkatkan ketahanan pangan di tengah ketidakpastian krisis masa depan,” sambungnya.

 

Langkah taktis pemerintah dan industri

Dalam menghadapi krisis tersebut untuk mendukung agenda pemerintah Indonesia, sejumlah stakeholder mencoba melakukan kontribusi aktif dalam akselerasi penurunan prevalensi stunting di Indonesia. Salah satunya melalui edukasi seputar pentingnya mengukur tinggi badan anak secara rutin melalui kerja sama kemitraan industri dengan pemerintah.

Stunting memang mengakibatkan seorang anak bertubuh pendek jika dibandingkan teman-teman sebayanya. Kondisi tersebut bisa dicegah dan dideteksi melalui pengukuran tinggi badan secara berkala, untuk selanjutnya dilakukan intervensi melalui pemberian nutrisi dan stimulasi yang tepat.

Guna menanggulangi stunting dibutuhkan kerja sama dengan tujuan meningkatkan kesadaran pentingnya pengukuran tumbuh-kembang secara teratur, intervensi gizi yang tepat, dan pemberdayaan institusi Pendidikan Anak Usia Dini

“Kemendikbudristek menyambut baik kerja sama dan sangat mengapresiasi upaya bersama mencari penyelesaian terhadap berbagai persoalan bangsa, termasuk terhadap kasus stunting,” terang Direktur Pendidikan Anak Usia Dini, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Muhammad Hasbi.

Tumbuh-kembang anak usia dini memberi pengaruh besar terhadap kehidupan mereka selanjutnya. Oleh karena itu, institusi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) memiliki peran strategis dalam pencegahan, mitigasi, dan penanganan kasus balita stunting melalui pengukuran tinggi badan anak secara rutin, pelaksanaan kegiatan bermain-belajar yang memberikan stimulasi psikososial dan perkembangan sesuai usia, menjadi simpul bagi layanan kesehatan dan gizi, serta menjadi wadah bagi pembelajaran seputar pola asuh dan tumbuh-kembang anak.

“Peningkatkan kualitas dan kompetensi tenaga pendidik PAUD sangat diperlukan mengingat mereka perlu menjadi sensitif gizi dan mampu mendorong stimulasi. Guru-guru PAUD perlu mengukur tinggi badan murid secara rutin, memiliki wawasan yang baik tentang pemenuhan nutrisi, pola asuh, dan sanitasi,” lanjut Hasbi.

Oleh karenanya, Presiden Direktur PT Abbott Products Indonesia Angelico Lagundi Escobar, menandatangani Perjanjian Kerja Sama tentang Dukungan Program Pendidikan Kesehatan dan Nutrisi dalam Upaya Penurunan Stunting di Indonesia. Dia berharap kerja sama ini menjadi contoh dan acuan untuk sektor maupun perusahaan lainnya agar bersama-sama dengan pemerintah bahu-membahu menghadapi berbagai persoalan yang ada di Indonesia.

Secara global, Abbott 2030 Sustainability Plan memiliki visi memerangi malnutrisi, penyakit kronis dan penyakit infeksi, dengan tujuan memperbaiki kehidupan lebih dari 3 miliar orang pada penghujung dekade.

Di Indonesia, komitmen itu dituangkan dalam program-program tahunan yang konsisten dan berkesinambungan. Salah satunya adalah peluncuran GrowthPedia pada 2020, referensi online dengan perangkat pengukur tinggi badan dan tips nutrisi untuk membantu anak-anak tumbuh optimal.

Adapun uang lingkup Perjanjian Kerja Sama Abbott-Kemendikbudristek meliputi sosialisasi pentingnya Unit Kesehatan Sekolah (UKS); Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD HI), termasuk nutrisi, stimulasi psikososial anak sebagai mitigasi stunting, perilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan gizi, dan peningkatan kesehatan. Sasaran kegiatan adalah para orangtua, tenaga pendidik PAUD, dan Bunda PAUD.

 

 

Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi

Bagikan:
Tags: anak sakitFAOhak anakkekurangan gizikelaparankelaparan globalmakanan bergiziStuntingWHO

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.