Baru-baru ini viral di media sosial metode freeze-drying atau lyophilization. Metode ini memperpanjang umur simpan ASI dari enam bulan dalam freezer menjadi tiga tahun, serta menghemat ruang penyimpanan. Prosesnya pembekuan ASI pada suhu ekstrem -50°C selama 3 hingga 5 jam. Kemudian menggunakan teknik sublimasi untuk mengubah ASI beku menjadi bubuk tanpa melalui fase cair. Biasanya, 1 liter ASI menghasilkan sekitar 140 gram susu bubuk.
Pembekuan ASI umum di rumah bisa menimbulkan perubahan fisik pada komponen utama ASI. Seperti misalnya; pecahnya membran lemak dan perubahan misel kasein, serta penurunan faktor bioaktif protein seiring lamanya penyimpanan beku. Meski dianggap praktis, metode freeze-drying masih baru dan belum sepenuhnya terbukti secara ilmiah. Belum ada rekomendasi resmi dari organisasi kesehatan seperti CDC, AAP, atau FDA.
Ketua Satuan Tugas Air Susu Ibu Ikatan Dokter Anak Indonesia, DR Dr Naomi Esthernita Fauzia Dewanto, Sp.A(K) menjelaskan, meski metode freeze-drying dapat mempertahankan struktur molekul susu, tetapi penggunaan suhu tinggi dalam proses pengeringan dapat mempengaruhi rasa dan kualitas ASI. Naomi menjelaskan, dampak pengeringan beku pada komponen vital ASI masih belum jelas.
“Tanpa bukti penelitian yang memadai, belum pasti apakah ASI freeze-dried memiliki komposisi nutrisi yang tepat. Seperti protein, lemak, karbohidrat, dan zat aktif untuk kekebalan dan tumbuh kembang bayi,” ungkapnya dalam keterangan pers, Sabtu (11/5/2024).
Satgas ASI (IDAI) mengeluarkan peringatan serius terkait promosi dan pemberian ASI freeze-dried, terutama bagi bayi dengan kondisi medis tertentu. Misalnya, bayi prematur atau gangguan kekebalan tubuh.
Naomi juga menyoroti bahwa metode freeze-drying tidak melalui prosedur pasteurisasi yang diperlukan untuk membunuh bakteri berbahaya. Risiko kontaminasi tetap menjadi ancaman, terutama saat rekonsiliasi dengan air sebelum bayi mengonsumsinya. Ia menjelaskan, zat aktif yang menjadi keunggulan ASI dapat hilang dalam proses ini. Selain itu produk susu bubuk ini tidak steril serta berisiko mengalami multiplikasi bakteri selama penyimpanan.
Dengan alasan efisiensi penyimpanan, kenyamanan bagi ibu yang sering bepergian, dan keinginan untuk terus memberikan ASI di luar masa cuti melahirkan menjadi dasar proses ini.
“Prosesnya melibatkan pembekuan ASI pada suhu ekstrim -50°C selama 3 hingga 5 jam, lalu transformasi menjadi bubuk susu melalui teknik sublimasi selama 2 hari,” ujar dia.
Praktiknya pembekuan ASI di rumah menunjukkan adanya perubahan fisik pada komponen utama ASI.
“Kerusakan pada membran gumpalan lemak, perubahan misel kasein, serta penurunan komposisi faktor bioaktif protein terjadi seiring lamanya penyimpanan beku,” jelas Naomi.
Naomi menjelaskan bahwa belum utuh pemahaman dampak dari proses freeze-drying terhadap komponen penting ASI. Meskipun proses ini dapat mempertahankan struktur molekul susu, penggunaan suhu tinggi saat pengeringan dapat mempengaruhi rasa dan kualitas ASI.
“Belum ada bukti penelitian yang memadai mengenai apakah ASI yang melalui proses freeze-drying memiliki kandungan nutrisi yang tepat bagi bayi, termasuk zat aktif untuk kekebalan tubuh dan tumbuh kembang bayi,” cetusnya.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post