Beberapa kota besar di Indonesia sudah terdeteksi sebagai kota yang masuk dalam lingkup memiliki polusi udara level berbahaya. Berdasarkan Air Quality, indeks pencemaran udara di kota-kota besar sudah diatas 300 atau berwarna merah.
Menurut Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K) selaku Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI sekaligus Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI), polusi udara ini dibagi dalam dua sumber golongan. Pertama, sumber alami misalnya dari kebakaran hutan. Kedua, dari sumber non alami yakni sisa hasil usaha manufaktur (industri).
Dua sumber polusi tersebut masih bisa dikaji mendalam berdasarkan jenisnya. Sumber dari jenis gas antara lain; Carbon oxide (CO and CO2), Sulphur oxide (SO2), Nitrogen oxide (Nox), dan Ozone. Dalam udara, polusi juga memiliki jenis partikel yaitu particle volatile organic compounds (VOC), particulate matter (PM). PM inilah yang paling berkontribusi pada kondisi polusi udara saat ini.
“Gas tadi merupakan gas iritasi. Sementara partikel PM ini bisa membuat kurangnya kandungan oksigen dalam udara,” ujar dr. Agus melalui konferensi pers, Kamis (19/1/2023).
Sumber PM biasanya berasal dari hasil pembakaran, tak terkecuali asap rokok. “Jadi, asap rokok memang masuk dalam jenis inner pollution,” tegas dr. Agus.
Kondisi ini tentu mengakibatkan anak-anak kecil lebih rentan dan mengalami beban ganda karena polusi udara. Maka, orang tua wajib membedakan jenis asma saat ini. Setidaknya ada dua jenis penyebab asma bagi anak-anak. Pertama, asma intrinsik dari sumber paparan internal misalnya rumah tangga, misalnya; asap rokok, pembakaran sampah di lingkungan rumah. Kedua, sumber ekstrinsik yang berasal dari paparan di luar rumah, misalnya; asap kendaraan bermotor.
“Kalau terhirup, sumber internal dan eksternal ini maka anak-anak rentan mengalami asma. Sebab polutan ada di level indoor dan outdoor,” ujar dr. Agus.
Dia mengakui kondisi ini sudah terafirmasi pada riset bidang kesehatan di tahun 2017 yang menemukan, para peserta didik cenderung rentan mengalami asma dari orang tua yang merokok ketimbang anak-anak yang keluarganya tidak merokok. Kondisi ini disebabkan anak-anak pengidap asma terpapar asap rokok setiap hari dari keluarganya.
“Bahaya rokok itu sumber asapnya ada nikotin yang membuat candu, ada TAR yang bersifat karsinogenik atau penyebab kanker. Ketika, karena melalui pembakaran, maka asap yang keluar dari rokok tentu bersifat partikel atau PM. Sama seperti di kendaraan dan pembakaran sampah semua yang dibakar maka asapnya berbentuk partikel,” tegas Agus.
Kondisi inilah yang menurut Agus memicu anak-anak makin rentan dengan ragam penyakit pernapasan tak terkecuali asma. Beberapa jenis penyakit lain yang mengintai anak-anak adalah; inflamasi atau peradangan paru, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan bronkitis.
“Polutan itu akhirnya masuk semua ke saluran pernapasan, dan dampaknya ke pembuluh darah dia akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Dari masalah pernapasan saja, bisa memicu hipertensi sampai jantung,” sambungnya.
Menurut dr. Agus banyak masyarakat belum peduli pada isu polusi udara dan kaitan dengan kesehatan. Padahal, polusi udara telah menyumbang kasus infeksi paru, kanker paru, dan asma sampai 47 persen.
Secara rinci, polusi internal dari keluarga meluas sampai di pedesaan. Pasalnya, kasus asma di pedesaan bisa 6-7 persen dialami oleh anak-anak. Sementara di kota-kota besar seperti Jakarta, kasus asma atau masalah pernapasan akibat polusi internal dan eksternal mencapai 11-12 persen, dua kali lipat dari pedesaan.
Oleh karenanya, Agus mengingatkan pentingnya memahami PM sebagai ancaman bagi kesehatan paru. Begitu partikel PM masuk ke paru-paru, maka ragam penyakit akan terjadi. “Biasanya sel-sel dan kelenjar pernapasan membesar. Orang jadi sulit bernapas karena rambut di paru-paru [alveoli] sulit bekerja,” sambungnya.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, langkah terbaik meminimalisir risiko anak terpapar asma akibat polusi internal adalah dengan tidak merokok. Sementara untuk menjaga kesehatan paru anak, dr. Agus juga menganjurkan air purifier dan masker sebagai pelindung bagi anak-anak di kota besar.
“Air purifier itu terbukti menurunkan kadar polusi dalam indoor (rumah tangga). Tetapi kalau di outdoor rumah tidak bisa pakai air purifier. Untuk ruang eksternal bisa pakai masker, ini sangat membantu meski sangat tergantung dari konsentrasi PM.”
Dia menambahkan, bagi orang khususnya anak-anak yang memiliki allergic disease di saluran pernapasan, sangat dianjurkan memiliki air purifier untuk menetralisir kualitas udara yang masuk ke paru-paru.
“Anda juga harus membiasakan diri belajar memantau kondisi udara di tempat tujuan Anda. Jika udaranya terpantau merah atau tidak bagus, beragam pengaman tadi perlu Anda persiapkan,” tuturnya.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post