Di rumah, anak-anak kita melihat orangtua mereka merokok. Di jalanan, setiap orang dewasa tampak asik merokok. Di sekolah, ada guru yang curi-curi tetap merokok. Akhirnya, di gang-gang atau di café, mereka melihat teman-teman mereka sendiri yang merokok.
Di jalan, anak-anak kita melihat iklan rokok berjejer tak terhitung sejak ia meninggalkan rumah sampai ke sekolah. Di media sosial, mereka melihat para influencers asyik menjajakan vape. Di aplikasi games dan berita, mereka diserbu pop up dan banner iklan rokok yang memaksa dilihat di layar gawai.
Buat kita orang dewasa yang selama ini dijejali dengan mitos industri rokok, semua tampak baik-baik saja. Semua normal dan tidak perlu dikhawatirkan. Industri rokok disebut-sebut telah berjasa membantu ekonomi negara, mereka berjasa mengembangkan bakat olahraga anak-anak kita, disebut-sebut dermawan karena banyak membantu kegiatan sosial sampai kebudayaan. Apa benar mereka membantu?
Tidak, anak-anak kita tidak baik-baik saja.
Dalam sepuluh tahun terakhir berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, perokok pemula di Indonesia naik 240 persen. Anak-anak kita semakin banyak yang menjadi perokok, sampai akhirnya sekarang mencapai 9,1 persen. Dan dalam sepuluh tahun terakhir, anak-anak kita yag menghisap rokok elektronik atau vape telah meningkat sepuluh kali lipat.
Apakah anak-anak kita akan tetap baik-baik saja?
Sepertinya kita sudah kenyang dengan informasi bagaimana rokok akan merusak tubuh kita. Kita juga paham bahwa membakar uang adalah tindakan yang merugikan ekonomi. Bahkan, beberapa lembaga dalam survei mereka masing-masing sepakat bahwa di masa pandemi yang notabene mengganggu ekonomi masyarakat, perilaku merokok orang Indonesia cenderung tetap bahkan meningkat. Kecanduan telah mengikat siapapun yang telah terpikat, bahkan sesulit apapun kondisi mereka.
Itulah masa depan anak-anak kita, kecanduan, tak bisa berhenti mengonsumsi barang yang merusak tubuh mereka, yang baru akan tampak dampaknya 10- 15 tahun kemudian. Maka, ketika anak-anak kita sekarang sudah mulai merokok sejak usia SMP, 10 – 15 tahun kemudian ketika mereka diharapkan pada puncak produktivitas, malah sakit-sakitan dan kehilangan produktivitas, merongrong ekonomi karena pengobatan dan perawatan, sampai menyusahkan keluarga. Maka, amblas sudah impian bangsa Indonesia yang digadang-gadang akan tinggal landas bersama generasi emas yang didapat dari bonus demografi di tahun 2030 – 2045.
Mengapa anak-anak kita tidak baik-baik saja karena rokok?
Karena nikotin yang menjadi sumber candu bukan hanya zat yang begitu adiktif, namun ia merusak otak bagian depan anak-anak kita. Otak bagian depan inilah yang mengatur fungsi eksekutif, yaitu kemampuan merencanakan sesuatu, membuat keputusan, memecahkan masalah, mengontrol diri, mengingat instruksi, menimbang konsekuensi, dan seterusnya. Jadi ketika otak depan anak-anak kita dirusak oleh nikotin yang kerusakannya bersifat permanen, apa yang bisa mereka hasilkan di masa depan mereka?
Dan nikotin inilah yang juga menjadi ‘senjata utama’ produk-produk baru yang sekarang ini trendi di kalangan muda, yang disebut rokok elektronik, vape, pod, mod, dan seterusnya. Nikotinnya memang berbeda dari rokok biasa yang didapat dari daun tembakau, tapi nikotin pada vape adalah nikotin sintetis yang sama mencandunya, yang seharusnya tidak bisa ditolerir dengan membiarkannya dikonsumsi anak-anak kita.
Tidak, anak-anak kita tidak baik-baik saja karena rokok, mau rokok konvensional maupun rokok baru.
Namun, kapan anak-anak kita akan baik-baik saja?
Anak-anak kita akan baik-baik saja ketika negara ini pada akhirnya melarang sama sekali iklan, promosi, dan sponsor rokok yang fungsinya mencuci otak mereka dengan citra, dan sebaliknya, menyebar iklan edukasi dan denormalisasi sebanyak-banyaknya.
Anak-anak kita akan baik-baik saja ketika Pemerintah ‘gercep’ melarang rokok elektronik beredar sebelum jadi epidemi berikutnya. Anak-anak kita akan baik-baik saja ketika Pemerintah tangkas menegakkan Kawasan Tanpa Rokok. Anak-anak kita akan baik-baik saja seandainya Pemerintah kita tak silau dengan pendapatan sementara dari industri yang punya dampak merusak jangka panjang.
Anak-anak kita akan baik-baik saja, seandainya semua orang berhenti menganggap semua masalah tentang rokok ini adalah hal yang baik-baik saja buat mereka. Selamat Hari Anak Nasional.
Penulis: Nina Samidi, Program Manager Komnas Pengendalian Tembakau
Discussion about this post