Jakarta, Prohealth.id –Konsultan Gastrohepatologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Ariani Dewi Widodo mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa ada ribuan kasus anak menelan benda asing.
Berdasarkan American Association of Poison Control Centers pada 2019, kasus menelan benda asing sebagian besar terjadi pada anak di bawah lima tahun (67.186 kasus) dan dewasa di atas 20 tahun (12.223 kasus). Ariani menuturkan, 70 persen pada anak ingesti, pada remaja seringnya tidak sengaja atau untuk maksud tertentu. Misalnya mengalami gangguan mental dan sengaja menelan benda asing atau cairan tertentu untuk bunuh diri.
“Meski merupakan masalah kesehatan yang umum di seluruh dunia, kasus ini memang bisa terjadi pada anak hingga dewasa,” katanya dalam diskusi daring IDAI di Jakarta, Kamis (9/11/2023) lalu.
Meski tingkat keberhasilan dalam menyelematkan pasien dengan kasus ingesti dengan endoskopi hingga 88,5 persen hingga 100 persen namun orang tua diharapkan Ariani untuk tetap melakukan pencegahan secara menyeluruh.
“Banyak orang tua yang kurang memperhatikan keselamatan anak-anaknya dengan menjauhkan mereka dari benda-benda berbahaya, atau misalnya di rumah sudah sangat aman namun di tempat lain orang tua juga tidak lalai menjaga dan memperhatikan benda-benda yang berpotensi ditelan anak,” ungkapnya.
Terkadang orang tua, dikatakan Ariani, kurang menyadari jika anaknya mengalami Ingesti sehingga kebanyakan yang datang ke dokter sudah beberapa waktu sehingga anak terlambat mendapatkan penanganan.
“Segeralah dibawa ke dokter untuk mendapatkan penangan yang cepat dan tepat,” beber lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Ariani mengungkap beberapa gejala jika anak mengalami kasus Ingesti, misalnya tidak bisa menelan atau kesulitan makan (disfagia), nyeri saat menelan (odinofagia), nyeri pada dada jika benda tajam atau besar masuk lewat saluran cerna dan turun perlahan dan mengakibatkan nyeri, benda asing jika masuk ke saluran nafas (stidor), nafas bunyi (mengi), sensasi mengganjal, air liur berlebihan (hipersalivasi), dan menolak makan. Kesalahan dan keterlambatan penanganan hingga menyepelekan kasus, dikatakan Ariani membuat anak berada dalam bahaya dan mengancam nyawa.
“Pertolongan pertama secara mandiri tanpa memahami benda apa yang tertelan akan berakibat infeksi lebih parah,” katanya.
Cedera akibat ingesti, dikatakan Ariani berakibat fatal di saluran yang menghubungkan saluran kerongkorngan ke lambung (Fistula trakeaesofagus), lubang kerongkongan (Perforasi esophagus), penyempitan esophagus, kelumpuhan pita suara, dan komplikasi serius lainnya.
“Benda asing yang tersangkut di saluran nafas termasuk kondisi darurat karena berpotensi menutup saluran nafas,” katanya.
Dokter biasanya akan melakukan beberapa penanganan tepat bagi pasien dengan kasus Ingesti. Ia menyatakan, pemeriksaan menyeluruh dan menganalisa terperinci mencakup sifat, jumlah, waktu dan pengebab ingesti dan diikuti pemeriksaan fisik. Hal ini dilakukan secara hati-hati demi menghindari risiko aspirasi dalam kasus sekresi berlebih.
Hindarkan benda Asing berbahaya di sekitar anak
Beberapa benda asing tajam, dikatakan Ariani berisiko merusak menusuk dan melubangi saluran cerna, menyebabkan saluran nafas hingga lambung bocor.
“Jika jarum pentul yang masuk terlebih dahulu bagian yang tajam ke dalam kerongkongan maka berpotensi mencap di lambung,” ujarnya.
Baterai dan koin juga tak kalah berbahaya, dikatakan Ariani jika baterai jam besar yang tertekan berpotensi membaut jaringan baterai yang terbuat dari litium.
“Hal yang berbahaya jika jaringan baterai rusak di dalam saluran cerna berpotensi menghancurkan usus,” ungkap dia.
Magnet dalam mainan anak hingga magnet kulkas juga kerap ditangani Ariani. Menurutnya jika magnet tertelan lebih dari satu, hal itu akan menjepit jaringan dan membuat jaringan organ dalam mati atau rusak hingga menimbulkan lubang dalam saluran cerna.
Cairan berbahaya juga menjadi catatan tersendiri, Ariani menyebut cairan asing yang tertelan juga menyebabkan gangguan dan kerusakan parah saluran cerna.
“Kami mendapati kasus anak yang tidak sengaja menelan asam sulfat di tengah pandemi. Lambung rusak, lubang dari lambung ke usus nggak ada. Akhirnya operasi dan dibuat saluran baru. Untung selamat,” bebernya.
Dalam kasus cairan asing, ditegaskan Ariani, orang tua tidak boleh membuat anak memuntahkan kembali cairan tersebut.
“Jika cairan berbahaya tersebut kembali melewati kerongkongan akan berpotensi henti nafas hingga kematian,” tegasnya.
Ariani mengimbau kepada orang tua agar melakukan pencegahan dengan menjauhkan barang dan cairan berbahaya dari jangkauan anak-anak. Ia mengingatkan, orang tua tidak boleh lalai dengan anak, bersih-bersih rumah secara berkala.
“Anak-anak belum memahami hal berbahaya jangan menaruh cairan berbahaya di botol bekas minuman, taruh di tempat tertutup dan di kunci, jagalah anak-anak kita,” tutupnya.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post