Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis

Angka Perokok Anak Masih Tinggi, Pemerintah Hanya Membisu

Indonesia Emas tak akan tercapai jika generasi muda masih menjadi target industri rokok.

by Admin
Friday, 25 July 2025
A A
Angka Perokok Anak Masih Tinggi, Pemerintah Hanya Membisu

Forum Rembuk Pembangunan Pemuda 2025. (Sumber foto: IYCTC/2025)

Bogor, Prohealth.id – Indonesia sedang menyiapkan generasi emas 2045. Namun di saat yang sama, masih ada bom waktu yang mengancam masa depan orang muda. Faktanya, Indonesia masih tinggi angka perokok usia muda.

Dalam forum Rembuk Pembangunan Pemuda 2025 berkolaborasi dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga RI dan Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), membahas angka perokok anak tak terkendali. Forum ini menjadi langkah strategi dalam mendorong integrasi isu pengendalian konsumsi rokok ke dalam agenda pembangunan pemuda.

BacaJuga

REVIEW FILM: ‘Sore’, Istri yang Selalu Jadi Korban Rokok

KANKER OVARIUM: Tak Sekadar Deteksi Dini

Data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat 5,18 juta anak usia 10-18 tahun aktif merokok. Bahkan, lebih dari 23 persen pemuda usia 15–24 tahun juga jadi konsumen rokok.

Dr. Drs. Yohan, M.Si, Deputi Pelayanan Kepemudaan Kemenpora RI, yang menyatakan upaya penurunan prevalensi merokok harus menjadi indikator kinerja negara. Terutama dalam meningkatkan kualitas hidup pemuda. Sebab, angka merokok di kalangan pemuda secara langsung mempengaruhi skor Indeks Pembangunan Pemuda (IPP).

“Jika ini tidak ditangani, bisa-bisa IPP tidak akan pernah mencerminkan kemajuan yang sesungguhnya,” ucapnya, Kamis (23/7/2025).

Pihaknya menekankan bahwa IPP bukan sekadar angka statistik tetapi menjadi alat ukur keberpihakan negara pada pemuda. Ia juga mendorong agar ada penguatan indikator pengendalian konsumsi rokok secara lintas sektor, yaitu dari pusat hingga daerah. Ia mendorong daerah untuk menyusun RAD Kepemudaan yang berisi strategi konkrit dalam menurunkan angka perokok muda.

“Ini bukan hanya kerja dinas pemuda, tapi butuh sinergi dengan dinas kesehatan, dinas pendidikan, bahkan Satpol PP,” lanjutnya.

Sebagai mitra sipil yang turut menginisiasi forum ini, Manik Marganamahendra, Ketua Umum IYCTC menggarisbawahi bahwa krisis rokok di kalangan pemuda bukan sekadar isu kesehatan, tapi persoalan ketimpangan kebijakan dan dominasi industri. Manik menegaskan, Indonesia saat ini menjadi negara dengan angka perokok laki-laki dewasa terbesardi dunia.

“Angka-angka ini tidak akan turun kalau industri tetap bebas membungkus rokok sebagai gaya hidup, sementara kebijakan kita terlalu lambat mengejarnya,” ujar Manik.

Melalui Manifesto Orang Muda, IYCTC bersama jaringan pemuda di berbagai daerah menyerukan agar pengendalian konsumsi rokok menjadi indikator eksplisit dalam penilaian Indeks Pembangunan Pemuda. Mereka juga menuntut keterlibatan bermakna orang muda dalam penyusunan dan monitoring kebijakan, termasuk Rencana Aksi Daerah dan penegakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Sementara itu, dr. Beladenta Amalia, MPH., Ph.D, Project Lead Tobacco Control CISDI, yang menyampaikan data mengejutkan dari studi kualitatif terbaru.

“Tujuh dari sepuluh murid sekolah membeli rokok secara eceran, baik saat pertama kali mencoba maupun dalam konsumsi sebulan terakhir,” ungkapnya.

Yang lebih mencemaskan, lanjutnya, adalah besarnya pengeluaran remaja untuk rokok, antara Rp30.000 hingga Rp200.000 per minggu. Hal ini setara dengan lebih dari setengah uang saku mereka. Bahkan hampir separuh dari rata-rata pengeluaran per kapita mingguan penduduk Indonesia.

Fakta ini bukan hanya menunjukkan betapa mudahnya akses rokok di kalangan orang muda, tapi juga betapa lemahnya perlindungan ekonomi dan kesehatan terhadap mereka.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Wiyarso Sunarso, Analisis Kebijakan Ahli Madya, menegaskan bahwa pengendalian konsumsi rokok harus menjadi bagian integral dari pemenuhan hak anak.

“Dalam kerangka Kota Layak Anak (KLA), indikator kawasan tanpa rokok (KTR) dan larangan iklan, promosi, serta sponsor (IPS) rokok sudah memiliki skor tertinggi dalam klaster kesehatan dasar dan kesejahteraan,” ucap Wiyarso.

Namun faktanya, masih banyak daerah yang belum menjalankan perda KTR secara utuh. Bahkan sanksi yang tidak ditegakkan, dan bahkan menerima bantuan CSR dari industri rokok. Dalam konteks ini, anak-anak Indonesia masih dibiarkan tumbuh di tengah normalisasi zat adiktif yang mengancam masa depan mereka.

“Hari Anak Nasional tahun ini seharusnya bukan hanya soal perayaan. Sebaliknya, menjadi pengingat tegas untuk melindungi anak dari rokok dan menjadi tanggung jawab negara yang tak bisa ditunda lagi,” tutupnya.

 

 

Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi

Bagikan:
Source: perokok anak
Tags: CISDIIYCTCkementerian kesehatankementerian pemuda dan olahragaKementerian PPPA

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Profil
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Opini
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.