Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

Arogansi Food Estate terhadap Lingkungan

Program ketahanan pangan telah membabat 2 juta hektare hutan. Akibatnya, program food estate di Merauke justru memperparah krisis iklim.

by Yulia A.
Saturday, 15 February 2025
A A
COP28 dan Ambiguitas Penanganan Masalah Lingkungan di Indonesia

Activists from Greenpeace, LBH Central Kalimantan, Save Our Borneo, and Walhi Central Kalimantan holds a theatrical by impersonate President Joko Widodo (second left) and three Presidential Candidates Anies Baswedan (right), Prabowo Subianto (second right) and Ganjar Pranowo (left) at the food estate project area that is being carried out by the Ministry of Defense in Gunung Mas, Central Kalimantan. This action to coincide with the COP28 meeting in Dubai, United Arab Emirates, which is also attended by President Joko Widodo, the activists again sent the message that large-scale food storage projects such as food estates are not a solution to food security, but instead, exacerbate the food crisis and climate crisis. (Sumber: Jurnasyanto Sukarno/Greenpeace)

BacaJuga

Meninjau Ulang Komitmen Perjanjian Paris

Selamat dari Krisis, Harus Berpihak pada Ibu Pertiwi

Sejumlah organisasi lingkungan beranggapan megaproyek food estate di Merauke akan memperparah krisis iklim. Alasannya, proyek tersebut akan menyumbang emisi karbon yang tinggi.
Hasil studi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mengungkapkan penebangan hutan sebanyak 2 juta hektare (ha) untuk food estate menghasilkan tambahan emisi karbon hingga 782,45 juta ton CO₂. Jika konversi ke dalam uang, kerugiannya mencapai Rp47,73 triliun.
Kajian CELIOS juga mengungkapkan proyek ini berpotensi meningkatkan kontribusi global emisi karbon dari 2-3 persen menjadi 3,96-4,96 persen. Artinya, emisi karbon malah meningkat 2 kali lipat. Hal ini bertentangan dengan komitmen Indonesia mencapai Net Zero Emission pada 2050.
Media Wahyudi Askar, Direktur Kebijakan Publik CELIOS menyatakan asumsi kontribusi emisi karbon meningkat hingga 3 persen akibat food estate di Merauke sangat merugikan.
“Kita berpotensi kehilangan waktu 5-10 tahun untuk mencapai target Net Zero Emission pada 2050,” katanya lewat keterangan tertulis (10/12/2024).
Wahyudi menilai pelepasan karbon skala besar ini berpotensi menurunkan kepercayaan dunia atas komitmen Indonesia. Terutama memenuhi Perjanjian Paris, yakni mencapai batas kenaikan suhu 1.5 derajat Celcius.
“Ini adalah lonceng peringatan bahwa kebijakan pembangunan besar-besaran tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan dapat menjadi bumerang. Tiidak hanya berdampak negatif terhadap masyarakat asli Papua tetapi juga mempercepat krisis iklim global,” ujarnya.
Forest Watch Indonesia (FWI) juga mengungkapkan temuan serupa. Hasil temuan menyebut, kerusakan hutan di Papua Selatan meningkat lebih 2 kali lipat menjadi 190 ribu hektar (2022-2023). Kerusakan ini hampir setara 3 kali luas DKI Jakarta.
“Food Estate menjadi driver of deforestation karena dibangun di atas hutan alam dan dilakukan dengan cara merusak hutan Papua,” kata Anggi Prayoga, Juru Kampanye FWI.
Dia juga mengingatkan bahwa semua jenis proyek yang masuk ke Papua harus mendapatkan izin dari masyarakat adat di sana.
Ia menegaskan food estate di Papua harus mendapatkan pengakuan dan persetujuan dari masyarakat adat Papua melalui PADIATAPA (Persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan.
“Prinsip ini dapat menjamin keberlanjutan sumber daya alam dan hak-hak masyarakat adat Papua tetap terpenuhi. Setidaknya lebih dari 24 komunitas adat bergantung terhadap hutan di Papua Selatan,” kata Anggi.
Butuh Restorasi Lingkungan
CELIOS berpendapat perlu solusi berbasis lingkungan agar pembangunan berkelanjutan dan target iklim Indonesia tidak terabaikan. Salah satunya, pengembangan produk ekonomi restoratif yang memanfaatkan keanekaragaman hayati tanpa merusak hutan.
Menurut CELIOS, pendekatan ini tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menciptakan peluang kerja hijau. Sehingga sangat mendukung masyarakat lokal.
CELIOS mengungkapkan dalam kajiannya bahwa dengan pendekatan ini, kontribusi emisi global Indonesia hanya 1-2 persen. Hal ini sekaligus menjadikan Indonesia sebagai penyangga strategis penyerapan karbon global.
Selain itu, CELIOS juga berpandangan model ekonomi restoratif juga memperkuat ketahanan pangan dari sumber yang berkelanjutan.
Mereka khawatir jika Indonesia terus mengabaikan dampak lingkungan dalam pembangunan, maka akan berisiko pada reputasi global. Selain itu juga kerugian ekonomi yang lebih besar dalam jangka panjang.
CELIOS pun mendesak pemerintah menghentik proyek food estate di Merauke. Menurut mereka, pemerintah perlu mengeksplorasi solusi ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Organisasi ini menilai pembangunan harusnya memberikan manfaat ekonomi tanpa mengorbankan hutan dan ekosistem penting di kawasan tersebut.
Terkait kajian CELIOS dan FWI ini, Prohealth.id telah menghubungi pemerintah. Belum ada tanggapan dari Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Laksmi Dhewanthi.
Tak hanya itu, sampai dengan berita ini terbit, Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono pun belum juga memberikan respon. Prohealth.id mencatat, Bambang Hendroyono juga Ketua Umum Presidium Dewan Kehutanan Nasional.
Penulis: Ningsih
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Bagikan:
Tags: deforestasifood estatejunk foodketahanan pangankonflik PapuaMeraukePapuaprogram ketahanan pangan

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.