Jakarta, Prohealth.id – Sepuluh Negara Anggota ASEAN mengesahkan ASEAN RPA WPS di bulan November 2022 di KTT ASEAN ke-40 dan 41, yang merupakan kerangka kebijakan regional pertama dalam agenda perempuan, perdamaian, dan keamanan (WPS).
Hal ini menandakan puncak dari dialog tingkat tinggi yang telah dilaksanakan selama dua hari untuk memperkuat komitmen dalam mewujudkan rencana ASEAN RPA WPS menjadi aksi, baik di tingkat regional maupun di negara masing-masing.
I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia mengatakan, agenda perempuan, perdamaian dan keamanan merupakan agenda penting bagi kebijakan dalam dan luar negeri Indonesia, serta dalam upaya bersama untuk memelihara perdamaian dan kesejahteraan di Kawasan.
“Pertumbuhan dan kesejahteraan tidak dapat tercapai tanpa partisipasi perempuan dan kelompok rentan dalam memastikan perdamaian yang berkelanjutan,” ujarnya, dalam siaran pers yang diterima Prohealth.id pada Jumat (7/7/2023).
Jamshed Kazi, UN Women Indonesia Representative and Liaison to ASEAN menjelaskan bahwa Rencana Aksi WPS yang ambisius menguraikan langkah kritis yang penting untuk mengatasi tantangan unik yang dihadapi perempuan di wilayah terdampak konflik.
“Untuk memastikan kesuksesan dalam implementasi, kita harus bekerja bersama dan menyatukan kemitraan kita,” Jamshed Kazi.
Kate Rebholz, Deputy Chief of Mission, U.S. Mission to ASEAN, menambahkan bahwa berinvestasi pada pemberdayaan perempuan, kesetaraan gender, dan pembangunan perdamaian bukan hanya sebuah kepentingan moral, namun juga investasi yang baik untuk kestabilan dan kesejahteraan kawasan ASEAN di masa depan.
Di KTT ASEAN ini, perwakilan pemerintah, ahli kajian gender, diplomat dan anggota organisasi masyarakat sipil dan organisasi internasional berdiskusi tentang pentingnya mengintegrasikan perspektif gender dalam konteks perdamaian dan keamanan ASEAN untuk merespons tantangan yang muncul, seperti isu keamanan yang berhubungan dengan iklim, bencana, keamanan siber, dan ekstremisme berbasis kekerasan.
KTT Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan ASEAN (KTT WPS ASEAN) diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, dan didukung oleh Pemerintah Australia, Inggris Raya, Kanada, dan Republik Korea, UN Women, Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID).
Will Nankervis, Duta Besar Australia untuk ASEAN mengatakan bahwa Australia bangga dapat bekerja sama dengan ASEAN untuk agenda Perempuan, Perdamaian dan Keamanan di kawasan. Mendukung kesetaraan gender serta kebijakan dan program yang inklusif adalah salah satu komponen utama dari Kemitraan Strategis Komprehensif ASEAN-Australia.
Untuk mengatasi tantangan keamanan bersama, ia menegaskan semua pihak harus mendukung kepemimpinan dan partisipasi penuh dan setara dari perempuan dan anak perempuan di sektor keamanan, kontingen militer, pasukan penjaga perdamaian dan pembangunan perdamaian.
“Kita butuh keterampilan, wawasan, kekuatan dan kepemimpinan transformatif dari beragam perempuan dan anak perempuan untuk mencapai dan memperkuat perdamaian. Saya mengucapkan selamat untuk Indonesia dan ASEAN atas terselenggaranya Dialog Tingkat Tinggi hari ini,” terangnya.
Duta Besar Kanada untuk ASEAN, Vicky Singmin menyatakan, Kanada sangat senang dapat menjadi bagian dari perjalanan WPS bersama ASEAN, melalui keterlibatan Kanada dengan UN Women dalam mendukung inisiatif Pemberdayaan Perempuan untuk Perdamaian yang Berkelanjutan, Kebijakan Bantuan Internasional Feminis (FIAP), Strategi Indo-Pasifik Kanada.
“Kemitraan kami dengan organisasi seperti Institut Perdamaian dan Rekonsiliasi ASEAN (AIPR), juga melalui komitmen kami dalam menyelenggarakan rangkaian Dialog WPS di tahun 2023,” ucapnya
Ia menambahkan, Kanada siap mendukung upaya yang dipimpin ASEAN untuk mendorong agenda WPS di kawasan. Kanada juga senang melihat kemajuan dan perkembangan luar biasa dari kemitraan yang telah membantu memastikan momentum kuat dalam mendorong agenda WPS di kawasan ASEAN dan sekitarnya.
Sarah Tiffin, Duta Besar Inggris untuk ASEAN menyatakan partisipasi penuh, setara, dan bermakna dari perempuan dalam proses dan negosiasi perdamaian sangat penting. Mempromosikan agenda Perempuan, Perdamaian dan Keamanan adalah pilar utama dari kemitraan ASEAN-UK dan pihaknya merasa bangga dapat bekerja dengan UN Women dan Institut Perdamaian dan Rekonsiliasi ASEAN untuk memberikan dampak nyata dalam kemajuan isu ini.
“Komitmen kami hari ini akan mendukung Negara Anggota ASEAN seiring dengan upaya mereka dalam membangun WPS ke dalam kebijakan, dan mendukung organisasi masyarakat sipil untuk memberdayakan perempuan dalam pengambilan keputusan di isu perdamaian dan keamanan,” terangnya.
Lebih lanjut katanya, seperti yang disampaikan Gender Envoy, melalui tayangan video, pihaknya berkomitmen untuk menempatkan perempuan dan anak perempuan, dengan segala keragamannya, sebagai pusat dari seluruh kegiatan yang dilakukan, serta untuk bersuara dan mendukung hak dan kebebasan perempuan dan anak perempuan.
Adapun beberapa poin penting dalam ASEAN WPS Summit. Pertama, presentasi inisiatif nasional seperti Rencana Aksi Nasional tentang Perempuan, Perdamaian dan Keamanan (NAP WPS) yang telah diadopsi oleh Indonesia dan Filipina, serta rencana untuk mengadopsi NAP WPS oleh Thailand dan Vietnam ke depannya.
Kedua, diskusi tentang elemen utama dalam koordinasi, monitoring dan pendanaan yang efektif untuk kemajuan agenda WPS dengan mengutamakan kebutuhan untuk menetapkan mekanisme monitoring dan menerapkan penganggaran yang responsif gender untuk mendorong komitmen WPS di tingkat nasional.
Ketiga, penegasan kembali dukungan organisasi internasional terhadap implementasi ASEAN RPA WPS dan kemajuan agenda WPS di kawasan termasuk UN Women dan Pemerintah Amerika Serikat, Australia, Inggris Raya, Kanada, Norwegia. Sebelum KTT WPS ASEAN dimulai, peserta mengunjungi desa Sinduharjo, salah satu Desa Damai, dan desa Wedomartani, salah satu Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk mempelajari praktik baik pendekatan berbasis komunitas terhadap agenda perempuan, perdamaian dan keamanan di Indonesia.
Discussion about this post