Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis
No Result
View All Result
Prohealth
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

Asosiasi Wanti-wanti Menkes soal Usulan Dokter Umum Bisa Operasi Caesar

by Yulia A.
Wednesday, 28 May 2025
A A
Tak Terbantahkan, Kopi Berbahaya Bagi Keselamatan Bayi

Ilustrasi bayi. (Sumber: Canva/2023)

Jakarta, Prohealth.id – Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) mewanti-wanti Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin atas usulannya yang memperbolehkan dokter umum menangani operasi melahirkan dengan metode caesar.

Yudi M. Hidayat, Ketua Umum POGI mengingatkan pentingnya mempertimbangkan
kepentingan masyarakat, keselamatan pasien, dan kualitas pelayanan kesehatan dalam setiap kebijakan yang diambil.

BacaJuga

[Q & A] Menjawab Kompleksitas KBGO: Antara Pemulihan Korban, Keterbatasan Hukum, dan Tanggung Jawab Negara

[Q & A] Memahami Kekerasan Berbasis Gender Online

“Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator penting dalam pembangunan kesehatan masyarakat,” kata Yudi dalam keterangan tertulisnya yang ditandatangani Rabu (14/5/2025).

Dalam upaya menurunkan angka kematian maternal dan perinatal, kata Yudi, perlu ada kebijakan yang tidak hanya mempertimbangkan aksesibilitas pelayanan kesehatan, tetapi juga kualitas dan keselamatan tindakan medis yang dilakukan.

Dia menjelaskan kepentingan masyarakat terdiri dari beberapa aspek yang harus diperhatikan seperti keselamatan pasien, kualitas layanan kesehatan, edukasi dan kesadaran masyarakat.

Prinsip yang dipegang POGI adalah setiap tindakan medis harus dilakukan oleh tenaga medis yang memiliki kompetensi sesuai dengan pelatihan yang telah dilalui. Yudi menyebut tindakan seperti seksio sesarea merupakan intervensi bedah yang kompleks dan berisiko.

“Sehingga harus dilakukan oleh dokter spesialis obstetri yang terlatih,” sambungnya.

POGI juga menekankan bahwa kualitas pelayanan kesehatan harus menjadi prioritas utama. Dia mengingatkan memberikan wewenang kepada dokter umum untuk melakukan tindakan bedah tanpa pelatihan khusus dapat membahayakan keselamatan pasien dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan.

Data dari Maternal Perinatal Death Notification (MPDN) yang dikeluarkan oleh POGI, mayoritas kematian ibu terjadi akibat komplikasi dapat dihindari dengan penanganan tepat oleh tenaga medis yang terlatih.

“Kami juga mencatat bahwa peningkatan angka seksio sesarea tidak berkorelasi positif dengan penurunan morbiditas dan mortalitas maternal maupun perinatal,” ujarnya.

POGI berpendapat tidak hanya aspek keterampilan teknis yang perlu diperhatikan, tetapi juga pemahaman terhadap kompleksitas kasus dan manajemen risiko yang harus dimiliki oleh tenaga medis yang melakukan tindakan tersebut.

Mereka pun menekankan pentingnya pelatihan dan kompetensi dalam melakukan tindakan medis invasif sebagaimana yang diamanatkan Badan Kesehatan Dunia (WHO).

“Kami mendesak agar kebijakan yang diambil mengacu pada standar internasional untuk
memastikan keselamatan pasien,” kata Yudi.

Catatan lainnya dari POGI yakni masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang jelas dan akurat mengenai siapa yang berwenang melakukan tindakan medis tertentu.

“Kebijakan yang diambil harus transparan dan melibatkan partisipasi masyarakat agar mereka
dapat memahami dan mendukung keputusan tersebut,” ucapnya.

POGI pun merekomendasikan pengembangan program pelatihan dan pendidikan berkelanjutan bagi dokter umum yang ingin memperdalam pengetahuan terkait obstetri dan ginekologi, dengan dukungan dari fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan.

Perkumpulan dokter itu juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan spesialis obstetri, terutama di daerah terpencil, melalui penyediaan insentif bagi dokter spesialis yang bersedia bertugas di daerah Tertinggal,
Terdepan, dan Terluar (3T).

Lebih lanjut, POGI menyarankan penggunaan teknologi telemedicine untuk memberikan bimbingan dan supervisi kepada dokter umum dalam situasi darurat, sambil tetap menjaga batas kewenangan yang jelas.

Belajar dari negara lain

Dokter dan Ahli Kesehatan, Dicky Budiman menilai pemerintah tidak boleh gegabah dalam memutuskan kebijakan yang menyangkut keselamatan ibu dan anak ini. Menurutnya, pemerintah harus melihat dari praktik yang sudah ada di beberapa negara.

“Karena harus diingat esensinya kan ini akan harus menuju pada penurunan angka kematian ibu dan bayi,” kata Dicky, Senin (19/5/2025).

Sejak awal 2000-an, kata Dicky, beberapa negara mulai memberlakukan pengalihan tugas (task shifting) dokter umum melakukan tindakan operasi caesar. Beberapa negara yang dia maksud adalah Australia dan Afrika.

Dicky menyebut di Australia, sistem insentif, rujukan, pengawasan, dan infrastruktur kesehatannya sudah lebih baik, sehingga bisa diterapkan task shifting. Menurutnya, Indonesia tidak bisa disamakan dengan Autralia.

Sebaliknya, kondisi sistem dan infrastruktur kesehatan di Indonesia justru lebih dekat dengan Afrika. Di negara tersebut, kata Dicky, kebijakan itu justru meningkatkan jumlah komplikasi persalinan.

“Komplikasi persandingan meningkat sampai tiga kali lipatnya. Nah ini yang harus jadi pemahaman, jangan sampai kita mengulang kesalahan yang sama atau memilih strategi yang terbukti salah, gagal,” ujarnya.

“Walaupun ada yang cenderung memberikan harapan tapi kita lihat secara total dari berbagai studi literatur itu bagaimana,” imbuhnya.

Sebelumnya, Budi Gunadi Sadikin mengusulkan rencana task-shifting dokter umum ini sebagai solusi alternatif untuk mengatasi permasalahan kekurangan dokter operasi caesar di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Task-shifting ini, kaya Budi, diperbolehkan oleh WHO dan sudah dipraktikan di beberapa negara.

Budi mengatakan usulan itu juga atas arasan dari Presiden Prabowo Subianto. Dia menyebut akan ada regulasi dan pelatihan khusus terkait rencana kebijakan tersebut.

“Akan kita buat regulasinya. Supaya mereka itu bisa diberikan secara resmi. Bukannya kemudian orang bodoh, seperti orang bodoh langsung disuruh, dibolehin enggak. Mereka akan dilatih secara formal,” kata Budi di Komplek DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (14/5/2025).

 

Editor : Fidelis Eka Satriastanti

Bagikan:

Discussion about this post

https://www.youtube.com/watch?v=ZF-vfVos47A
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.

No Result
View All Result
  • Kesehatan
  • Ekonomi
  • Perempuan dan Anak
  • Penggerak
  • Regulasi
  • Lingkungan
  • Cek Fakta
  • Jurnalisme Warga
  • Infografis

© 2024 Prohealth.id | Sajian Informasi yang Bergizi dan Peduli.