Jakarta, Prohealth.id – Stunting merupakan gangguan pertumbuhan kronis pada anak balita (bawah lima tahun) akibat kekurangan asupan nutrisi atau malnutrisi dalam waktu cukup lama.
Adapun penyebabnya adalah makanan yang ia konsumsi tidak memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai usia si anak. Meski baru dikenali setelah lahir, ternyata stunting bisa berlangsung sejak si anak masih berada dalam kandungan.
Untuk itu, Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) menjalankan program Sekolah Tangguh Cegah Stunting untuk meningkatkan kapasitas perawat dan bidan dalam deteksi dini stunting di wilayah Badui pada bulan Juni 2023 kemarin. Program ini dilaksanakan sebagai inisiasi dengan adanya laporan tingginya kasus stunting di wilayah Badui.
Program ini dimulai dengan mengadakan pelatihan kepada perawat dan bidan dari Puskesmas Cisemeut yang menaungi wilayah Badui. Sebanyak delapan orang perawat dan bidan di daerah tersebut mengikuti workshop tentang cara menggunakan USG dasar, tindakan flebotomi alias pengambilan sampel darah dan nutrisi kehamilan di RSUI pada Selasa, 20 Juni lalu.
Direktur Utama RSUI, Dr. dr Astuti Giantini Sp.PK (K), MPH, mengatakan program Sekolah Tangguh Cegah Stunting ini dibuat untuk meningkatkan kapasitas para perawat dan bidan yang merupakan garda terdepan pelayanan kesehatan masyarakat di daerah Baduy sehingga dapat mencegah stunting lebih dini di masa kehamilan.
Ia menyebut, pentingnya kita mencegah stunting di Indonesia, khususnya di wilayah Badui yang memiliki kasus stunting yang tinggi. Dengan deteksi dini melalui pemeriksaan USG dan pemeriksaan sampel darah, diharapkan kejadian stunting dapat lebih awal dideteksi dan diobati.
“Pemeriksaan USG ini juga penting dan diharapkan dapat mendeteksi masalah awal gangguan persalinan sehingga angka kematian ibu dan bayi di wilayah Badui dapat ditekan.” ujar dr. Astuti melalui siaran pers yang diterima Prohealth.id, Selasa (4/7/2023).
Tidak hanya memberikan pelatihan kepada para bidan dan perawat, sejumlah tenaga kesehatan RSUI juga melakukan pengabdian masyarakat dengan mengunjungi wilayah Badui di Desa Cisadane untuk melakukan pemantauan dan supervisi kepada para perawat dan bidan yang sudah dilatih sekaligus memberikan pelayanan kesehatan.
Astuti yang turut hadir di Desa Cisadane mengatakan masyarakat Badui banyak yang mengalami masalah kesehatan. Sebanyak 27 balita yang diperiksa antropometrinya (berat badan dan tinggi badan) beberapa di antaranya sudah mengalami stunting. Masalah kesehatan lainnya yang dialami balita dan masyarakat di sini adalah gatal-gatal karena scabies (kudis) dan cacingan.
“Kita butuh kerja sama dan kolaborasi berbagai pihak untuk mengatasi persoalan ini. Upaya percepatan penurunan stunting ini memerlukan komitmen yang kuat dari kita semua.” imbuhnya.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan stunting sebagai isu prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dengan target penurunan yang signifikan dari kondisi 24,4 persen pada 2021 menjadi 14 persen pada 2024. Strategi penurunan angka stunting juga sudah ditetapkan dalam strategi nasional percepatan penurunan stunting sesuai PP No 72 Tahun 2021. RSUI berharap dengan adanya program Sekolah Tangguh Cegah Stunting ini dapat turut membantu pemerintah dalam mempercepat penurunan stunting di Indonesia.
Para bidan di daerah terpencil juga diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk mendeteksi sejak dini gangguan kesehatan sejak bayi dalam kandungan sehingga akan memperkecil anak terlahir dengan kondisi stunting. Program pengabdian masyarakat ini berharap dapat terus berlangsung sebagai bentuk kepedulian RSUI terhadap isu masalah kesehatan nasional yang perlu segera ditangani bersama.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjamin seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang baik melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Khusus untuk masyarakat Badui Dalam, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak, Banten, Kemenkes telah memfasilitasi mereka untuk menjadi peserta JKN penerima bantuan iuran (PBI) agar mendapatkan layanan kesehatan secara gratis.
Mulanya, masyarakat Badui lebih memilih tradisi pengobatan tradisional menggunakan tumbuhan. Namun setelah ada salah satu warga yang masih bocah yang sembuh dari lumpuh karena berhasil dioperasi dengan biaya JKN, masyarakat Badui dalam antusias mendaftarkan diri sebagai peserta JKN PBI.
Namanya Sardin (11), bocah yang sembuh dari lumpuh itu kini dapat beraktivitas seperti biasanya tanpa khawatir. Ia bisa mendapatkan kembali masa kecil yang bahagianya itu berkat pelayanan kesehatan sebagai peserta JKN PBI.
Rahmi Hidayati, seorang pemerhati masyarakat Badui menceritakan bahwa Sardin mengalami lumpuh total selama satu tahun sejak 2020 akhir hingga 2021 akhir. Lumpuhnya itu disebabkan karena terjatuh saat memikul kayu membantu orang tuanya.
“Saya foto Sardin yang terkulai lemas karena lumpuh, saya kirim foto itu ke pak Menkes saya bilang kita bisa bantu apa? Kata pak Menkes pokoknya diurus sama pak dirjen nanti semua biaya kami tanggung,” ujar Rahmi di Desa Kanekes awal Juni 2023 lalu.
Selanjutnya Sardin dibawa ke RSUP Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Pada saat proses administrasi, Rahmi diminta mendaftarkan Sardin sebagai peserta JKN PBI.
“Saya lapor ke pak Menkes kemudian beliau langsung urus dan menghubungi langsung BPJS Kesehatan Banten. Akhirnya dalam waktu 2 hari itu selesai BPJS nya,” ungkap Rahmi.
Setelah menjalani operasi dan perawatan selama 3,5 bulan, Sardin mulai bisa menggerakan kedua tangan dan kakinya. Mendengar kabar tersebut, kakek Sardin yang merupakan Jaro atau pimpinan suku Badui minta warganya didaftarkan sebagai peserta JKN PBI.
“Terus saya bilang ke pak Menkes bahwa warga Badui ingin daftar BPJS Kesehatan dan akhirnya diproses. Tapi ketika mau diproses mereka gak punya KTP. Terus saya lapor ke pak Menkes ternyata beliau koordinasi sama Mendagri agar warga Badui mendapatkan NIK,” ucapnya.
Perekaman kependudukan pun dilakukan dengan melibatkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Lebak. Sebanyak 200 orang masyarakat Badui dalam dan luar tengah antre melakukan perekaman kependudukan pada Sabtu (10/6/2023). Perekaman itu dilakukan hingga Minggu (11/6/2023) di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak, Banten. Perekaman itu bertujuan agar warga Kanekes mendapatkan nomor induk kependudukan (NIK) agar bisa diusulkan sebagai peserta JKN PBI.
Kepala Disdukcapil Lebak Rahmat Nur Muhammad mengatakan per 31 Desember 2022 jumlah warga Desa Kanekes yang sudah terekam di Disdukcapil sebanyak 5.211 orang.
“Target hari ini dan besok 200 orang terekam di Disdukcapil. Selanjutnya perekaman akan terus dilakukan secara bertahap,” kata Rahmat.
Dari 5.211 orang tersebut, belum semuanya terdaftar sebagai peserta JKN PBI. Namun semua warga Kanekes yang sudah melakukan perekaman kependudukan sudah pasti akan diusulkan untuk menjadi peserta JKN PBI.
Kepala Seksi (Kasie) JKN Dinkes Lebak Agus Rifki Hidayat menjelaskan setelah keluar NIK, Disdukcapil menyerahkan data NIK warga ke Dinkes Lebak untuk diusulkan ke BPJS Kesehatan. Jika biaya PBI dari provinsi maka NIK warga akan diserahkan ke pemerintah provinsi baru ke BPJS Kesehatan. Begitupun jika biaya PBI dari pemerintah pusat, NIK akan diserahkan ke Kemenkes, kemudian ke BPJS Kesehatan.
“Data tahun 2022, dari 5.211 yang tercatat Disdukcapil, sudah ada 3.519 warga Kanekes masuk PBI dengan biaya pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat,” tutur Rifki.
Salah satu tokoh warga Badui, Mursid mengatakan warga Badui dalan juga ingin mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan gratis.
“Kami mengusulkan (pelayanan kesehatan) yang gratis. Dasar punya BPJS kesehatan kan harus punya KTP. Nanti kebutuhan warga untuk pelayanan kesehatan bisa memanfaatkan BPJS tersebut,” ungkap Mursid.
Sebelumnya, lanjut Mursid, kalau ada warga sakit pengobatan dilakukan secara tradisional. Jika masih sakiit pengobatan dapat diteruskan dengan memanfaatkan JKN tersebut.
“Dengan adanya program ‘jemput bola’ ini kami berterima kasih kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah, ini (JKN) sangat dibutuhkan oleh masyarakat,” katanya.
Discussion about this post