Jakarta, Prohealth.id – International Finance Corporation (IFC), lembaga pinjaman swasta dari Grup Bank Dunia, secara tidak langsung mendukung puluhan proyek batubara baru di seluruh Asia.
Hal itu diungkapkan dalam sebuah laporan baru, Klaim Kosong: Bagaimana Pendanaan Batubara Menembus Celah Hukum Paris Alignment oleh IFC. Laporan yang didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Inclusive Development International, Recourse, dan Trend Asia, diterbitkan hari ini sebelum Pertemuan Tahunan Bank Dunia yang akan berlangsung di Marrakesh minggu depan.
David Pred, selaku Direktur Eksekutif Inclusive Development International menyatakan bahwa pihaknya menemukan IFC masih mendukung kapasitas batubara baru melalui investasinya di bank dan lembaga keuangan lainnya, terlepas dari komitmennya untuk menyelaraskan investasi tersebut dengan Perjanjian Paris.
“Hal ini bertolak belakang dengan pembangunan berkelanjutan yang ingin dipromosikan oleh IFC, dan tentunya memiliki dampak yang sangat buruk bagi masyarakat yang terkena dampak batubara di seluruh Asia dan juga di penjuru dunia pada masa-masa iklim ekstrim seperti sekarang ini,” katanya melalui siaran pers, Rabu (11/10/2023).
Sebuah pembangkit listrik tenaga batubara baru berkapasitas 700 megawatt yang direncanakan bernama Jambi 2 berlokasi di Provinsi Jambi (Indonesia), merupakan salah satu proyek baru yang secara tidak langsung didukung oleh IFC. Laporan baru ini berfokus pada Jambi 2 sebagai studi kasus tentang bagaimana pinjaman IFC mendukung pengembangan batubara baru dan dampaknya terhadap masyarakat setempat.
Menurut aktivis setempat dan masyarakat setempat yang diwawancarai oleh Inclusive Development International, Jambi 2 merupakan proyek yang tidak diinginkan ataupun dibutuhkan oleh provinsi tersebut. Proyek ini dinilai akan memperparah dampak buruk dari pengembangan batubara di daerah tersebut, termasuk polusi udara, air, dan isu-isu kesehatan yang terkait.
Namun, Postal Savings Bank of China yang merupakan perantara IFC dan pemodal batubara utama di wilayah tersebut, telah memberikan utang kepada pengembang Jambi 2, bernama China Huadian.
Novita Indri, seorang juru kampanye energi Trend Asia menyatakan, pengembangan batubara yang sedang berlangsung di Indonesia, termasuk PLTU Jambi 2, akan mempercepat perubahan iklim dan konsekuensi-konsekuensi bencana yang ditimbulkannya.
“Hal ini merupakan tamparan bagi Indonesia; sebuah negara kepulauan yang rentan terhadap kenaikan permukaan air laut dan telah mengalami kejadian cuaca ekstrem,” tuturnya.
Postal Savings Bank of China sejauh ini merupakan penyandang dana terbesar bagi para pengembang batubara dalam portofolio IFC. Menurut data yang dikumpulkan oleh Inclusive Development International dan dipublikasikan bersama laporan terbaru ini, IFC membeli saham ekuitas senilai US$300 juta di Postal Savings Bank pada tahun 2015 dan bank ini telah memberikan 418 miliar RMB atau senilai US$57,3 miliar dalam bentuk kredit tanpa syarat dan kredit proyek kepada perusahaan-perusahaan yang sedang membangun puluhan pembangkit listrik tenaga batubara di wilayah Asia.
Bank ini memberikan pinjaman ketika hampir sebagian besar industri keuangan mulai beralih dari batubara, yang mengimplikasikan keterlibatan IFC dan Kelompok Bank Dunia sebagai pihak yang masih membiayai proyek batubara dan dampak-dampak buruknya bagi masyarakat dan juga terhadap iklim.
Para penulis laporan menyerukan kepada IFC untuk memanfaatkan pengaruhnya sebagai pemegang saham utama untuk menghentikan Postal Savings Bank agar tidak lagi mendanai pengembangan batu bara.
Kate Geary, salah satu Direktur Recourse menyatakan IFC akan terlihat sangat munafik jika mengizinkan klien perbankannya membiayai proyek-proyek seperti Jambi 2 dan pengembangan batubara lainnya di Asia, sementara pada saat yang sama IFC berjanji untuk menyelaraskan kegiatannya sesuai dengan Perjanjian Paris mengenai Perubahan Iklim.
“Meskipun mereka sudah berkomitmen untuk beralih dari batubara di atas kertas, Grup Bank Dunia gagal untuk memastikan bahwa investasinya tidak mendukung proyek-proyek pembangkit listrik tenaga batubara yang menjadi kontributor signifikan terhadap perubahan iklim dan memicu dampak buruk bagi masyarakat.”
Situasi ini mulai terkuak setelah adanya laporan bahwa masyarakat di Provinsi Banten (Indonesia) bulan lalu mengajukan pengaduan resmi terhadap IFC karena terlibat dalam kegiatan pembangunan dua unit besar di kompleks mega PLTU batubara Suralaya.
Sebelumnya, keluhan serupa juga pernah disampaikan kepada IFC, mengenai dukungannya terhadap ekspansi batubara di Filipina.
“IFC telah berkontribusi terhadap kerugian besar terkait ekspansi batubara di banyak negara,” tambah Pred.
“Saat ini IFC memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi dan mencegah kerusakan lebih lanjut di masa depan dengan mewajibkan semua klien perantara keuangannya, termasuk Postal Savings Bank of China, untuk segera menghentikan pendanaan pengembangan batubara.”
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post