Peraturan Pemerintah atau PP dalam kalimat yang sederhana adalah obat mujarab yang harus dibuat oleh pemerintah untuk mengatasi suatu masalah tertentu.
“Tujuan PP yang dinilai untuk melindungi anak-anak dan perempuan hamil dari paparan zat adiktif rokok tertuang dalam PP 109 Tahun 2012 itu adalah obat yang seharusnya juga mencegah terjadinya peningkatan prevalensi perokok anak dan peningkatan perokok perempuan,” ungkap Hery Chariansyah dalam diskusi ”Mendukung RPP Kesehatan dalam Penurunan Konsumsi Rokok dan Peningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat” di Jakarta pada Rabu, 13 Desember 2023.
Tingginya tingkat prevalensi perokok menunjukkan PP 109 Tahun 2012 dalam perkembangan sosialnya tidak mampu melakukan fungsinya. Hal ini berarti membutuhkan sebuah upaya hukum baru dari pemerintah guna melakukan perubahan kebijakan.
Ketua RAYA Indonesia ini menggambarkannya kondisi ini sebagai proses penyembuhan bagi seorang pasien.“Orang sakit saja ke dokter diberi obat. Bila tidak sembuh lalu balik lagi ke dokter dan obatnya diganti. Pun begitulah situasi saat ini.”
Selain itu pemerintah mau merevisi PP 109 Tahun 2012 dengan kebijakan baru karena Undang-Undang Kesehatan juga sudah direvisi.
Hery Chariansyah juga menerangkan masifnya iklan promosi sponsor rokok di semua jalur komunikasi dan memandang industri memahami benar hal tersebut dengan terus mengiklankan produknya, mencari perhatian, dan membangun target pasar baru dengan menyasar anak-anak untuk menjadi perokok.
Sementara Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Eva Susanti mengutip data Global Adult Tobacco Survey (GATS) pada 2021 yang menyebutkan Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi rokok tertinggi di dunia. Di samping mengatakan terjadi peningkatan prevalensi perokok terutama pada anak.
Sebelumnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap pertama memiliki target sekitar 5,4 persen untuk jumlah prevalensi. Tetapi langkah ini tidak tercapai. Sementara jumlah prevalensi menjadi sekitar 9,1 persen. Sedangkan di akhir masa RPJMN tahap dua ini memiliki target 8,7 persen.
Target RPJMN tertuang pada Peraturan Presiden nomor 18 tahun 2019 dan amanat dari Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 yakni penyusunan PP omnibus law kesehatan.
Indonesia pada 2045 akan mendapatkan bonus demografi. Banyak usia produktif pada masa tersebut. Tetapi usia produktif yang banyak ini kalau tidak dijaga kesehatannya nanti akan menjadi bencana bonus demografi menurutnya.
Eva melihat situasi kesehatan ini tidak lepas dari perilaku merokok dan angka stunting. Bahkan seolah-olah warga mengonsumsi rokok setelah beras.
“Rokok menjadi pengeluaran terbesar kedua setelah beras dibandingkan dengan zat yang memang penting untuk gizi istri dan anaknya,” ucapnya dengan mengutip hasil penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) 2021.
Kasus stunting 5,5 persen lebih tinggi pada anak dari keluarga perokok dibandingkan yang bukan perokok, pertumbuhan berat badannya lebih ringan 1,5 kilo, dan tinggi badannya lebih rendah 0,34 cm.
Eva Susanti juga melaporkan kerugian akibat penyakit yang berkaitan dengan rokok sekitar 4.962.373 kasus dengan jumlah kematian ada 209.429 orang.
Kerugian produktivitas akibat penyakit yang berkaitan dengan rokok mencapai sekitar 287 triliun lebih, biaya rumah sakit sekitar 4 triliun, dan total belanja rokok 239 triliun lebih. Sedangkan hasil cukai pada 2017 hanya 147,7 triliun.
“Jadi ada kerugian ekonomi makro sekitar tiga hingga enam kali lipat dari penerimaan cukai tembakau yang diterima oleh negara,” kata dia.
Pentingnya kesehatan perlu ditekankan agar dapat mendukung ekonomi dan bukan sebaliknya yakni ekonomi mengalahkan kesehatan. Hal ini disampaikan Kepala Lembaga Demografi Universitas Indonesia (UI) Abdillah Hasan.
Dia mengatakan,”Orang yang sehat akan bisa bekerja lebih baik dan lebih lama. Kalau tidak sakit maka tidak ada biaya pengobatan sehingga uangnya bisa ditabung, diinvestasikan. Hal ini bisa menggerakkan perekonomian lebih jauh.”
Dengan usia harapan hidup 70 tahun maka seseorang bisa produktif sampai umur 60 tahun. Dibandingkan dengan yang merokok, umur 40 hingga 45 sudah berkurang produktivitasnya dan sakit-sakitan. Kondisi ekonomi akan berbeda kalau semua orang bisa sehat sampai 60 tahun. Jika produktif maka secara nasional akan meningkatkan produk domestik bruto (GDP). Ekonomi Indonesia juga akan jauh lebih baik kalau dipenuhi orang-orang sehat.
Abdillah menekankan pentingnya menjaga orang sehat tetap sehat dan menjaga generasi sekarang maupun nanti tetap sehat yakni dengan tidak diracuni zat adiktif.
Karena itu dia menilai agar Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) nanti ada pelarangan penjualan rokok ketengan, pengaturan rokok elektrik, peringatan kesehatan bergambar diperluas menjadi 75 persen, dan iklan rokok di media penyiaran diatur lebih sempit waktunya.
Dinamika proses penyusunan RPP kesehatan ini sudah dimulai sejak awal tahun ketika RUU Kesehatan sedang dalam proses di DPR. Kementerian Kesehatan sudah bersiap dan berkomitmen.
Namun berdasarkan pemantauan di media, Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari menuturkan adanya penolakan.
“Pemantauan di media dari September sampai sekarang menunjukkan banyak sekali narasi penolakan atas RPP ini dan fokus kami terkait dengan apa yang menjadi penolakan,” ucapnya.
Penolakan ini terutama pasal-pasal terkait zat adiktif yang sebenarnya berkelanjutan dari proses di RUU sebelumnya di DPR. Ini disuarakan asosiasi perusahaan dan pedagang, pengamat hukum, serta anggota DPR. Mereka beralasan zat adiktif itu jangan diatur di RPP.
Lisda melanjutkan,“Katanya balik lagi ke PP 109 yang sebenarnya. Padahal undang-undangnya sudah direvisi jadi undang-undang yang sekarang tahun 2023. Tentu saja PP itu tidak akan berlaku. Itu menyesatkan. Ini harus menjadi perhatian bahwa penolakan itu dilakukan dengan narasi seperti itu.”
Penolakan lainnya terkait iklan. “Kami waktu itu mengusulkan larangan ikan rokok. Tetapi kemudian pelarangan iklan rokok itu di semacam ditukar guling.”
“Karena itu kami berharap di PP ini ada perbedaan. Ada kemajuan. Ada regulasi yang lebih kuat terkait dengan zat adiktif,” pungkas Lisda.
Discussion about this post