Bulan Ramadan merupakan periode puncak konsumsi pangan masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Kondisi ini akibat peningkatan permintaan pangan yang menuntut penambahan ketersediaan pangan. Maklum saja, saat Ramadan sampai Lebaran masyarakat berbondong-bondong memburu menu berbuka puasa atau takjil. Tak heran jika pelaku usaha mikro kecil hingga pelaku usaha skala besar tertarik menjual takjil selama Ramadan sampai Lebaran.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) meminta masyarakat berhati-hati. Dari Hasil Intensifikasi Pengawasan Rutin Khusus Pangan Selama Ramadan dan Jelang Idul Fitri 1445 H/Tahun 2024, BPOM menyebut masih ada oknum tidak bertanggung jawab menjual produk pangan tidak memenuhi syarat keamanan dan mutu standar.
Kegiatan pengawasan rutin pada bulan Ramadan memiliki fokus pada produk pangan olahan terkemas yang tidak memenuhi ketentuan (TMK). Produk terlarang ini meliputi produk tanpa izin edar (TIE)/ilegal, kadaluarsa, rusak, dan juga pangan takjil buka puasa yang mengandung bahan berbahaya. Pada proses pengawasan ini, BPOM menargetkan beberapa sarana peredaran yang memang memiliki rekam jejak kurang baik, termasuk gudang-gudang marketplace, sesuai dengan tren belanja yang ramai pada saat ini.
Dari pemeriksaan terhadap 2.208 sarana, ada 628 sarana atau 28,44 persen yang masih menjual produk TMK (tidak memenuhi ketentuan). Temuan ini meliputi; pangan tanpa izin edar, kadaluarsa, hingga rusak dengan jumlah total temuan sebanyak 188.640 buah. Total temuan produk yang tidak memenuhi ketentuan ini bisa bernilai lebih dari Rp2,2 miliar.
Meskipun hasil dari pengawasan memperlihatkan angka yang cenderung menurun dibandingkan tahun sebelumnya, tetapi, jenis temuan pangan tanpa izin edar/ilegal terhitung masih cukup tinggi. Totalnya adalah sebesar 49,03 persen dari total keseluruhan sarana. Temuan yang meliputi produk coklat olahan hingga minuman serbuk ini banyak tersebar di wilayah-wilayah kerja seperti UPT Tarakan (Kalimantan Utara), Pekanbaru, Palopo (Sulawesi Selatan), Banda Aceh, dan juga DKI Jakarta.
Sementara itu, temuan pangan rusak juga masih tergolong tinggi dengan presentasi 19.09 persen dari total keseluruhan sarana. Produk berupa ikan olahan dalam kaleng hingga produk kental manis ini banyak ditemukan di beberapa wilayah kerja UPT. Contohnya di Semarang (Jawa Tengah), Pangkal Pinang (Bangka Belitung), Belu (NTT), Sofifi (Maluku Utara), serta Palopo (Sulawesi Selatan).
Tidak hanya melakukan pengawasan secara langsung, BPOM juga melakukan pengawasan secara daring melalui patroli siber. Dari proses pengawasan tersebut, terdapat 17.586 tautan yang menjual produk tanpa izin edar dengan nilai ekonomi lebih dari Rp31 miliar. Untuk menanggulangi persoalan ini, BPOM telah berkoordinasi dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA). Tujuannya untuk melakukan penurunan konten pada tautan yang teridentifikasi menjual produk tanpa izin edar.
Kenali dan Pilah Asupan Berbukamu
Tidak hanya makanan kemasan, pangan jajanan buka puasa atau yang akrab kita sebut takjil juga tak bisa lepas dari pengawasan. Berdasarkan sampling dan pengujian cepat BPOM pada 1.057 lokasi sentra penjualan pangan takjil yakni 3.749 pedagang ternyata masih ada beberapa bahan pangan yang mengandung bahan terlarang. Bahan-bahan ini meliputi sebanyak 102 sampel (1,1 persen) mengandung formalin (0,53 persen), rhodamin B (0,30 persen), boraks (0,28 persen), dan juga metanil yellow (0,01 persen).
Merespon temuan tersebut, Dr. dr. Tan Shot Yen, M.Hum, selaku ahli gizi masyarakat menyampaikan pentingnya mengenali asupan makanan yang kita makan saat berbuka. Sehingga tubuh tetap terjaga kesehatannya dan tujuan awal puasa untuk beribadah tetap dapat tercapai.
“Pertama, kita perlu kembali untuk ikuti sunnah nabi. Berbuka dengan 3 buah kurma dan air sebetulnya cukup. Prinsip berbuka itu rehidrasi. Jadi, utamakan membatalkan puasanya daripada menjajal produk jajanan” ujar dr. Tan secara daring kepada Prohealth.id pada Selasa (2/4) di Jakarta.
Menjaga kesehatan pada saat Ramadan adalah hal yang sangat penting. Bagi dr. Tan, selama Ramadan dan selanjutnya penting untuk membiasakan diri mengkonsumsi pangan utuh. Contohnya; buah dan kudapan buatan sendiri. Nutrisi yang terkandung jauh lebih baik daripada mengkonsumsi pangan olahan dengan proses berulang. Meski produk pangan kemasan sudah memiliki izin edar, tetapi kalau pola konsumsi berlebihan dapat mengundang penyakit di kemudian hari.
“Izin edar hanya memastikan tidak ada zat berbahaya (saat konsumsi), bukan soal bahaya masa depan apabila jadi kecanduan,” ucap dr. Tan.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post