“Recover Together, Recover Stronger,” demikian ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi tentang tema yang diboyong pada G20 tahun depan di Indonesia. Dalam momentum ini, Indonesia berperan menjadi wadah kepemimpinan dunia untuk mendorong pemulihan akibat pandemi Covid-19. Secara spesifik, Indonesia akan sangat berperan dalam mensosialisasikan kerja sama penanganan krisis iklim di dunia mengingat Indonesia merupakan salah satu pemilik hutan tropis terbesar di dunia.
“Untuk pulih bersama diperlukan semangat solidaritas, kerja sama, kolaborasi, kemitraan, dan inklusivitas,” tutur Retno lagi seperti dikutip dari siaran pers.
Jika kita melangkah sedikit ke belakang, dunia juga sempat digemparkan dengan pidato kelompok boyband asal Korea Selatan, BTS, pada sidang umum PBB September lalu yang mengungkit tentang Covid-19 dan masalah perubahan iklim. Pada kesempatan itu masing-masing anggota BTS membacakan singkat pernyataan pidato mereka. Masing-masing ungkapan mereka saling bertaut menjadi satu pidato yang mencengangkan khususnya bagi generasi muda di seluruh dunia penggemar BTS.
“Kami baru saja berbicara tentang berkabung, tetapi sulit untuk memikirkan tentang berkabung untuk Bumi. Semua orang setuju bahwa perubahan iklim adalah masalah penting, tetapi tidak mudah untuk membicarakan apa solusi terbaiknya,” kata J-Hope, anggota grup BTS dalam penggalan pidatonya.
“Saya harap kita tidak menganggap masa depan sebagai kegelapan. Kami memiliki orang-orang yang peduli dengan dunia dan mencari jawabannya. Masih ada banyak halaman tersisa dalam cerita tentang kami, jadi saya harap kami tidak hanya membicarakannya seperti akhir yang sudah ditulis,” sambung V, salah satu anggota grup BTS.
Kita dapat mengambil kesimpulan selain Covid-19, kita sedang dihadapkan dengan tantangan global dari sisi humanisme dan alam yakni perubahan iklim. Semua tantangan ini membawa kehendak ingin bangkit sebagai generasi baru yang sehat.
RECOVER STRONGER A LA INDONESIA
Tema ‘Recover Together, Recover Stronger’ a la Indonesia ini memang sudah seringkali diujarkan oleh banyak praktisi kesehatan masyarakat. Bahkan, generasi muda di Indonesia juga cukup intens untuk menyuarakan ‘recover together’ dengan kata lain ‘Pulih Kembali’.
Salah satunya adalah inisiati Pulih Kembali 2.0. yang disosialisasikan oleh kelompok pengendalian tembakau. Dalam Instagram Live @tendforyouth yang ditonton oleh Prohealth.id beberapa waktu yang lalu, Arya Saputra selaku inisiator dari TenD For Youth bersama para penggiat pengendalian tembakau berdialog dan berbagi tentang konsistensi mendorong Pulih Kembali.
Ni Made Shellasih selaku Media Officer dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) menyatakan tahun ini PKJS, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), JP3T, dan Komnas Pengendalian Tembakau menggagas Gerakan Pulih Kembali dengan kegiatan Festival Pemilu Harga yaitu platform masyarakat bisa memberikan voting untuk kenaikan harga rokok. Hal ini untuk mengukur persepsi masyarakat terhadap dampak negatif produk tembakau.
“Kali ini Pulih Kembali 2.0. muncul ketika angka Covid-19 melonjak karena gelombang kedua. Banyak orang jadi butuh bantuan untuk bisa menjalani hidup makanya Pulih Kembali 2.0. hadir dengan tagline ‘Sisihkan Uang yang Kamu Bakar untuk Mereka yang sedang Berjuang.’ Karena perokok seakan anosmia saat orang lain membutuhkan bantuan kesehatan, butuh oksigen dan udara segar, namun perokok membakar uang untuk membeli rokok dan membuat polusi,” jelas Shella.
Apakah benar merokok berdampak besar pada polusi udara? Berdasarkan informasi yang dihimpun Prohealth.id, dalam Journal of the American Medical Association disebutkan bahwa paparan polusi udara dalam jangka panjang bisa memperburuk kesehatan paru-paru. Kualitasnya setara dengan orang merokok 20 batang sehari.
Dikutip juga dari situs Kominfo Provinsi Jawa Timur, asap rokok setara dengan asap mesin yang ada di jalan raya, bahaya tersebut dalam sebatang rokok yang mengandung 4.000 zat kimia, ternyata tidak hanya berlaku bagi tubuh manusia tetapi juga untuk lingkungan. Bahkan, dari penelitian yang dilansir sebuah jurnal kesehatan Amerika pada 2001 disebutkan, dua batang rokok sama dengan 20 kali lipat polusi jalan raya.
Ketua Tobacco Control Support Center (TCSC) Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Jatim, dr Santi Martini M.Kes mengatakan, banyak kerugian yang disebabkan oleh sebatang rokok bagi kesehatan tubuh, salah satunya terkait sistem pernafasan.
Udara yang dihirup sebenarnya hanya mengandung 20,8 persen oksigen (gas asam) yang sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup. Selebihnya 79,16 persen nitrogen (gas lemas), 3 persen uap air, dan kurang dari 0,03 persen CO2 (gas asam arang).
”Oksigen inilah yang masuk ke dalam paru-paru kita, kemudian berikatan dengan hemoglobin yang terdapat di dalam sel darah merah diangkut keseluruh tubuh agar setiap sel memperoleh jatah kehidupan,” paparnya.
Dia menjelaskan, sayangnya udara bersih dan gratis yang disediakan Tuhan justru menjadi kotori karena manusia. Hal ini akibat dari asap pabrik, asap kendaraan, asap pembakaran, dan juga asap rokok. Sebuah mesin ukuran sedang, biasanya mampu menghasilkan 10-20 persen gas karbon monoksida (CO), gas yang terasa perih bila menerjang mata.
”Rokok yang dibakar meskipun hanya sebatang, akan mampu menghasilkan 3- 6 persen CO. Sehingga tiga batang rokok saja sudah mampu menyamai mesin pabrik dalam hal produksi CO,” ujar dosen dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga ini.
Tingginya gas CO yang dihasilkan sebatang rokok, papar Santi, tentu akan sangat merugikan. Tidak hanya bagi perokok aktif, tetapi juga bagi perokok pasif yang menghirup udara. Terbukti dalam penelitiannya tahun 2005, Santi menemukan adanya kecenderungan perokok aktif semakin muda. Perokok aktif anak usia 10 tahun -14 tahun naik 3 kali lipat menjadi perokok dari tahun 2001 dan hasil penelitian menunjukkan dari 10 remaja, 9 orang di antaranya merokok. ”Akibat rokok, setiap 1 menit 1 orang meninggal di dunia,” tegasnya.
Berdasarkan laporan dari STOP: A Global Tobacco Industry Watch: “The Tobacco Industry and Environtment” menemukan bahwa rokok memicu kematian lingkungan di semua fase. Pasalnya dari sisi produksi rokok saja mengakibatkan 5 persen penggundulan hutan global bahkan sampai dengan 30 persen penggundulan hutan di negara penanam tembakau. Hal ini dikarenakan produksi korek api memicu kebakaran hutan. Permasalahan ekosistem dan lingkungan lainnya adalah rokok berkontribusi menyebabkan kerusakan 200.000 hektar biomassa kayu setiap tahun.
Dari sisi konsumsi, ada 4,5 triliun puntung rokok yang menyumbang 1,69 miliar sampah rokok setiap tahun. Ada 2 juta ton sampah rokok dari kemasan rokok. Selain itu ada sumbangan polusi udara 10 kali lebih besar dibandingkan polusi dari kendaraan bermotor. Selain itu, ada 19-38 persen dari total sampah di laut yang dikumpulkan adalah puntung rokok.
PULIH KEMBALI SAMBUT GENERASI BARU
Sementara itu, Iman Mahaputra Zein selaku perwakilan dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), berusaha agar Pulih Kembali 2.0. menjadi sarana yang hadir dari inisiatif anak muda untuk mendorong kualitas hidup yang lebih sehat. Tujuannya untuk mengendalikan pandemi dan menurunkan prevalensi perokok anak dengan konten-konten kreatif yang persuasif dan mencerahkan pemahaman masyarakat.
Perwakilan dari Komnas Pengendalian Tembakau Manik Marganamahendra menegaskan kaum muda harus aktif dalam kesehatan masyarakat. Dengan demikian kesadaran publik meningkat melalui menyisihkan uang. Dengan berdonasi dan terlibat dalam usulan kebijakan publik secara gotong-royong, maka kaum muda bisa ikut mempengaruhi kebijakan untuk mendorong kesehatan masyarakat.
“Ekonomi tidak akan berputar kalau masyarakatnya tidak sehat,” kata Manik.
Sementara itu, Arya menambahkan, TenD For Youth pun ikut dalam upaya pengendalian tembakau melalui Pulih Kembali 2.0. karena memiliki visi yang sama mendorong kualitas hidup anak muda Indonesia. Secara khusus, kata Arya, TenD For Youth menjadi pendamping anak muda Indonesia dalam proses membangun rumah tangga, setidaknya, agar anak-anak muda yang hendak berkeluarga sudah memiliki kematangan dan memenuhi 10 indikator kesiapan berkeluarga.
Arya menjelaskan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menerangkan ada 10 indikator kesiapan membangun rumah tangga; keuangan, usia, fisik, sosial, moral, mental, emosi, keterampilan hidup, intelektual, dan hubungan interpersonal. Arya menilai dengan mengendalikan konsumsi rokok seseorang bisa lebih cepat dan sehat dalam memenuhi prasyarat membangun rumah tangga.
“Keuangan jadi terjamin, kesehatan mental, emosi, intelektual juga,” jelas Arya.
Hal ini mengisyaratkan bahwa seruan BTS dan para pemimpin dunia tentang masalah kesehatan, lingkungan, dan iklim tidak boleh lepas dari kesadaran soal bahaya rokok. Maka itu para pegiat Pulih Kembali 2.0. bersepakat, yang harus segera dieksekusi adalah pengendalian tembakau untuk perbaikan iklim, lingkungan, dan kesehatan.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post