Jakarta, Prohealth.id – Pekan ini Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah menetapkan status darurat untuk kasus cacar monyet atau monkeypox. Meski masih belum terdeteksi di Indonesia, namun kasus monkeypox sudah ditemukan di Singapura sehingga membuat pemerintah dan tenaga medis perlu bersiaga.
Berdasarkan data dari WHO, penyakit cacar monyet pada awalnya teridentifikasi pada tahun 1970 di Zaire dan sejak itu dilaporkan secara sporadis di 10 negara di Afrika Tengah dan Barat. Pada tahun 2017, Nigeria mengalami outbreak terbesar yang pernah dilaporkan, dengan perkiraan jumlah kasus yang terkonfirmasi sekitar 40 kasus.
Cacar monyet adalah penyakit infeksi virus, bersifat zoonosis dan jarang terjadi. Beberapa kasus infeksi pada manusia (human monkeypox) yang pernah dilaporkan terjadi secara sporadis di wilayah Afrika, dan umumnya pada lokasi yang berdekatan dengan daerah hutan hujan tropis. Cacar monyet ini tergolong ke dalam genus orthopoxvirus. Virus lain yang juga berasal dari genus orthopoxvirus adalah virus variola yang menyebabkan penyakit cacar (smallpox) dan telah dinyatakan tereradikasi di seluruh dunia oleh WHO pada tahun 1980.
Memang sejak Mei 2022, monkeypox menjadi penyakit yang menjadi perhatian kesehatan masyarakat global, karena dilaporkan dari negara non endemis. Tepatnya sejak tanggal 13 Mei 2022, WHO telah menerima laporan kasus-kasus monkeypox yang berasal dari negara non endemis, dan saat ini telah meluas secara global dengan total 75 negara.
Sampai dengan 25 Juli 2022 terdapat 18.905 kasus konfirmasi monkeypox di seluruh dunia, dengan 17.852 kasus terjadi di negara tanpa riwayat kasus konfirmasi sebelumnya. Amerika Serikat melaporkan kasus monkeypox sebesar 3846 kasus. Di Asia Tenggara, negara tetangga yaitu Singapura telah melaporkan 9 kasus konfirmasi, dan Thailand melaporkan 1 kasus konfirmasi.
Menurut dr. Adityo Susilo, SpPD, KPTI, FINASIM dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), penyakit cacar monyet yang bersifat zoonosis maka penularan utamanya melalui kontak manusia dengan darah, cairan tubuh, atau lesi pada mukosa maupun kulit hewan yang terinfeksi.
Di Afrika, kasus infeksi cacar monyet pada manusia yang pernah dilaporkan, berhubungan dengan riwayat kontak dengan hewan yang terinfeksi seperti monyet, tupai, tikus dan rodents lainnya. Memakan daging hewan terinfeksi yang tidak dimasak dengan matang juga dikatakan dapat menjadi metode penularan yang lainnya. Adapun penularan antar manusia, diduga dapat terjadi sebagai akibat dari kontak erat dengan pasien yang terinfeksi secara langsung (direct close contact) melalui paparan terhadap sekresi saluran napas yang terinfeksi, kontak dengan lesi kulit pasien secara langsung, maupun berkontak dengan objek yang telah tercemar oleh cairan tubuh pasien.
“Selain itu, transmisi secara vertikal dari ibu ke janin melalui plasental (infeksi cacar monyet kongenital) juga dimungkinkan,” kata dr. Adityo Susilo, Rabu (27/7/2022).
Periode inkubasi penyakit ini berkisar antara 5-21 hari dengan rerata 6-16 hari. Setelah melewati fase inkubasi, pasien akan mengalami gejala klinis berupa demam tinggi dengan nyeri kepala hebat, limfadenopati, nyeri punggung, nyeri otot dan rasa lemah yang prominen. Dalam 1-3 hari setelah demam muncul, pasien akan mendapati bercak-bercak pada kulit, dimulai dari wajah dan menyebar ke seluruh tubuh. Bercak tersebut terutama akan ditemukan pada wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Seiring waktu bercak akan berubah menjadi lesi kulit makulopapuler, vesikel dan pustule yang dalam 10 hari akan berubah menjadi koreng.
Lebih lanjut kata dr. Adityo, yang juga merupakan pengurus pusat Perhimpunan Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia (PETRI) hingga saat ini masih belum ada pengobatan yang spesifik untuk infeksi cacar monyet. Meski demikian, di masa lalu, vaksinasi terhadap penyakit cacar atau smallpox yang disebabkan oleh karena infeksi virus Variola masih dapat memberikan efektivitas proteksi sebesar 85 persen untuk mencegah infeksi cacar monyet.
Dia pun mengingatkan dengan ditemukannya kasus cacar monyet di Singapura, masyarakat Indonesia juga perlu mewaspadai terhadap kemungkinan masuknya virus ini di tanah air. Hal ini menjadi penting terutama pada populasi khusus oleh karena risiko fatalitas cacar monyet ini dikatakan lebih tinggi pada kelompok anak-anak, ibu hamil, lansia, dan orang dengan imunitas rendah (imunosupresi).
“Berkaca kepada pandemi COVID-19 yang melanda, kita harus selalu optimis bahwa dengan bekerja sama dunia akan mampu bergerak secara cepat menyikapi situasi ini,” sambungnya.
Sementara itu, Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K), Ketua Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI, mengatakan pemahaman yang baik terhadap infeksi cacar monyet, dan kewaspadaan dini terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) atau outbreak, merupakan modal utama dalam aspek pencegahan.
Upaya untuk menghindari kontak dengan pasien yang diduga terinfeksi merupakan kunci pencegahan yang dinilai paling efektif pada saat outbreak, diiringi dengan upaya surveilans dan deteksi dini kasus aktif guna melakukan karantina untuk mencegah penyebaran yang lebih luas.
Tak hanya itu, dr. Agus juga meminta tenaga medis, baik dokter maupun perawat yang menemukan gejala cacar monyet pada pasien agar segera melakukan tindak lanjut dengan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) yakni metode pemeriksaan virus cacar monyet dengan mendeteksi DNA virus tersebut, dan segera melaporkan ke Dinas Kesehatan setempat agar bisa segera dilakukan surveilans dan tindakan lebih lanjut.
Langkah taktis Kemenkes
Senada dengan IDI, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga meminta masyarakat tetap waspada terhadap monkeypox karena bisa menular setelah ada gejala dari penderita.
“Ini (monkeypox) baru menular jika gejalanya sudah terlihat,” ujar Menkes Budi, Rabu (27/7/2022).
Dia juga mengingatkan bahwa tidak seperti Covid-19, penularan virus monkeypox melalui sentuhan fisik dengan penderita, juga melalui cairan yang melepuh dari ruam atau bercak merah dari penderita.
Masyarakat diimbau mewaspadai gejala awal berupa demam dan merasa kurang sehat. Namun, ingat, dugaan kuat sebagai penyakit monkeypox setelah pasien muncul bercak merah di kulir. Bercak tersebut harus cepat diambil cairannya untuk pemeriksaan lab dan diagnosa. “Biasanya penyakit ini bisa sembuh dalam waktu 2 minggu sampai 4 minggu,” sambung Budi.
Di Indonesia kasus monkeypox tidak terdeteksi hingga saat ini namun sebelumnya sudah ada 9 orang suspek dan dinyatakan bukan monkeypox setelah melalui pemeriksaan laboratorium. Ada pula 2 orang kontak erat dari Singapura yang transit di Indonesia yang akan menuju Malaysia.
Adapun antisipasi yang dilakukan Kementerian Kesehatan adalah melalui surveilans yang bagus dan pemeriksaan laboratorium yang maksimal. Pasalnya, sudah ada 1.100 laboratorium di Indonesia yang bisa digunakan untuk pemeriksaan monkeypox. Kemenkes juga telah menyiapkan dua laboratorium rujukan pemeriksa cacar monyet di Indonesia yaitu Pusat Studi Satwa Primata LPPM IPB, dan Laboratorium Penelitian Penyakit Infeksi Prof. Sri Oemiyati BKPK.
“Kita sudah datangkan 500 reagen dan kita tambah lagi dan sudah ada 1000,” kata menkes.
Terkait potensi vaksinasi cacar monyet saat ini baru ada di Amerika dan Rusia. Adapun vaksin yang digunakan sama dengan vaksin cacar air atau smallpox sehingga cukup diberikan satu kali untuk seumur hidup.
Juru Bicara COVID-19 Kementerian Kesehatan, Moh. Syahril dalam keterangan pers “Update Perkembangan Cacar Monyet di Indonesia yang disiarkan secara daring juga menambahkan, guna mengantisipasi penyebaran cacar monyet di Indonesia, Kemenkes memperkuat pemeriksaan surveilans di pintu masuk ke negara baik darat, laut dan udara, meminta seluruh dinas kesehatan provinsi, kabupaten dan kota, KKP, laboratorium, rumah sakit, puskesmas dan fasyankes lainnya untuk meningkatkan kewaspadaan pasca penetapan cacar monyet sebagai darurat kesehatan.
Untuk pencegahan ditingkat masyarakat, dr. Syahril mengimbau masyarakat meningkatkan kewaspadaan diri dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan seperti menghindari kerumunan, mencuci tangan dengan sabun/alkohol, menggunakan masker serta membudayakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Dia menegaskan bahwa prokes masih menjadi cara paling ampuh untuk mencegah cacar monyet mengingat karakteristiknya yang hampir mirip dengan COVID-19, yakni self-limiting disease atau bisa sembuh sendiri dengan gejala yang muncul sekitar 2 sampai 4 minggu. Apalagi penyakit ini sama-sama belum ada obat khusus ataupun vaksin khusus monkeypox.
“Prokes adalah kebutuhan wajib kita untuk menghindari penularan baik dari COVID-19 maupun penyakit infeksi emerging lainnya termasuk monkeypox dan hepatitis akut,” pesan dr. Syahril.
Walaupun gejalanya cenderung ringan bahkan sembuh sendiri, monkeypox bisa menjadi penyakit derajat berat dan berpotensi menyebabkan komplikasi penyakit seperti infeksi sekunder, bronkopneumonia, sepsis, dan ensefalitis. Infeksi kornea sehingga menyebabkan kebutaan manakala tidak segera mendapatkan penanganan medis.
“Apabila mengalami gejala demam dan ruam, harap memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan terdekat jika mengalami gejala serupa,” pungkas dr. Syahril.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post