Jakarta, Prohealth.id – Infeksi virus Mpox atau yang juga dikenal sebagai cacar monyet menjadi perhatian di banyak belahan dunia, termasuk Asia Tenggara.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta per 27 Oktober 2023 terdapat 15 orang dengan kasus positif, dan 1 kasus sembuh mulai Agustus 2022 lalu. Selain itu dari 14 orang kasus positif aktif atau positivity rate (PCR) 44 persen, dimana hampir semua bergejala ringan dan tertular secara kontak seksual. Data tersebut juga menyebutkan bahwa semua pasien tersebut adalah laki-laki usia 25-50 tahun.
Selain itu, data DKI Jakarta menyebutkan bahwa terdapat 20 orang dengan hasil PCR negatif, dan 2 orang yang masih menunggu hasil PCR. Dari tanggal 13 Oktober hingga saat ini terdapat 14 orang dengan kasus positif atau terduga positif yang saat ini tengah menjalani isolasi di rumah sakit. Sementara itu, Kementerian Kesehatan pun telah menyediakan vaksin cacar monyet yang telah diberikan pada 251 orang dari target 495 orang.
Penyakit yang mirip dengan cacar ini disebabkan oleh virus yang ditularkan dari hewan ke manusia dan dapat menimbulkan gejala ringan hingga berat. Meski demikian, Mpox dapat menular dari manusia ke manusia dan tidak hanya dari hewan ke manusia. Cepatnya penyebaran Mpox secara global dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Sebut saja misalnya dari angka tingginya jumlah orang yang bepergian; perdagangan internasional hewan seperti monyet; munculnya jalur penularan baru dari manusia ke manusia, khususnya melalui hubungan seksual Lelaki Seks Lelaki (LSL); munculnya gejala yang tidak biasa; dan masih minimnya ketersediaan vaksin cacar monyet di negara-negara berisiko tinggi. Lebih dari 90 persen kasus cacar monyet di dunia dilaporkan pada populasi khusus yaitu homoseksual dan biseksual.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), DR Dr Moh. Adib Khumaidi, SpOT, PB IDI melalui Satgas MPox akan terus mengawal perkembangan kasus cacar monyet ini di Indonesia. Ia menjamin, PB IDI terus bersinergi dengan pemerintah untuk memberikan penanganan terbaik bagi para pasien dan masyarakat. Apalagi, diperlukan upaya berkelanjutan dan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, organisasi layanan kesehatan, dan organisasi internasional agar dapat mengatasi masalah cacar monyet di Asia Tenggara ini secara efektif, juga perlu dilakukan peningkatan kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini.
“Termasuk peningkatan akses terhadap pengobatan yang efektif, peningkatan pendanaan untuk penelitian dan upaya pengendalian, serta pembentukan respons terkoordinasi yang melibatkan partisipasi semua negara terutama di Asia Tenggara,” ujar dr. Adib melalui siaran pers, Minggu (29/10/2023).
Berdasarkan laporan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan penyakit cacar monyet atau monkeypox ini sebagai darurat kesehatan masyarakat global pada Juli 2022. Laporan WHO juga menyebutkan ada kekhawatiran bahwa masalah cacar monyet ini agak terabaikan di wilayah Asia Tenggara karena kurangnya akses terhadap fasilitas medis yang memadai.
Ketua Satgas Cacar Monyet PB IDI, Dr Hanny Nilasari, Sp DVE mengatakan bahwa kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini adalah salah satu alasan utama diabaikannya kasus cacar monyet di Asia Tenggara. Banyak masyarakat yang masih belum mengetahui gejala cacar monyet dan mungkin tidak tahu cara melindungi diri dari penyakit tersebut. Kurangnya informasi ini dapat menyebabkan keterlambatan dalam mencari pertolongan medis, yang dapat berakibat lebih parah.
Selain itu, sering terjadi kesalahpahaman mengenai penyakit ini, bahwa cacar monyet bukanlah penyakit serius atau tidak umum terjadi. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya kepedulian terhadap penyakit ini dan keengganan mengambil tindakan untuk melindungi diri dari infeksi.
“Terlepas dari tantangan-tantangan ini, penting untuk menyadari peran kesadaran masyarakat dalam mengatasi masalah Mpox di Indonesia dan Asia Tenggara. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai gejala-gejala penyakit ini, dan mendidik masyarakat tentang cara melindungi diri dari infeksi, kita dapat mengurangi penyebaran penyakit dan meningkatkan hasil bagi mereka yang terinfeksi,” kata dr. Hanny.
Ia juga mengingatkan bahwa banyak penderita cacar monyet memiliki gejala ringan, yang mungkin tidak cukup parah sehingga memerlukan perhatian medis. Hal ini dapat mengakibatkan penyakit ini terabaikan, karena orang mungkin berasumsi bahwa gejalanya tidak serius dan akan sembuh dengan sendirinya.
Namun, kasus cacar monyet yang ringan sekalipun dapat menular dan menyebabkan penyebaran penyakit, serta berakibat fatal terutama pada pasien dengan imunitas rendah.
PB IDI juga menilai bahwa perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut untuk pengendalian cacat monyet ini. Banyak pemerintah di kawasan Asia Tenggara yang kurang memperhatikan masalah penelitian. Hal ini menyulitkan organisasi layanan kesehatan untuk menerapkan langkah-langkah pengendalian yang efektif dan melakukan penelitian yang diperlukan mengenai pengobatan dan vaksin.
Selain itu, cacar monyet sering kali mendapat prioritas rendah dari berbagai organisasi dan tidak dipandang sebagai isu prioritas dibandingkan penyakit lain, seperti HIV/AIDS, tuberkulosis, atau malaria.
Menanggapi juga kondisi kenaikan kasus, ada sejumlah rekomendasi lanjutan dari PB IDI mengenai Penanganan kasus Mpox sebagaimana disampaikan oleh dr. Hanny Nilasari, Sp DVE, Ketua Satgas Cacar Monyet IDI, dengan konfirmasi terakhir per 29 Oktober 2023.
Pertama, banyak masyarakat yang belum terinformasi dengan baik mengenai cacar monyet, diperlukan penyebaran edukasi secara luas kepada masyarakat umum tentang infeksi ini, terutama cara penularan, pencegahan dan deteksi dini.
Kedua, lebih dari 90 persen penularan melalui kontak erat dan terutama kontak seksual. IDI menegaskan hindari kontak fisik dengan pasien terduga cacar monyet, tidak menggunakan barang bersama misalnya handuk yang belum dicuci, pakaian yang belum dicuci, atau berbagi tempat tidur, alat mandi dan perlengkapan tidur seperti sprei, bantal, dan lainnya.
Ketiga, untuk populasi risiko tinggi misalnya memiliki multipartner, dan kondisi imunokompromais (autoimun, penyakit kronis lainnya) sedapat mungkin hindari perilaku yang berisiko. Hubungan seksual harus dilakukan dengan aman menggunakan kondom serta lakukan vaksinasi.
Keempat, kepada masyarakat umum, terlebih bagi populasi diatas, dianjurkan untuk segera mengunjungi dokter apabila muncul gejala lesi kulit yang tidak khas dan didahului demam.
Kelima, pada kasus terduga cacar monyet, perlu dilakukan skrining atau pemeriksaan awal berupa wawancara tentang perkembangan penyakit (anamnesis), pemeriksaan lesi kulit dan organ-organ secara detail dan lengkap (PF), serta pemeriksaan swab yakni pemeriksaan lab khusus dengan mengambil cairan dari lenting atau keropeng atau kelainan kulit.
Keenam, penyediaan obat antivirus dan vaksin didesentralisasi di Dinas Kesehatan kabupaten atau kota yang ditunjuk dengan alur permintaan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dan diberikan atas indikasi serta skala prioritas.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post