Jakarta, Prohealth.id – Calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan menyebut tingginya indeks polusi di Jakarta dikarenakan banyaknya alat pendeteksi atau pemantau kualitas udara yang terpasang di sejumlah titik dibandingkan daerah lain.
Dikutip dari situs resmi Cekfakta.com, kolaborasi lintas media dengan Cek Fakta mengungkapkan bahwa Anies Baswedan mengakui angka tersebut juga disumbang oleh emisi kendaraan di Jakarta. Hal itu disampaikan Anies menanggapi pernyataan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto yang menyinggung kepemimpinan Anies saat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Menurut Prabowo, anggaran DKI Jakarta yang mencapai Rp80 triliun tak bisa mengatasi indeks polusi ibu kota Negara itu.
“Ketika polusi udara terjadi dan anginnya bergerak ke arah Lampung, ke arah Sumatra, ke arah Laut Jawa, di sana tidak ada monitor, maka (indeks polusi) tidak muncul. Kalau problemnya dari dalam kota saja, maka memang (angkanya) konsisten tiap waktu,” jawab Anies.
Pernyataan Anies tersebut salah karena Provinsi Lampung memiliki alat pemantau kualitas udara yang diuji di sejumlah daerah secara rutin, berdasarkan penelusuran Tim Live Cek Fakta di Antaranews. Sementara berdasarkan berita di Republika, DKI Jakarta menggunakan alat pengukur udara berupa stasiun pemantau kualitas udara (SPKU).
Tercatat, ada lima SPKU fixed station di lima kota administrasi di DKI Jakarta. Anies kemudian menyebut pihaknya sudah melakukan sejumlah cara untuk mengatasi polusi.
Pertama, dengan pengendalian emisi dari kendaraan bermotor dengan pengujian emisi kendaraan. Kedua, elektrifikasi kendaraan umum, dan ketiga konversi kendaraan umum dari bahan bakar minyak (BBM) menjadi elektrik.
“Dan dulu yang naik kendaraan umum hanya 350.000 per hari, sekarang 1 juta per hari. Itu yang kami kerjakan untuk menangani soal polusi di Jakarta,” kata Anies.
Pernyataan Anies tersebut sebagian benar karena jumlah penumpang kendaraan umum di Jakarta, salah satunya Trans Jakarta mencapai sejuta penumpang per hari dan terus meningkat.
Namun, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jakarta, jumlah penumpang pada 2019 lebih banyak dibandingkan pada 2020 dan 2021. Kemungkinan karena pada dua tahun itu terjadi Pandemi Covid-19 sehingga terjadi penurunan penumpang.
Discussion about this post