Jakarta, Prohealth.id – Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto menyampaikan saat debat capres Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta soal penyakit stroke dan jantung.
“Jadi saya lebih ke arah solutif langsung dan cepat, masalah kesehatan di Indonesia adalah kurangnya dokter, kurang 140 ribu dokter itu yang utama. Bayangkan kalau ada yang kena stroke atau jantung, dua sebab kematian di beberapa kabupaten tidak ada dokter spesialis jantung atau spesialis stroke. Dua, perlengkapan yang memadai CT Scan PET Scan, jarang ada di kabupaten. Ini harus kita atasi,” kata Prabowo, Minggu (4/2/2024).
Dikutip dari situs Cekfakta.com, Dosen Departemen Biostatistik, Epidemiologi, dan Kesehatan Populasi FK-KMK Universitas Gadjah Mada, Anis Fuad mengatakan bahwa penyakit stroke dan jantung merupakan penyebab utama kematian utama di Indonesia.
“Penyakit stroke dan jantung merupakan salah satu penyebab kematian utama di Indonesia. Namun demikian ketersediaan dokter spesialis, sarana, prasarana dan alkes untuk diagnostik dan penanganan penyakit jantung yang tidak merata menjadi salah satu sebab penanganan yang tidak optimal,” kata Anis Fuad, Minggu (4/2/2024).
Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Dina Listiorini juga menyebut bahwa penyakit stroke dan jantung memang menjadi penyebab utama kematian di Indonesia.
“Betul. Tapi hal ini disebabkan persebaran dokter spesialis juga tidak merata sebagaimana persebaran dokter lainnya,” ucap Dina.
Dikutip dari artikel berjudul “Penyakit Jantung Penyebab Utama Kematian, Kemenkes Perkuat Layanan Primer” yang dimuat situs sehatnegeriku.kemkes.go.id, penyakit jantung memang menjadi penyebab utama kematian di Indonesia.
Penyakit jantung masih menjadi penyebab utama kematian di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut Kementerian Kesehatan RI lakukan penguatan layanan kesehatan di tingkat primer.
Berdasarkan Global Burden of Desease dan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) 2014-2019 penyakit jantung menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018 menunjukan tren peningkatan penyakit jantung yakni 0,5 persen pada 2013 menjadi 1,5 persen pada 2018.
Bahkan penyakit jantung ini menjadi beban biaya terbesar. Berdasarkan data BPJS Kesehatan pada 2021 pembiayaan kesehatan terbesar ada pada penyakit jantung sebesar Rp.7,7 triliun.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dr. Eva Susanti, S.Kp, M.Kes mengatakan faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya kejadian penyakit kardiovaskuler antara lain hipertensi, obesitas, merokok, diabetes melitus, dan kurang aktivitas fisik.
“Untuk mengatasi masalah penyakit jantung di Indonesia, Kemenkes melakukan penguatan pada layanan primer melalui edukasi penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan meningkatkan kapasitas serta kapabilitas layanan primer,” ujar Direktur Eva pada konferensi pers secara virtual terkait Hari Jantung Sedunia, Rabu (28/9) di Jakarta.
Lebih lanjut Direktur Eva menjelaskan edukasi penduduk dilakukan melalui 7 kampanye utama, antara lain imunisasi, gizi seimbang, olah raga, anti rokok, sanitasi dan kebersihan lingkungan, skrining penyakit, dan kepatuhan pengobatan.
Terkait pencegahan primer dilakukan dengan penambahan imunisasi rutin menjadi 14 antigen dan perluasan cakupan di seluruh Indonesia.
“Pada pencegahan sekunder dilakukan skrining 14 penyakit penyebab kematian tertinggi di tiap sasaran usia, skrining stunting dan peningkatan ANC untuk kesehatan ibu dan bayi,” ungkap Direktur Eva.
Terkait meningkatkan kapasitas dan kapabilitas layanan primer dilakukan melalui pembangunan Puskesmas di 171 kecamatan, penyediaan 40 obat esensial, dan pemenuhan SDM kesehatan primer.
Penguatan layanan primer tersebut sejalan dengan transformasi kesehatan, yakni pilar pertama. Untuk diketahui, Kemenkes tengah melakukan transformasi kesehatan melalui 6 pilar, antara lain pilar layanan primer, pilar layanan rujukan, pilar sistem ketahanan kesehatan, pilar sistem pembiayaan kesehatan, pilar SDM kesehatan, dan pilar teknologi kesehatan.
Dikatakan Direktur Eva, untuk mengatasi masalah penyakit jantung juga dilakukan melalui regulasi Permenkes nomor 71 tahun 2015 tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular (PTM).
Dalam Permenkes tersebut tertuang penanggulangan PTM dilakukan melalui promosi kesehatan dengan mengubah perilaku dan pemberdayaan masyarakat, deteksi dini dengan mengidentifikasi dan intervensi sejak dini faktor risiko PTM, perlindungan khusus melalui vaksinasi COVID-19 untuk komorbid, dan penanganan kasus melalui pengobatan di fasilitas layanan kesehatan sesuai standar.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia dr. Radityo Prakoso, SpJP (K) mengatakan penyakit jantung tidak hanya ditemukan pada usia tua. Tren menunjukkan peningkatan usia penyakit jantung pada usia yang lebih muda.
Hal itu sebagai akibat dari peningkatan prevalensi obesitas darah tinggi merokok dan kolesterol tinggi di usia muda.
“Terdapat peningkatan prevalensi serangan jantung pada usia kurang dari 40 tahun sebanyak 2 persen setiap tahunnya dari tahun 2000 sampai 2016,” ucap dr. Radityo.
Salah satu penyakit jantung yang mengalami peningkatan pada usia muda adalah penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner terjadi karena ada sumbatan pada pembuluh koroner baik akibat deposit kolesterol atau inflamasi (peradangan).
Gaya hidup tidak sehat menjadi penyebab paling umum dari penyakit jantung koroner di usia muda. Masyarakat diimbau untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat, berhenti merokok, berhenti makan makanan berlemak, berhenti konsumsi alkohol, dan rajin olah raga minimal 30 menit sehari.
Editor: Irsyan Hasyim
Discussion about this post