Jakarta, Prohealth.id – Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Hinky Hindra Irawan Satari menjelaskan HPV merupakan virus yang dapat menyebabkan kanker, mulai dari kanker serviks, anogenital hingga kutil kelamin.
Vaksin HPV memang bukan penangkal kanker secara langsung. Namun, Hinky menyebut vaksin ini bisa membuat seseorang terhindar dari risiko infeksi virus yang bisa menyebabkan kanker.
Hinky mengingatkan bahwa virus HPV bersifat unik. Virus ini bisa merusak permukaan mukosa atau selaput lendir. Kemudian, masuk dan hidup ke dalam mengubah lingkungan sel-sel di dalam tubuh. Jika virus itu berhasil masuk dan tumbuh, maka sel-sel akan mudah membelah diri dan menjadi ganas.
“Jadi dengan virus HPV ini dicegah, maka infeksi itu tidak terjadi. Karena infeksi tidak terjadi, kemungkinan untuk terjadinya kanker di kemudian hari itu juga tidak terjadi,” kata Hinky dalam Youtube Kementerian Kesehatan RI.
Ia menegaskan, sebenarnya vaksin ini tidak secara langsung terhadap kankernya. Namun faktor risiko untuk terjadi kanker itu terjadi risiko untuk terjadinya kanker itu mulainya dari si infeksi virus itu.
Berikut deret mitos vaksin HPV dan fakta yang sesungguhnya.
- Mitos 1: Sebabkan mandul
Mitos ini benar-benar sesat. Hinky mengatakan bahwa mandula itu terletak di indung telur, salurannya, tuban, hormon atau di telur itu sendiri. Vaksin HPV bukanlah virus yang memengaruhi kesehatan, kandungan telur dan hormon di dalam tubuh. Sejumlah penelitian menemukan, kedua hal tersebut tidak berkaitan. “Berdasarkan yang terdapat di lapangan. Bukan katanya-katanya. Tapi semua digali dan dipublikasi,” kata Hinky.
- Mitos 2: Vaksin HPV mengandung merkuri
Hinky menegaskan bahwa vaksin HPV tidak mengandung dan tidak membutuhkan merkuri. Vaksin HPV sudah melalui semua tahapan uji klinis dan sudah mendapat rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Sehingga sudah terbukti aman.
Di Indonesia, vaksin tersebut juga sudah lolos uji klinik dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
- Mitos 3: Sebabkan autoimun, penyakit neurologis, dan kematian
Dalam jurnal berjudul ‘Myths and fake messages about human papillomavirus (HPV) vaccination: answers from the ESGO Prevention Committee’ yang diterbitkan oleh International Journal of Gynecological Cancer, mitos atau anggapan itu tidak terbukti.
Nadja Taumberger dkk dalam jurnal tersebut mengungkapkan kejadian kondisi autoimun atau neurologis dan kematian adalah sama pada populasi yang divaksin dan tidak divaksin HPV.
- Mitos 4: Laki-laki tak butuh vaksin HPV
Selain kanker serviks, virus HPV juga bisa menyebabkan kanker anal, penis, dan orofaring. Oleh sebab itu, vaksinasi HPV penting bagi perempuan maupun laki-laki.
Hinky juga mengungkapkan hal yang sama. Ia menjelaskan bahwa virus HPV bisa menyebabkan kanker pada tenggorokan, anus dan penis.
“Jadi memang sebetulnya terjadinya pada wanita dan pria. Hanya barangkali angka kejadian kita masih lebih tinggi yang di wanita. Atau angka kita belum cukup,” beber Hinky.
- Mitos 5: Vaksin HPV hilang khasiatnya setelah berhubungan seksual
Nadja Taumberger dkk dalam jurnal yang terbit di International Journal of Gynecological Cancer mengungkapkan sebagian besar perempuan muda yang aktif secara seksual dan tingkat proteksi dari vaksin tersebut masih sekitar 90 persen. Ini berdasarkan uji klinis.
Bahkan, data kemanjurannya hingga usia 45 tahun lebih. Selain itu, vaksin HPV berpotensi mengurangi risiko penyakit selanjutnya.
- Mitos 6: Orang terinfeksi HPV sudah hasilkan antibodi sendiri, tak perlu vaksin
Masih dalam hasil penelitian oleh Nadja dkk, respons antibodi setelah infeksi HPV sesungguhnya rendah. Vaksinasi HPV memberikan respons kekebalan dan memberikan perlindungan yang kuat terhadap penyakit.
Hinky pun mewanti-wanti agar tidak termakan mitos-mitos tersebut. Memang, setelah vaksinasi HPV bisa saja menyebabkan efek samping seperti demam, mual, lemas dan tidak bisa tidur.
Hinky menyebut hal itu masih dalam batas wajar. Efek samping itu juga bisa berbeda-beda pada setiap orang. Menurutnya, itu tidak boleh jadi alasan untuk melakukan vaksin HPV.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post