Pada pertengahan Oktober 2024, tersebar melalui media sosial yang menyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 tidak ada. Klaim terkait COVID-19 tersebut masih kerap beredar di media sosial.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH menanggapi informasi itu. Ia menegaskan bahwa narasi yang menyebutkan COVID-19 sebagai rekayasa adalah informasi yang tidak benar. Menurut dr. Syahril, pandemi COVID-19 melanda hampir seluruh negara di dunia, bukan hanya di Indonesia.
“Tidak benar dan tidak ada bukti yang mengatakan seperti itu. Karena masalah pandemi COVID-19 ini di tingkat internasional, bukan masalah Indonesia saja,” terang Syahril di Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Syahril mengingatkan hal penting yang harus mendapatkan apresiasi bersama adalah Indonesia berhasil menangani pandemi COVID-19. Semua elemen pemerintah dan para pemangku kepentingan (stakeholder), serta seluruh elemen masyarakat sukses bekerja sama mengendalikan COVID-19. Alhasil, kasus turun dan terkendali. Apalagi, pandemi sudah berlalu dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencabut status darurat kesehatan global untuk COVID-19. Resmi, WHO menyatakan pandemi berakhir.
“Sudah tidak ada pada waktunya lagi dikatakan, kalau pandemi COVID-19 itu sesuatu yang direkayasa. Kita akhirnya dapat melewati masa pandemi dan alhamdulillah, kita bisa menyelesaikan itu dengan baik.”
Berdasarkan data WHO, lebih dari 760 juta kasus dan 6,9 juta kematian akibat COVID-19 telah tercatat di seluruh dunia sejak Desember 2019. Lebih dari 13 miliar dosis vaksin COVID-19 telah tersebar ke semua masyarakat dunia hingga Juni 2023.
Laporan World Health Statistics 2024: Monitoring Health for the SDGs, Sustainable Development Goals, dari WHO pada 24 Mei 2024, mengungkapkan pandemi COVID-19 memengaruhi tren harapan hidup saat lahir dan harapan hidup sehat saat lahir. Harapan hidup menurun, kembali ke tingkat jauh sebelum pandemi terjadi.
Pandemi COVID-19 menghapus catatan kemajuan dalam upaya meningkatkan harapan hidup selama hampir satu dekade hanya dalam dua tahun. Pada kurun 2019 dan 2021, harapan hidup global turun 1,8 tahun menjadi 71,4 tahun atau kembali ke angka yang sama pada 2012. Demikian pula, harapan hidup sehat global turun 1,5 tahun menjadi 61,9 tahun pada 2021 atau kembali ke angka pada 2012.
Laporan WHO pada 2024 juga menyoroti dampak pandemi COVID-19 di seluruh dunia. Wilayah Amerika dan Asia Tenggara terkena dampak paling parah, dengan harapan hidup menurun sekitar 3 tahun dan harapan hidup sehat turun 2,5 tahun pada periode 2019 dan 2021. Wilayah Pasifik Barat terdampak selama dua tahun pertama pandemi, dengan penurunan harapan hidup kurang dari 0,1 tahun dan harapan hidup sehat sebesar 0,2 tahun.
Lebih lanjut, Mohammad Syahril menjelaskan, Indonesia berupaya menanggulangi pandemi COVID-19 melalui kebijakan “gas dan rem”. Upaya ini bertujuan menyeimbangkan antara penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi.
Pedal gas titik berat adalah upaya pemulihan ekonomi, sedangkan pedal rem untuk upaya penanganan pandemi. Saat menginjak pedal gas, pembatasan mobilitas menjadi longgar, dan kegiatan ekonomi semakin naik. Kebijakan gas dan rem ini secara efektif menekan lonjakan kasus COVID-19.
Selain itu, vaksinasi merupakan strategi penting dalam penanganan pandemi COVID-19. Indonesia telah melaksanakan vaksinasi COVID-19 lebih dari 400 juta dosis, dengan sasaran lebih dari 200 juta orang. Pelaksanaan vaksinasi COVID-19 dimulai pada 13 Januari 2021.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post