Awal Maret 2022 Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) melepas seribu kader melalui seremoni Pelepasan Seribu Kader PRIMA. Para kader PN-PRIMA ini dilatih untuk mendampingi kelompok rentan menerima vaksinasi Covid-19, membantu pemulihan layanan kesehatan esensial, dan melaksanakan pelacakan kasus berbasis masyarakat tingkat komunitas.
Berangkat dari rasa penasaran tersebut, tim Prohealth.id mencoba mewawancarai kader PN-PRIMA, Rumyati (51) pada akhir Juni 2022 lalu. Perempuan yang akrab disapa Ibu Arum adalah Kader PN-PRIMA di Puskesmas Padasuka, Kota Bandung. Simak selengkapnya wawancara tim Prohealth.id tentang dinamika menjadi kader kesehatan musim pandemi Covid-19.
Bagaimana Anda bisa terlibat sebagai kader PN-PRIMA?
Saya awalnya adalah kader Posyandu, lalu sempat jadi kader rehabilitasi berbasis masyarakat (RBM), dan kader juru pemantau jentik (jumantik). Memang kalau jadi kader ini 4L, lu lagi, lu lagi. Karena ini kerja sosial. Semuanya gratis, kalau ada rezeki sedikit ya disyukuri. Ini semua berawal dari puskesmas.
Jadi awalnya karena Anda rajin beraktivitas di puskesmas?
Iya, ini pokja kesehatan harus mengenal dulu puskesmas, nah, kami (kader PN-PRIMA) direkomendasikan oleh puskesmas yang ternyata dipetakan dari kader kewilayahan. Kami isi google form untuk pendaftaran. Begitu diterima sebagai kader PN-PRIMA, kami memulai penugasan dan ternyata metode PN-PRIMA ada reward, tak menyangka pundi-pundi juga bertambah.
Apa hambatan yang Anda alami sebagai kader PN-PRIMA dengan penugasan ekstra yang berbeda dengan kader kesehatan umumnya?
Banyak, ada suka, ada dukanya. Sukanya karena saya jadi lebih dekat sama warga. Untuk divaksinasi saja, misalnya, aduh, ada yang mau dan tak mau. Kalau pun mau, pada hari H, ada saja alasannya tidak jadi. Sakitlah, lagi pergi, dan sebagainya. Bagaimana kita bisa memaksa mereka? Padahal kalau ada apa-apa (warga) itu juga tanggung jawabnya kader. Jadi semampunya kami, dan jangan patah semangat membawa edukasi ke masyarakat.
Kalau ditarik sedikit lebih ke belakang, apa alasan Anda menjadi kader kesehatan di posyandu, lalu puskesmas, hingga akhirnya menjadi kader PN-PRIMA?
Awalnya saya tertarik karena ingin mencari kesibukan. Saya takut tua sebelum waktunya. Saya ingin mengasah otak, kalau tidak mengasah jadi lupa. Kalau lupa, bisa jadi cepat pikun. Saya pun dulu tak tahu, apa itu kader? Kesana, kemari, ternyata kalau sudah menjiwai ikut kemana-mana itu jadi senang. Apalagi kalau dekat dengan masyarakat.
Apa pengalaman Anda yang paling berkesan selama bertugas sebagai kader PN-PRIMA?
Secara umum sebagai kader kesehatan sebelum pandemi hamper semua program dan kegiatan bisa dikerjakan. Nah, begitu pandemi, kami bingung sendiri, ini apa yang harus dikerjakan? Biasanya saya kesana kemari ada pendataan di posyandu. Begitu pandemi semua berhenti, sampai akhirnya kami direkrut menjadi kader untuk Covid-19.
Apakah ada pengalaman tak terlupakan sebagai kader kesehatan PRIMA selama masa pandemi Covid-19?
Ada. Sewaktu berat-beratnya pandemi, Juni 2021, saya pernah menjemput pasien dengan disabilitas ke Sukabumi. Saat itu jalanan sepi, orang tidak boleh keluar rumah, tidak boleh kemana-mana. Sementara saya menjemput orang dengan disabilitas. Selama dua tahun Covid-19, saya juga mengurus warga yang meninggal karena virus ini. Ada banyak orang bahkan tetangga yang mau peduli sama pasien Covid-19 tetapi takut tertular penyakit ini. Padahal ada warga, dia tetangga saya, punya komorbid saat tertular Covid-19. Wajahnya sampai membiru, mulutnya berbusa. Proses evakuasi hanya saya, dan suaminya. Kami membawa pasien it uke RS St. Yusuf, tetapi akhirnya dia meninggal. Alhamdulilah, saya tidak diberikan penyakit ini ketika saya melakukan evakuasi.
Tetapi, apakah Anda pernah terinfeksi Covid-19?
Pernah, akhirnya saya terinfeksi Covid-19 di waktu yang sangat cantik, tanggal 22, bulan 2, dan di tahun 2022 ini. Saya Cuma terinfeksi sekitar 9 hari, begitu saya swab selanjutnya sudah negatif.
Bagaimana Anda merefleksikan pengalaman menderita Covid-19?
Saya sempat was-was dan takut dikucilkan oleh warga. Saya bertanya-tanya, apakah warga masih bisa menerima saya atau tidak ya? Tetapi akhirnya saya positive thinking saja. Saya swab di puskesmas, dan betul hasilnya sudah negatif.
Bagaimana Anda beradaptasi dengan pola kerja kader PN-PRIMA pada masa pandemi dibandingkan dengan pola kerja kader kesehatan sebelumnya?
Misalnya saya dulu sulit membiasakan memakai masker ya. Pada awal-awal saya beberapa kali suka melepas masker sebentar lalu pakai lagi. Tetapi karena sudah beberapa tahun seperti ini, kami sudah terbiasa dan bahkan kalau kami pergi kunjungan warga, kami selalu bawa masker cadangan karena harus ganti setiap 4 jam.
Selama pandemi banyak tenaga kesehatan yang menjadi korban akibat Covid-19, bagaimana Anda menyikapi hal ini?
Saya sedih karena juga ada banyak kader kesehatan yang meninggal selama pandemi, rata-rata karena ada komorbid. Ada satu kawan sesame kader, punya komorbid, dia memang belum vaksin Covid-19 karena belum diizinkan oleh dokter. Apalagi dia sedang menjalani pengobatan. Dia sempat teleponan dengan saya, mengaku sudah sehat, tiba-tiba beberapa jam kemudian pada subuh jelang pagi saya dapat kabar dia meninggal. Saya pun sampai tidak percaya. Muncul perasaan resah dan memang kemarin waktu dia meninggal itu kami semua merasa hilang sekali. Beliau rekan kader yang fair, welcome, kami sangat kehilangan teman selama Covid-19 ini.
Bagaimana Anda mengembangkan diri sebagai kader PRIMA?
Dulu saya menjadi kader untuk bisa pergi ke lapangan dan menemui warga, itu sudah biasa dan tidak asing lagi untuk saya. Kalau sekarang misal saya banyak ditanya soal vaksinasi Covid-19, dan juga menanyakan bantuan. Pengembangan sekarang kami fokus mengedukasi keluarga internal kami soal vaksinasi ini, sebelum selanjutnya ke keluarga pasien dan ke pasien.
Mengapa begitu? Apakah ada pertimbangan khusus membidik keluarga pasien sebelum pasien?
Kadang pasien itu oke-oke saja untuk vaksinasi, justru keluarga yang membuat prosesnya lama. Maka keluarga inilah yang perlu diedukasi. Atau misalnya ke lapangan atau bertemu warga yang punya komorbid, perlu diajak ke puskesmas dan difasilitasi. Ini juga sulit karena kalau berobat ke puskesmas, bertemu bidan, dokter, rata-rata warga lebih percaya pada kader. Jadi segala sesuatu bertanya kepada kader. Meski demikian ada hal-hal yang kami tidak paham, kami akan sarankan keluarga dan pasien untuk bertanya kepada dokter.
Adakah panduan dari puskesmas, pemda, maupun CISDI bagi kader PN-PRIMA agar bisa mengajak warga mau vaksinasi Covid-19?
Berdasarkan pengalaman rata-rata orang yang mau divaksin bertanya ke saya, “Ibu sudah divaksin belum?” Saya jawab, sudah. Bahkan sudah tiga kali. Jadi saya juga tidak malu. Ada lagi tanya, ‘apa efek sampingnya?’. Saya jawab, ‘efek sampingnya ada. Berarti itu bagus, obat vaksinnya bekerja.’ Pada balita saja, sehabis imunisasi tubuh balita sering hangat (demam), tetapi kalau ada kondisi khusus yang parah, barulah pergi ke puskesmas.
Apa saja medium yang Anda gunakan untuk melakukan sosialisasi kepada warga?
Saat ini warga dan keluarga tentu punya handphone atau gadget yang canggih. Orang sudah biasa membaca berita atau informasi, termasuk hoaks. Banyak warga mudah termakan hoaks, atau banyak baca berita tidak sampai selesai. Padahal kadang ada penjelasan tentang hoaksnya. Saya selalu katakan, baca informasi yang benar dulu, cek mana yang hoaks. Seandainya Anda merasa ragu untuk vaksinasi misalnya, jangan tolak dulu. Bisa tanya langsung kepada saya, atau RT (Rukun Tetangga).
Bagaimana pencapaian vaksinasi Covid-19 di puskesmas tempat Anda berkarya?
Vaksinasi Covid-19 di puskesmas Padasuka ini pun pencapaiannya sudah baik, usia bawah 59 tahun menjelang lansia itu sudah banyak yang divaksinasi.
Siapa saja kelompok masyarakat yang Anda temukan sulit untuk mau divaksinasi?
Rata-rata lansia ya. Padahal lansia kan rentan. Masih ada kekhawatiran karena keluarganya belum menerima, takut ada apa-apa, dan si lansia tidak akan kemana-mana, ada di rumah. Nah, hal-hal seperti ini yang harus kita fasilitasi ke anak, keluarga, dan saudara-saudaranya.
Berkaca dari sepak terjang Anda selama ini, apa saja kapasitas dan kebutuhan yang perlu dilengkapi untuk memenuhi standar kader PN-PRIMA yang ideal?
Pertama, kita butuh gadget yang baik dan bisa menjalankan fungsinya. Rata-rata emak-emak ini gaptek kan, kita harus belajar meningkatkan kemampuan teknologi juga.
Kedua, harus ikhlas dan berbesar hati, istilahnya Lillahita ala, artinya dikerjakan karena Allah, jadi mau ada honor, mau tidak ada honor, tetap semangat berkarya.
Ketiga, jangan pilih kasih pada warga dan pasien, membedakan antara si miskin dan si kaya. Serta juga jangan cepat patah hati, kalau ada yang kurang mengenakkan di hati, biarkan saja jangan sampai dibawa pikiran, lebih santai.
Bagaimana Anda sebagai kader PN-PRIMA bisa mempengaruhi generasi muda untuk mau mulai berkiprah sebagai kader kesehatan di lingkungan masyarakat?
Saat ini ada program puskesmas remaja. Di Bandung baru ada beberapa, ini belum optimal memang, masih wacana. Ini bisa jadi wadah untuk anak muda, karena selama ini mengajak anak mud aitu susah. Seringkali anak muda yang kami ajak menanyakan honor untuk kerja-kerja sosial memfasilitasi warga. Jadi untuk saat ini rata-rata kader di Kota Bandung ini emak-emak tapi berjiwa muda. Sayangnya emak-emak ini riweuh (sulit/ribet), karena gaptek (gagap teknologi). Kalau anak muda kan tidak.
Pewawancara: Asep Wijaya & Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post