Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi, M. Epid, mengatakan pada awal Mei 2022 hanya tiga kasus hepatitis akut yang terdeteksi di Indonesia. Berdasarkan hasil investigasi medis, ketiga pasien tersebut datang ke fasilitas kesehatan dalam kondisi parah alias sudah memasuki stadium lanjut. Adapun tiga pasien anak ini mengalami gejala yang serupa yaitu; mual, muntah, dan diare atau masalah pencernaan akut.
Karakteristik ketiga pasien tersebut cukup beragam. Ada pasien yang berusia dua tahun yang telah mendapatkan vakinasi hepatitis, lalu pasien berusia 8 tahun yang udah pernah mendapatkan vaksinasi Covid-19 dosis pertama dan sudah melakukan vaksinasi lengkap. Berikutnya, adalah pasien berusia 11 tahun yang juga udah mendapatkan vaksinasi Covid-19. Lebih lanjut, hasil investigasi ini juga menemukan bahwa satu kasus adalah pasien dengan penyakit penyerta (komorbid). Keunikan lain dari ketiga pasien ini adalah, semua pasien tidak memiliki riwayat keluarga yang pernah menderita hepatitis.
Dengan keragaman rekam medis para pasien, tak heran jika dr. Nadia mengatakan ketiga pasien perdana ini belum bisa disebutkan sebagai pasien hepatitis akut misterius bergejala berat karena masih harus melalui proses verifikasi dan konfirmasi melalui laboratorium.
Dia pun menambahkan, pemerintah Indonesia telah melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga kesehatan di seluruh dunia, misalnya CDC di Amerika Serikat dan Pemerintah Inggris. Hal ini mengingat kasus pertama penyakit misteriu ini ditemukan di Inggris Raya, pada 5 April 2022 lalu. Penyakit ini pun menyebar dan sudah terdeteksi di 20 negara dengan jumlah kasus sekitar 228 orang, dengan 50 kasus tambahan yang masih diselidiki.
Menurut Prof. Dr. dr. Hanifah Oswari, Sp. A, selaku Dokter Spesialis Anak Konsultan Gastro Hepatologi RSCM Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, ada dugaan penyakit ini disebabkan oleh adenovirus, SARS-CoV-2, virus ABV, dan lainnya. Dugaan ini mengingat gejala yang dialami pasien utamanya menyerang saluran pencernaan dan pernapasan.
Sembari menunggu hasil uji medis, Prof. Hanifah mengingatkan para orang tua untuk waspada dengan melakukan mekanisme pencegahan seperti arahan pemerintah. Misalnya; menjaga kebersihan anak, rajin mencuci tangan dengan sabun, menjaminan makanan dan minuman untuk anak telah diolah sampai matang, tidak menggunakan alat makan bersama dengan orang lain. Tak hanya itu, orang tua juga tetap menerapkan protokol kesehatan Covid-19 seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mengurangi mobilitas.
ANGKA PASIEN MENINGKAT
Per 13 Mei 2022, Kementerian Kesehatan melaporkan sudah ada 18 kasus hepatitis akut, dengan Sembilan diantaranya tergolong kasus dalam konfirmasi atau pending classification, tujuh masih discarded, dan satu dalam proses verifikasi, satu lagi probable.
Secara lebih rinci, tujuh dari satu orang positif Hepatitis A, satu pasien positif Hepatitis B, satu orang positif Tifoid, dua orang demam berdarah dengue, dan dua lainnya berusia lebih dari 16 tahun.
Untuk mengatasi kesimpangsiuran informasi di tengah proses verifikasi medis, dr. Nadia menyatakan agar segenap masyarakat harus mengikuti protokol kesehatan sesuai Surat Edaran tentang Kewaspadaan terhadap temuan Hepatitis akut.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan, sekaligus Direktur Utama RS Penyakit Infeksi Sulianti Suroso, dr. Mohammad Syahril, Sp.P, MPH menyatakan dalam keterangan pers, bahwa tujuh dari 18 pasien eksisting hepatitis akut dinyatakan meninggal. Namun dia menegaskan tim medis masih memastikan faktor penyebab meninggal dari para pasien ini.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan para pasien yang diduga hepatitis akut rata-rata berusia 0-20 tahun, dan paling banyak yang terinfeksi adalah kelompok usia 5-9 tahun sejumlah 6 orang. Ada juga usia 0-4 tahun sebanyak 4 orang, dan usia 10-14 tahun sebanyak 4 orang. Sementara usia diatas 15-20 tahun juga terdata sejumlah 4 orang.
ANJURAN PARA DOKTER SPESIALIS ANAK
Sementara itu, Dokter Spesialis Anak dan Ahli Gastrohepatologi Anak, DR. dr. Muzal Kadim, Sp.A(K) mengatakan masyarakat perlu bersabar selama proses verifikasi dan uji medis hepatitis akut. Hal ini mengingat ada berbagai asumsi dan informasi yang belum terbukti tentang kaitan long Covid-19 yang menyebabkan penyakit hepatitis akut misterius pada anak. Beberapa informasi yang ramai beredar juga terkait efek vaksinasi Covid-19 yang menyebabkan penyakit hepatitis akut misterius tersebut juga belum ada bukti medis.
“Jadi jangan hubungkan ini dengan Covid-19. Ini ada anggapan karena vaksin, ini sama sekali tidak benar, jadi vaksinasi harus dilanjutkan sesuai jadwalnya,” tutur dr. Muzal melalui Instagram Live pada 8 Mei 2022 lalu.
Mengingat aat ini ini belum tahu apa penyebab, sumber penularan, berbagai dugaan masih mencuat, misalnya saja berasal dari droplet atau oral. Namun yang paling mungkin adalah Adenovirus, yaitu virus penyebab diare biasa yang ringan.
“Kita tak tahu sesuatu yang lain. Apakah ini penyebab atau koinsiden saja. Adenovirus ini ada sesuatu yang belum diketahui faktornya,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan agar orang tua lebih peka pada keluhan anak ketika mengalami sakit perut dan gejala penyakit pencernaan lain. Biasanya, anak tidak hanya merasakan sakit perut, tetapi juga lemas, hingga kuning pada bola mata putih, dan buang air kecil yang berwarna kuning pekat hingga kecoklatan.
Menurut dr. Muzal, penyakit ini disebabkan virus sehingga bisa menyerang anak yang sehat sekalipun. Terutama, jika anak yang sehat memiliki tingkat kekebalan tubuh yang rendah. Oleh karenanya, faktor komorbid atau penyakit penyerta belum tentu jadi faktor utama dari penyakit ini. Selain penularan melalui virus, penyebaran juga mungkin saja melalui droplet, salah satunya dari tinja penderita. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mensterilisasi alat perlengkapan dan pakaian anak.
“Saat in ikan belum diketahui penyebab, pengobatannya. Perlu istirahat, makan cukup, minum cukup, kalau perlu obat turun panas, kalau demam diberikan obat mual pada saat perawatan supportif. Virusnya sendiri kalau memang virus ya, ini tubuh sendiri yang akan melawan. Kalau anak sehat, kekebalan baik maka akan jadi baik dan lebih baik dibandingkan kalau anak kekebalannya kurang,” pungkasnya.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post