Berdasarkan laporan XDI (Cross Dependency Analysis) terbaru, Indonesia memiliki jumlah rumah sakit berisiko tinggi terbanyak di kawasan Asia Tenggara, dengan 509 rumah sakit yang berisiko tinggi mengalami penutupan sebagian atau total akibat cuaca ekstrem pada tahun 2050. Jumlah ini akan meningkat menjadi 696 rumah sakit pada tahun 2100.
Laporan terbaru XDI ini menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat kelima dalam daftar negara-negara dengan rumah sakit berisiko tinggi sedunia pada tahun 2100, di bawah India, China, Jepang, dan Korea Selatan. XDI menganalisis 3628 rumah sakit di Indonesia. Hasilnya, sebanyak 509 rumah sakit berisiko tinggi mengalami penutupan sebagian atau total pada tahun 2050. Jumlah ini akan bertambah menjadi 696 rumah sakit pada tahun 2100.
XDI juga menemukan, jika negara-negara gagal memangkas emisi bahan bakar fosil, 1 dari 12 rumah sakit di dunia dapat mengalami penutupan sebagian atau total akibat peristiwa cuaca ekstrem yang disebabkan oleh perubahan iklim. Akibatnya, masyarakat yang kerap dilanda bencana alam seperti angin topan, badai, banjir, kebakaran hutan, dll dapat terputus dari layanan darurat di rumah sakit ketika mereka sangat membutuhkan. Tak hanya itu, negara-negara berpendapatan rendah dan menengah juga menjadi kelompok yang paling berisiko.
Dr. Karl Mallon, Direktur Sains dan Teknologi XDI menyatakan, dari sejumlah analisis menunjukkan bahwa pemanasan global telah mengakibatkan Asia Tenggara mengalami peningkatan risiko kerusakan infrastruktur rumah sakit sebesar 67 persen sejak tahun 1990.
Saat ini, lanjut dr. Karl, Asia Tenggara memiliki persentase rumah sakit yang memiliki risiko tertinggi di dunia terhadap kerusakan akibat peristiwa cuaca ekstrem perubahan iklim sampai 10,76 persen. Pada tahun 2100, jumlah ini akan meningkat hingga hampir 1 dari 5 rumah sakit berisiko tinggi menjadi 18,4 persen mengalami penutupan total atau sebagian, kecuali emisi bahan bakar fosil dikurangi dengan cepat.
“Perubahan iklim semakin berdampak pada kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Apa yang terjadi jika cuaca buruk mengakibatkan penutupan rumah sakit juga? Analisis kami menunjukkan bahwa tanpa penghentian penggunaan bahan bakar fosil secara cepat, risiko terhadap kesehatan global akan semakin buruk karena ribuan rumah sakit tidak mampu memberikan layanan selama krisis,” kata dr. Karl dikutip dari siaran pers yang diterima Prohealth.id, Rabu (6/12/2023).
Data XDI menunjukkan, pada rentang tahun 1990-2020, angka risiko rumah sakit di Asia Tenggara sebesar 67 persen. Namun, diperkirakan dalam rentang 2020-2100, angka risiko tersebut akan melonjak drastis hingga 358 persen, dengan skenario emisi tinggi RCP8.5, atau 129 persen dengan skenario emisi rendah RCP2.6. Khusus di Indonesia, persentase kenaikan risiko kerusakan pada infrastruktur rumah sakit dalam rentang tahun 2020-2100 dengan skenario emisi tinggi RCP8.5 mencapai 367 persen.
Dapat disimpulkan bahwa di Indonesia, persentase kenaikan rumah sakit yang berisiko tinggi ditutup akibat cuaca ekstrem akan mencapai 14 persen pada tahun 2050, dan pada tahun 2100 akan berdampak ke 1 dari 5 atau sekitar 19,2 persen rumah sakit jika emisi dari bahan bakar fosil tetap tinggi.
Tak hanya itu, dr. Karl Mallon menyebut, dengan membatasi pemanasan global hingga 1,8 derajat Celsius dengan penghentian penggunaan bahan bakar fosil secara cepat akan mengurangi separuh risiko kerusakan pada infrastruktur rumah sakit dibandingkan dengan skenario emisi tinggi. Ia mengingatkan, jika emisi tinggi, risiko kerusakan rumah sakit di seluruh dunia akibat cuaca ekstrem akan meningkat lebih dari empat kali lipat yakni 311 persen pada akhir abad ini, sedangkan dalam skenario emisi rendah, peningkatan risiko ini berkurang menjadi hanya 106 persen.
Oleh karenanya dari temuan ini maka 1 dari 12 rumah sakit di seluruh dunia akan berisiko tinggi mengalami penutupan sebagian atau total akibat cuaca ekstrem pada akhir abad ini yang secara total ada 16.245 rumah sakit. Jumlah itu hampir dua kali lebih banyak dari jumlah rumah sakit yang saat ini berisiko tinggi.
Untuk itu, kata dr. Mallon, hal yang paling jelas untuk mengurangi risiko ini terhadap rumah sakit dan menjaga keamanan masyarakat adalah dengan mengurangi emisi. Pemerintah memiliki kewajiban kepada masyarakat untuk memastikan pemberian layanan penting secara berkelanjutan.
“Jika masing-masing negara tidak mengambil tindakan terhadap informasi ini, atau jika komunitas global tidak memberikan dukungan kepada pemerintah yang butuh bantuan, maka hal ini merupakan tindakan yang mengabaikan kesejahteraan warga negaranya,” tegas dr. Karl Mallon.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post