Pandemi Covid-19 bisa saja sudah tertangani dengan cukup baik di Indonesia. Berdasarkan siaran pers yang diterima Prohealth.id, penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia mendapatkan apresiasi dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Presiden Majelis Umum PBB, Abdulla Shahid, menyampaikan dalam The 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 yang digelar di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Rabu (25/05/2022) ketika melihat penyelenggaraan GPDRR 2022 sukses digelar tatap muka dalam skala besar.
“Saya telah diberitahu bahwa sekitar tujuh ribu peserta telah mendaftar untuk pertemuan hari ini. Ini merupakan bukti komitmen kuat dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Yang Mulia Presiden Joko Widodo untuk memerangi Covid-19 dan mengembalikan negara ke jalur pemulihan,” ujar Abdulla Shahid.
Dia pun menyampaikan penghargaan kepada pemerintah Indonesia yang telah menjadi tuan rumah GDPRR 2022 sebagai kegiatan pengurangan risiko bencana secara global, di tengah pemulihan Covid-19 di seluruh dunia.
Masih dikutip dari siaran pers yang sama, Deputi Sekretaris Jenderal PBB, Amina Jane Mohammed, ikut mengapresiasi sejumlah kebijakan pemerintah Indonesia menangani pandemi Covid-19 khususnya pencapaian vaksinasi Covid-19 di Indonesia. “Memvaksinasi populasi 270 juta adalah prestasi besar, dan kami memuji kepemimpinan Indonesia atas program vaksinnya untuk menjaga semua orang aman,” ujar Amina.
Dalam kesempatan tersebut Presiden Joko Widodo mengatakan pandemi Covid-19 merupakan bencana dunia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mencoba menerapkan kebijakan dinamis sesuai situasi terkini untuk menjaga keseimbangan sisi kesehatan dan sisi ekonomi.
“Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan dinamis sesuai situasi terkini, menjalankan kebijakan ‘gas dan rem’ untuk menjaga keseimbangan sisi kesehatan dan ekonomi dan terbukti telah memberikan dampak baik,” ungkapnya.
Dia menambahkan, Indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau lebih dan telah berhasil menyuntikkan sedikitnya 411,5 juta dosis vaksin. Dampaknya, kasus harian menurun tajam dan pertumbuhan ekonomi dapat terjaga baik.
“Kasus harian turun tajam dari 64,7 ribu saat puncak menjadi 345 kasus. Pertumbuhan ekonomi terjaga 5,01 persen dan inflasi di level aman 3,5 persen,” jelasnya bangga.
Tak lama setelah apresiasi bertubi-tubi atas rapor dengan nilai excellent dalam penanganan pandemi, 31 Mei 2022, pemerintah Indonesia harus mendapatkan nilai merah dalam rapor kesehatan masyarakat. Berdasarkan Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang dikerjakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
GATS sendiri adalah standar global untuk memantau penggunaan tembakau jenis hisap dan kunyah oleh orang dewasa dan melacak indikator-indikator utama pengendalian tembakau. GATS juga bertujuan membantu negara-negara dunia memenuhi kewajiban berdasarkan Framework Covention Tobacco Control (FCTC) World Health on Organization (WHO) untuk menghasilkan data yang dapat dibandingkan secara nasional maupun internasional.
Untuk temuan GATS 2021, Balitbangkes melibatkan 10.170 rumah tangga sebagai sampel, dan satu individu dipilih secara acak dari masing-masing rumah tangga peserta untuk mengisi survei dan dikumpulkan secara elektronik. Lalu sebanyak 9.156 wawancara lengkap dilakukan, dengan angka respons keseluruhan sebesar 94,0 persen.
Adapun riset GATS kali ini cukup mencengangkan. GATS 2021 menemukan, selama 10 tahun terakhir sejak GATS 2011, terjadi kenaikan jumlah perokok di Indonesia.
“Menurut GATS, dalam jangka waktu 10 tahun terjadi penurunan prevalensi perokok tidak signifikan. Namun terjadi peningkatan signifikan perokok sampai 8,8 juta orang,” ujar Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan dr. Maria Endang Sumiwi, M.P.H.
WHO bahkan sudah mengingatkan, terjadi 8 juta kematian akibat asap rokok, dan 1,2 kasus terjadi pada perokok pasif setiap tahunnya. Temuan GATS ini mengaminkan bahwa Indonesia menjadi salah negara dengan perokok aktif yang sangat tinggi.
WASPADAI ROKOK ELEKTRONIK
Temuan GATS 2021 ini juga menggarisbawahi temuan penting lainnya yaitu adanya kenaikan jumlah yang signifikan pada pengguna rokok elektronik sampai 10 kali lipat. Menurut Dirjen Kesmas Kemenkes, dr. Maria Endang Sumiwi, M.P.H, dampak rokok elektronik menambah parah dampak asap rokok bagi kesehatan publik. Dia mengingatkan, asap rokok termasuk dari jenis elektronik meninggalkan bau yang berbahaya bagi kesehatan seperti halnya rokok konvensional. Selain itu, baik rokok elektronik maupun rokok konvensional memiliki sampah yang berbahay bagi lingkungan.
“Utamanya puntung rokok yang ditinggal itu berpotensi menurunkan kualitas sanitasi lingkungan,” sambungnya.
Tak hanya itu, persentase keterpaparan asap rokok di tempat umum juga masih tinggi. Berdasarkan GATS 2021, keinginan orang berhenti merokok memang mencapai 63,4 persen, namun hanya 43,8 persen perokok saja yang mencoba melakukan upaya memulai berhenti. Bahkan, hanya 38,9 persen saja pecandu yang akhirnya mendapat akses bantuan untuk berhenti merokok.
IKLAN MEDIA SOSIAL MAKIN LIAR
GATS 2021 tak hanya menyoroti tentang penambahkan jumlah perokok. Sebaliknya, GATS 2021 ikut menyoal sejumlah kebijakan yang sudah dirumuskan pemerintah Indonesia sebelumnya namun terbukti belum efektif.
Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Indonesia, Dr. N. Paranietharan, menjelaskan hasil GATS 2021 menegaskan bahwa masih ada pekerjaan rumah (PR) yang besar untuk Indonesia. Penurunan prevalensi perokok yang hanay 1,6 persen selama 10 tahun dengan tambahan beban 8,8 juta perokok baru mengafirmasi masih belum efektif sejumlah kebijakan pemerintah.
Dia menyebut, sekalipun cukai rokok mengalami kenaikan, namun GATS 2021 menemukan konsumsi belanja terbesar pada rumah tangga di Indonesia justru untuk belanja rokok ketimbang belanja kebutuhan pokok dan makanan bergizi. Hal ini menunjukkan, kenaikan cukai rokok tidak berbanding lurus dengan kenaikan pendapatan masyarakat selama 10 tahun terakhir yang memudahkan warga membeli rokok.
Tak hanya itu, dr. Paranietharan juga menegaskan rendahnya tingkat kesadaran publik berhenti merokok karena aturan Picture Health Warning (PHW) dalam kemasan rokok pun hanya 40 persen. Beberapa temuan di lapangan pun menyebutkan, rata-rata PHW pada kemasan bungkus rokok kerap tertutup oleh pita cukai, alhasil peringatan akan bahaya rokok tidak diperhatikan oleh para konsumen rokok.
“Kalau mau ideal ini harusnya menjadi 90 persen besar PHW dalam kemasan sehingga bisa efektif mengendalikan konsumsi rokok,” tuturnya.
Dalam terpaan kabar rapor merah tersebut, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menyatakan hal ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk melakukan upaya-upaya penghentian merokok.
Wamenkes Dante mengajak semua pihak di jajaran pemerintah pusat (semua Kementerian/Lembaga) dan pemerintah daerah, asosiasi dan organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, kalangan swasta, dan dunia usaha bersama seluruh kelompok dan tokoh masyarakat untuk memperkuat komitmen dan saling dukung untuk melakukan serial aksi nyata guna menurunkan prevalensi konsumsi tembakau pada seluruh masyarakat. Terutama pada usia anak dan remaja (10-18 tahun) sesuai target RPJMN 2020 – 2024 sebesar 8,7 persen.
Penulis: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post