Jakarta, Prohealth.id – Koalisi Pangan Sehat Indonesia (PASTI), yang terdiri dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) dan Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia, menggelar aksi publik di area car free day Jakarta.
Pada 13 Juli 2025 lalu, bersama puluhan relawan serta aktivis masyarakat, mereka mendesak pemerintah segera menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Aksi ini merupakan respons atas keputusan pemerintah dan DPR yang membatalkan pemberlakuan cukai MBDK tahun ini menjadi tahun depan. Koalisi menilai penundaan ini mencerminkan lemahnya komitmen pemerintah untuk melindungi masyarakat dari risiko penyakit tidak menular. Misalnya; obesitas dan diabetes.
“Penundaan cukai MBDK tahun ini menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah untuk melindungi kesehatan Masyarakat,” ujar Nida Adzilah Auliani, Project Lead for Food Policy CISDI, di lokasi aksi.
Padahal, lanjut Nida, cukai MBDK adalah kebijakan strategis yang telah sudah ada di 99 negara. Bahkan terbukti menjadi kebijakan yang cost-effective dalam menurunkan konsumsi minuman manis. Selain itu sukses mencegah obesitas, diabetes, dan penyakit tidak menular lain.
Aksi yang berlangsung dari kawasan Jalan Sudirman hingga Bundaran HI ini menampilkan beragam poster edukatif, visual teatrikal mengenai minuman tinggi gula
Ada juga ajakan untuk menandatangani petisi di laman change.org/cukaikanmbdk. Kini tanda tangan yang terkumpul sudah lebih dari dua puluh ribu orang. Para peserta aksi menyuarakan tuntutan agar pemerintah segera membatasi promosi dan akses publik terhadap produk tinggi gula yang membahayakan kesehatan masyarakat.
Koalisi PASTI menegaskan pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi masyarakat, terutama anak-anak dan remaja. Apalagi, dari paparan produk pangan ultra-proses yang terbukti berkontribusi terhadap krisis kesehatan nasional. Kini, tingkat konsumsi minuman manis di Indonesia saat ini sangat tinggi.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023, sebanyak 67,21 persen rumah tangga di Indonesia mengkonsumsi MBDK. Sementara itu, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan hampir separuh populasi berusia tiga tahun ke atas mengkonsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari.
Koalisi mendorong pemerintah menerapkan kebijakan komprehensif yang meliputi cukai minuman manis, label peringatan pada bagian depan kemasan, serta pembatasan iklan produk tidak sehat. Satu rangkaian instrumen kebijakan tersebut telah terbukti efektif di berbagai negara.
Di negara lain, yaitu Afrika Selatan, cukai minuman berpemanis berhasil menurunkan lebih dari 50 persen kadar gula pada produk MBDK. Studi di Indonesia dan berbagai negara menunjukkan bahwa label peringatan depan kemasan efektif membantu konsumen mengenali kandungan gula, garam, dan lemak berlebih dalam produk, sehingga mendorong pilihan yang lebih sehat. Label peringatan depan kemasan juga telah terbukti sebagai satu-satunya pendekatan pelabelan yang berdampak nyata dalam pengendalian konsumsi gula, garam, dan lemak.
Nida menyebut, dua kebijakan tersebut terbukti tidak berdampak negatif terhadap lapangan kerja, upah, atau keuntungan industri minuman. Industri hanya beralih menjual produk yang lebih sehat.
“Hal ini membantah kekhawatiran pihak umum dari industri jika cukai MBDK dimulai bakal mengganggu perekonomian dan keberlangsungan usaha,” tambah Nida.
Sayangnya, hingga saat ini implementasi sistem label peringatan depan kemasan di Indonesia juga masih menghadapi mengalami hambatan antar-lembaga. Khususnya antara Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan, dinilai belum berjalan optimal.
Ketua Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia, Ari Subagio, menilai pemerintah tidak bisa lagi menunda penerapan cukai MBDK. Menurutnya, keputusan pemerintah menunda cukai tahun ini justru mengindikasikan adanya intervensi industri dalam pembuatan regulasi. Sebab, narasi dari industri konsisten tentang perekonomian yang belum stabil sebenarnya tidak sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan.
Koalisi PASTI mengingatkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 2025 secara resmi telah memasukkan penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Barang Kena Cukai berupa Minuman Berpemanis
dalam Kemasan ke dalam Program Penyusunan Peraturan Pemerintah (Progsun) Tahun 2025. Artinya, pemerintah memiliki dasar hukum yang kuat dan mandat nasional untuk menyelesaikan regulasi teknis cukai MBDK tahun ini.
“Tidak ada alasan lagi untuk menunda. Presiden sendiri telah menetapkan cukai MBDK sebagai prioritas dalam Progsun 2025. Penundaan lebih lanjut justru mengabaikan amanat Keppres dan mencerminkan tidak adanya keberpihakan pemerintah terhadap kesehatan jutaan masyarakat Indonesia,” tegas Ari.
Oleh sebab itu, Koalisi PASTI mendesak pemerintah untuk beberapa hal. Pertama, segera menetapkan dan mengesahkan Peraturan Pemerintah tentang cukai MBDK, sebagai pelaksanaan amanat Keppres Nomor 4 Tahun 2025.
Kedua, menerapkan tarif cukai yang menaikkan harga produk setidaknya sebesar 20 persen. Utamanya untuk menekan konsumsi minuman manis. Ketiga, mengalokasikan pendapatan dari cukai MBDK untuk Upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular.
Keempat, mewajibkan label peringatan sebagai satu-satunya jenis label pada bagian depan kemasan. Caranya dengan mencantumkan informasi kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) sesuai ketentuan PP Nomor 28 Tahun 2024.
Kelima, membatasi pemasaran produk tinggi kandungan GGL, sebagaimana diatur dalam Pasal 195 PP Nomor 28 Tahun 2024.
Keenam, memperkuat edukasi dan promosi kesehatan mengenai dampak konsumsi gula berlebih kepada masyarakat secara luas.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post