Jakarta, Prohealth.id – Berdasarkan pantauan Perhimpunan ICJR, beberapa calon presiden (capres) telah menyadari adanya kasus-kasus yang tidak memberikan keadilan pada perempuan.
Sebagai contoh, capres nomor urut 1 dalam pandangan visi-misinya menyebutkan tidak ada keadilan terhadap Mega Suryani Dewi atas kasus kekerasan dalam rumah tangga, hingga korban meninggal dunia. Kasus perempuan berhadapan dengan aparat penegak hukum juga disebut oleh capres nomor urut 3 dalam paparan visi-misinya bahwa, terjadi pemeriksaan oleh aparat atas pendapat yang disampaikan oleh Ibu Sinta. Namun, narasi kasus-kasus tersebut, tak ada yang dielaborasi lebih lanjut pada rekomendasi untuk perbaikan dalam sistem hukum.
Melalui pernyataan resmi yang diterima Prohealth.id, Kamis (14/12/2023), ICJR menyebur spesifik untuk permasalahan kekerasan terhadap perempuan yang disinggung oleh para capres tersebut merupakan permasalahan yang memerlukan perspektif gender, khususnya sebagai diskursus perempuan berhadapan dengan hukum. Perempuan berhadapan dengan hukum seringkali tidak mendapatkan keadilan, seperti APH tidak ramah dan menyalahkan korban ketika pengaduan, paradigma polisi yang menyalahkan korban, dan perspektif maskulin lainnya yang menyebabkan sulitnya akses keadilan bagi perempuan berhadapan dengan hukum.
Selain itu juga, permasalahan koordinasi antar kementerian dan lembaga merupakan masalah utama yang menyebabkan sulitnya keadilan bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum, dikutip dari laporan policy paper LBH Apik. Dari berbagai permasalahan tersebut, terdapat beberapa aspek yang dapat menjadi perhatian, seperti pembentukan aturan internal kepolisian yang mengatur prinsip, proses tindakan perlindungan, kelengkapan formil dan materil, yang belum sepenuhnya berperspektif gender.
Dalam laporan ICJR tahun 2019 disebutkan, tak hanya dalam kacamata perempuan berhadapan dengan hukum, secara lebih luas. Sistem peradilan pidana masih abai terhadap kebutuhan kelompok rentan, seperti perempuan, anak, dan minoritas gender dan seksual lainnya. Padahal, terdapat peningkatan pertumbuhan perempuan terlibat dalam proses hukum.
Genoveva Alicia K, mewakili Peneliti ICJR menambahkan, perlu untuk perlu ditekankan agar reformasi hukum dapat berfokus dalam menciptakan peradilan pidana pada keadilan gender serta memperbaiki peraturan-peraturan khususnya instrumen hukum seperti KUHAP untuk menghadirkan analisis dan pertimbangan gender yang tepat. Tidak hanya dalam segi aturan, komitmen untuk reformasi hukum, khususnya peradilan pidana, harus dengan kepemimpinan perempuan, dan pelibatan analisis gender yang substansial.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post