Jakarta, Prohealth.id – Pada 26 September 2023, beredar surat pernyataan dari sejumlah organisasi masyarakat mendesak industri fashion untuk tidak menggunakan energi biomassa dalam rantai pasok hasil produksi barang mereka.
Sejumlah organisasi tersebut antara lain; Kanopi Hijau Indonesia, Auriga Nusantara, Koaksi Indonesia, Trend Asia, Walhi Indonesia, Srikandi Lestari, AEER, PENA Masyarakat, Traction Energy Asia, Koprol Iklim, Sajogyo Institute, YLBHI, 350 Indonesia, Enter Nusantara, dan Rainforest Action Network (RAN).
Dalam surat tersebut disebutkan, sebagai langkah konkret menuju komitmen 100 persen energi terbarukan, mereka mendesak industri fashion untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil, menghentikan praktik pembakaran biomassa, dan mempercepat adopsi sumber energi terbarukan yang benar-benar bersih seperti tenaga surya dan angin.
“Kami sangat prihatin dengan strategi dekarbonisasi merek-merek fashion yang tidak mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan yang merugikan dari biomassa terhadap masyarakat di Indonesia dan wilayah lain di Asia Tenggara,” dikutip dari surat terbuka itu.
Perlu diketahui bahwa saat ini biomassa semakin dipromosikan sebagai alternatif bahan bakar fosil dan banyak merek yang merekomendasikan pemasoknya untuk beralih dari batu bara ke boiler biomassa. Sebagai contohnya, H&M, yang memasok dari 60 pabrik di Indonesia, telah mendukung para pemasoknya untuk beralih ke biomassa. Merek-merek lain seperti Puma, Adidas, dan Inditex juga mempromosikan biomassa sebagai alternatif rendah karbon di Asia Tenggara terlepas dari fakta bahwa emisi biomassa sangatlah tinggi.
“Biomassa bukanlah sumber energi yang benar-benar berkelanjutan; biomassa adalah solusi palsu yang merusak integritas komitmen iklim perusahaan,” tegas organisasi masyarakat sipil.
Promosi terhadap biomassa juga dilakukan hampir di seluruh dunia. Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong Indonesia untuk mempercepat transformasi sektor ketenagalistrikan. Dalam diskusi Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023 bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) pada 18 September 2023 lalu, biomassa menjadi salah satu opsi. IESR dan ICEF menganggap transisi energi di sektor ketenagalistrikan merupakan langkah strategis yang secara beriringan menurunkan emisi di sektor lainnya seperti sektor transportasi dan industri.
Bambang Brodjonegoro, Ketua ICEF menyatakan bahwa fokus saat ini ada pada pengembangan energi terbarukan untuk menjadi tulang punggung energi primer di Indonesia. Inovasi teknologi dalam hal pembangkitan energi dari energi terbarukan yang potensial seperti biomassa, geothermal, hidro, surya, angin, dan lainnya perlu meningkat.
Bambang menyoroti bahwa Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang jelas untuk bertransisi energi yang disuarakan secara aktif melalui berbagai forum internasional dan diplomatik, dengan tekad untuk mendorong lebih banyak kerja sama dan investasi ramah lingkungan untuk transisi energi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif juga mengatakan dalam sambutannya pada IETD 2023 bahwa transisi energi membutuhkan transformasi yang signifikan dari infrastruktur, khususnya untuk negara berkembang. Menurutnya, hal tersebut menjadi tantangan tersendiri dalam proses transisi energi di Indonesia. Ia beralasan, ketidaktersediaan infrastruktur yang mendukung, investasi yang terbilang tinggi dengan pendanaan yang terbatas menjadi beberapa tantangan transisi energi di Indonesia.
“Indonesia berkolaborasi dengan negara lain untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut untuk menyediakan teknologi yang bersaing, pembiayaan yang kompetitif, akses yang mudah untuk pembiayaan yang berkelanjutan, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusianya,” jelas Arifin.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR menyatakan transisi energi di sektor ketenagalistrikan menjadi sektor strategis yang mudah untuk pengurangan emisi karena 3 hal seperti kelayakan teknologi pengganti untuk energi terbarukan, integrasi jaringan listrik yang bisa direncanakan, dan manfaat ekonomi dari semakin murahnya energi terbarukan. Ia menilai, faktor teknologi tersebut mencakup integrasi energi terbarukan, solusi penyimpanan energi, interkoneksi serta fleksibilitas sistem tenaga listrik. Kemudian, integrasi jaringan listrik di mana pembangkit listrik dapat dengan mudah diintegrasikan ke dalam jaringan listrik yang sudah ada.
“Sumber energi terbarukan seperti angin dan matahari dapat ditambahkan secara bertahap, sehingga memudahkan peningkatan produksi energi ramah lingkungan tanpa gangguan signifikan terhadap pasokan energi. Selain itu, ada juga manfaat ekonomi di mana biaya teknologi energi terbarukan yang semakin kompetitif dengan bahan bakar fosil,” tutup Fabby.
Dampak negatif terselubung biomassa
Dalam surat yang dikeluarkan oleh sejumlah LSM menolak promosi biomassa, dituliskan abhwa Indonesia memiliki salah satu hutan tropis terluas di dunia, yang menyediakan keanekaragaman hayati yang kaya, udara bersih, dan pertahanan yang penting dalam menghadapi perubahan iklim. Namun demikian, mereka mengingatkan tentang kondisi ekosistem Leuser sebagai satu-satunya habitat alami yang tersisa bagi orangutan Sumatra kini terancam punah dan rumah bagi beragam komunitas pedesaan yang melestarikan ratusan bahasa tradisional, terancam oleh deforestasi yang sebagian besar disebabkan oleh industri kayu, bubur kayu, dan kelapa sawit.
Pada tahun 2022, beberapa hutan hujan terpenting di Indonesia mengalami lonjakan deforestasi, termasuk pembukaan hutan primer di lahan gambut yang menyimpan banyak karbon. Oleh karenanya, penting mempertimbangkan hak asasi manusia, mata pencaharian, serta kesejahteraan masyarakat adat dan masyarakat lokal yang terkena dampak dari peningkatan konversi lahan untuk tanaman energi di Indonesia.
Asal tahu saja, Intergovernmental Panel Climate Change (IPCC) telah memperingatkan memperingatkan bahwa produksi biomassa dalam skala besar dapat mengakibatkan dampak yang merugikan bagi kehidupan lokal dan hak-hak masyarakat adat, termasuk dampak terhadap ketahanan pangan dan air. Selain itu, emisi partikulat dari pembakaran biomassa telah dikaitkan dengan penurunan kualitas udara dan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat yang tinggal di dekat lokasi pembangkit.
Sementara itu, pemerintah Indonesia berencana untuk menghasilkan 23 persen energinya dari sumber-sumber terbarukan pada tahun 2025 yang mana untuk memenuhi target ini, perusahaan energi milik negara PLN akan membakar lebih dari 10 juta ton biomassa di 52 pembangkit listrik tenaga batu bara.
“Ini termasuk biomassa kayu seperti serbuk gergaji, pelet kayu dari tanaman energi, serta produk pertanian seperti cangkang kelapa sawit dan sekam padi.”
Menurut laporan Trend Asia berjudul Deforestation Threats of Energy Crops, dorongan untuk biomassa ini dapat menyebabkan hilangnya lebih dari 2 juta hektar hutan alam atau setara dengan 35 kali luas provinsi Jakarta atau 3,27 juta lapangan sepak bola. Industri fashion sangat berpengaruh di Indonesia, dengan ekspor tekstil yang melebihi US$11 miliar pada tahun 2021, sehingga potensi perluasan produksi biomassa yang cepat untuk bahan bakar sektor ini cukup mengkhawatirkan.
“Meskipun para pejabat Indonesia mengklaim bahwa pembangkit listrik tenaga batu bara yang menggunakan biomassa akan mengurangi emisi, hal ini didasarkan pada asumsi yang cacat dan loophole perhitungan karbon.”
Memperpanjang masa operasi pembangkit listrik tenaga batu bara dengan menggunakan biomassa agar dapat melabelinya sebagai energi hijau akan menghambat transisi energi hijau yang sesungguhnya.
Menurut para ilmuwan, ketika hutan ditebang untuk memproduksi bahan bakar biomassa, karbon yang selama ini telah disimpan oleh hutan di dalam pohon dan di dalam tanah akan terlepas ke atmosfer. Untuk itu, tidak ada jaminan bahwa hutan yang telah ditebang akan pulih kembali ke keadaan semula dan, bahkan jika hutan tersebut dapat pulih, akan dibutuhkan waktu puluhan tahun hingga berabad-abad untuk menyerap kembali CO2 yang dilepaskan ke atmosfer.
Selain itu, CO2 yang berasal dari penggunaan bahan bakar fosil dihasilkan pada setiap tahap pemanenan, pemrosesan, maupun transportasi, sehingga perhitungan emisi dari hulu ke hilir juga harus dipertimbangkan. Terlebih lagi, biomassa kayu sebenarnya menghasilkan lebih banyak emisi CO2 per kilowatt jam listrik yang dihasilkan daripada batu bara, sehingga jelas terlihat bahwa biomassa tidak sesuai dengan tujuan nol bersih 2050.
“Oleh karena itu, merek-merek fashion yang mengaku serius dengan energi berkelanjutan seharusnya benar-benar fokus pada penghapusan batu bara secara bertahap dan tidak menggunakan pembakaran biomassa. Kami tahu bahwa industri fashion sadar bahwa deforestasi merupakan sebuah resiko lingkungan dalam rantai pasok mereka karena banyak merek telah berkomitmen untuk mendapatkan bahan baku yang bebas deforestasi,” tegas isi surat tersebut.
Namun demikian, sampai sekarang belum ada merek yang membuat tingkat komitmen yang sama terhadap nol deforestasi dalam hal bahan bakar. “Kami sangat prihatin dengan kurangnya pertimbangan untuk memastikan bahwa kelompok-kelompok lokal dikonsultasikan dalam masalah ini. Kami dengan antusias mendukung komitmen Anda untuk menghentikan penggunaan batu bara, namun kami juga mendesak Anda untuk mempertimbangkan kembali strategi dekarbonisasi rantai pasok yang mengandalkan biomassa. Kami sangat berharap bahwa Anda akan fokus berinvestasi pada sumber energi terbarukan yang bersih seperti tenaga surya dan angin.”
Saat ini juga sudah ada rencana untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan di jaringan listrik nasional, jadi jika merek-merek fashion serius berinvestasi dalam elektrifikasi rantai pasok, maka perusahaan fashion akan dapat melakukan dekarbonisasi rantai pasoknya dengan efektif.
Editor: Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post