Jakarta, Prohealth.id – Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) mengeluarkan riset terbaru yang menunjukkan bahwa mengandalkan tanaman tembakau saja tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Aryana Satrya, Ketua dan Tim Riset PKJS-UI menyatakan bahwa melalui diversifikasi tanam yang disertai sarana dan prasarana yang memadai, petani tembakau dapat menghasilkan komoditi tanaman non-tembakau untuk dijual secara langsung, ditingkatkan menjadi produk pangan, bahkan bernilai ekspor.
Melalui risetnya, PKJS UI menyatakan perhatian Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sangat dibutuhkan antara lain melalui bantuan embung untuk pengairan, bantuan bibit tanaman nontembakau, serta bantuan untuk mendekatkan produk diversifikasi tanam dengan pasar. Penelitan juga menemukan, kehidupan petani tembakau masih kurang sejahtera disebabkan oleh banyak faktor, seperti tata niaga tembakau yang tidak adil, ketergantungan pada industri, gejolak harga, kekurangan modal, dan perubahan iklim.
Melalui faktor penyebab ini, petani tembakau seringkali berada di ujung rantai yang paling merugi. Hal ini terbukti dari penghasilan petani tembakau yang kian terus mengalami penurunan dibandingkan dengan petani yang tidak menanam tembakau. Salah satu upaya untuk keluar dari situasi dinamika ekonomi yang terus merugikan petani, yaitu melalui diversifikasi tanam.
Beberapa temuan studi menemukan bahwa peningkatan keanekaragaman lahan pertanian tembakau dengan tumpang sari jagung, tebu, kentang, gandum, dan kacang panjang dapat meningkatkan hasil panen hingga 84,7 persen. Kendati demikian, diversifikasi tanam yang telah dilaksanakan sebagian besar petani tembakau masih atas swadaya sendiri, seperti yang terjadi di Kabupaten Temanggung.
Optimalisasi untuk diversifikasi tanam tidak lepas dari alokasi penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang baik. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 215/PMK.07/2021, alokasi DBH CHT telah dianggarkan untuk diversifikasi tanaman. Namun kolaborasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pengalokasian DBH CHT untuk diversifikasi tanam juga sangat diperlukan. Oleh karena itu, studi ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi upaya diversifikasi tanam yang optimal dan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan petani tembakau di Kabupaten Temanggung.
Aryana juga menyampaikan dalam paparannya bahwa studi ini merupakan studi kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam (WM) kepada petani tembakau dan Pemerintah Daerah di Temanggung serta Focus Group Discussion (FGD) dengan Pemerintah Pusat. Pengambilan data dilakukan di daerah sentra tembakau dan wilayah pegunungan yang memiliki banyak hambatan untuk diversifikasi tanam, yaitu Kecamatan Ngadirejo, Kledung, Bansari, dan Tlogomulyo. Studi pendahuluan di Kabupaten Temanggung memang menunjukkan bahwa luas area lahan tembakau mengalami penurunan, namun diversifikasi tanam masih lebih banyak dilakukan secara swadaya dan atas inisiatif petani sendiri.
Fadhilah Rizky Ningtyas salah satu anggota Tim Riset PKJS-UI, menyampaikan beberapa poin temuan dalam studi ini. Pertama, petani tembakau menyadari bahwa hanya mengandalkan tanaman tembakau di musim kemarau tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun upaya diversifikasi tanam juga masih menghadapi beberapa tantangan yakni air, benih, dan pasar.
Kedua, aksesibilitas petani tembakau untuk mendapatkan DBH CHT untuk diversifikasi tanam masih minim disertai alur yang cukup rumit, dan masih perlu dikembangkan jenis bantuan yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan petani di lapangan.
Ketiga, produk hasil diversifikasi tanam yang memiliki nilai jual dapat meningkatkan produktivitas dan penghasilan petani sehingga kondisi kesejahteraan petani menjadi lebih baik.
Analis Keuangan Pusat dan Daerah Ahli Muda, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan RI, Tohjaya, SE, MM., menyatakan bahwa melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 215 Tahun 2021 tentang Penggunaan DBH CHT, Kementerian Keuangan telah mengakomodir kebutuhan DBH CHT untuk daerah. Peraturan tersebut tidak hanya mengakomodir dampak eksternalitas kesehatan dari produk tembakau, tetapi juga perhatian kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah Daerah yang memiliki wewenang untuk memilih menu penggunaan DBH CHT sesuai dengan kebutuhan daerahnya masing-masing. Selain tanaman cabai dan kopi, laporan dari Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa vanili menjadi salah satu komoditas diversifikasi tanam di Kabupaten Temanggung. Permasalahan permasalahan petunjuk teknis dalam penyaluran DBH CHT kepada petani sebenarnya tergantung dari tata kelola di setiap daerah.
Plt. Kepala Bidang Investasi Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Koperasi dan UKM RI, Rossa Novitasari, S.E., M.EcDev. memberikan beberapa tanggapan bahwa petani sebenarnya dapat mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) di bawah 100 juta.
“Kami upayakan pembiayaan cluster usaha untuk petani bisa diakses lebih banyak oleh para petani”, ujar Rossa.
Selain itu, Kementerian Koperasi telah memiliki konsep Rumah Produksi Bersama, yaitu sebuah program dengan membuat pabrik kecil di salah satu kawasan. Program ini telah diterapkan di 8 provinsi per tahun 2023 yang dibangun dengan memiliki kelengkapan sarana dan prasarana yang sudah memadai. Tujuan dari program ini untuk mengoptimalisasi pembiayaan dan pengelolaan termasuk untuk menyerap produk petani di daerah. Di dalamnya sudah ada pembiayaan dan pendampingan SDM.
“Kami berharap DBH CHT juga bisa digunakan untuk mendanai Rumah Produksi Bersama tersebut dan kami berharap program ini nantinya juga dapat diterapkan di Kabupaten Temanggung” tutup Rossa.
Kepala Bidang Ekonomi, Sumber Daya Alam dan Infrastruktur, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Temanggung, Adi Wibowo, menambahkan bahwa green economy telah masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2025 2045. Sumber daya alam yang melimpah di Kabupaten Temanggung dapat diarahkan untuk pertanian, pariwisata, dan industri pengolahan.
Adi Wibowo menyadari bahwa kekurangan di Kabupaten Temanggung, yaitu industri pengolahannya. Upaya diversifikasi tanam di Kabupaten Temanggung memerlukan dorongan untuk keberlanjutan pengolahan sehingga petani memiliki stabilitas untuk menjual produk hasil tanamnya.
Selain green economy, Kabupaten Temanggung juga mengembangkan potensi dalam menerapkan green infrastructure dan ke depannya akan ada green education yang telah menjadi RPJPD di Kabupaten Temanggung.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan, Kabupaten Temanggung, Joko Budi Nuryanto menilai diversifikasi tanam ini sendiri memang harus harus disesuaikan dengan potensi wilayahnya. Di Kabupaten Temanggung sudah menerapkan kopi sebagai upaya diversifikasinya. Joko menyampaikan bahwa dalam 2 tahun terakhir ini sudah mencapai 600.000 batang kopi yang ditanam dan sekarang sudah hampir 500-an brand UMKM yang terkait dengan kopi di Kabupaten Temanggung.
“Bantuan seperti embung, bibit, pupuk, obat pengusir hama, bantuan alur pengajuan proposal untuk mendapatkan bantuan, dan bantuan pelatihan pengolahan dan penjualan dari hasil diversifikasi tanam, semua memang diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan diversifikasi tanam. Kami mendukung tujuan diversifikasi yang utama adalah untuk menekan pengeluaran rumah tangga para petani”, ujar Joko.
Koordinator Tanaman Semusim, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian RI, Haris Darmawan, menyetujui bahwa diversifikasi tanam bisa meningkatkan pendapatan petani. Prioritas dari kementerian Pertanian terfokus untuk peningkatan produktivitas tanaman perkebunan, termasuk tanaman hasil diversifikasi.
“Kami menyetujui bahwa 20 persen dari penggunaan DBH CHT tersebut ada yang harus dialokasikan ke diversifikasi tanam, tergantung pada kebutuhan daerahnya masing-masing”, ujar Haris Darmawan.
Haris juga menegaskan tanggapan sebelumnya bahwa DBH CHT juga harus dialokasikan untuk memaksimalkan bantuan, seperti ketersediaan embung. Selain itu, terkait alur untuk mendapatkan bantuan diversifikasi tanam, hal ini hampir sama dengan syarat yang telah disampaikan oleh tim peneliti, yaitu harus tergabung melalui Kelompok Tani.
Perwakilan petani tembakau Temanggung, Chadziq Mubarok, yang sudah berdiversifikasi tanam dan sukses mengembangkan hasil produk olahannya, salah satunya dari tanaman kopi. Program Pemerintah di tahun 1999 membuat Chadziq ikut serta untuk menerapkan upaya diversifikasi, hingga upaya tersebut akhirnya dijalankan secara mandiri sampai saat ini.
Dari tanaman kopi tersebut, Chadziq mempelajari teknik pengolahan kopi agar dapat memasarkan produknya dan saat ini telah memiliki brand kopi sendiri. Kini, Chadziq menjadi supplier untuk berbagai cafe. Melalui upaya diversifikasi ini, Chadziq merasakan adanya peningkatan penghasilan.
“Kami berharap Pemerintah dapat meningkatkan prioritas dari alokasi DBH CHT untuk diversifikasi tanam sehingga petani dapat mengakses bantuan dan meningkatkan produksi”, jelas Aryana.
Ia juga menyatakan harapan agar berbagai program maupun konsep rencana program yang telah disampaikan oleh para penanggap dapat meningkatkan standar hasil diversifikasi tanam, sehingga ketergantungan petani terhadap tembakau menjadi berkurang. Selain meningkatkan kesejahteraan petani, diversifikasi tanam ini juga sesuai dengan Article 17 of the Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang menyoroti perlunya mendukung alternatif tanaman lain selain tembakau untuk meningkatkan ekonomi petani, sehingga terjadi penurunan supply tembakau, yang akhirnya diharapkan dapat membantu penurunan prevalensi perokok di Indonesia, khususnya kelompok anak dan remaja.
Untuk merespon temuan ini, PKJS UI juga menyampaikan sejumlah rekomendasi untuk pemerintah pusat dan daerah.
Pertama, pemerintah daerha memprioritaskan alokasi DBH CHT untuk diversifikasi tanam sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan petani tembakau.
Kedua, Kementerian Keuangan mendorong Pemerintah Daerah agar dapat memaksimalkan dana SiLPA DBH CHT untuk diversifikasi tanam.
Ketiga, Kementerian Keuangan mengoptimalkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) agar tidak hanya untuk reward, tetapi juga untuk pemberdayaan petani dalam melakukan diversifikasi tanam.
Keempat, Kementerian Pertanian memberikan bantuan embung yang efektif agar memudahkan petani menerapkan diversifikasi tanam, terutama saat musim kemarau.
Kelima, Kementerian Pertanian, yang ditindaklanjuti oleh Pemda, menyederhanakan mekanisme alur pemberian bantuan DBH CHT untuk diversifikasi tanam.
Keenam, Kementerian Pertanian serta Kementerian Koperasi dan UKM memberikan pelatihan agar produk diversifikasi tanam lebih dekat dengan pasar.
Ketujuh, Kementerian Koperasi dan UKM membantu pengembangan dan sustainabilitas produk hasil diversifikasi tanam agar dapat meningkatkan produktivitas petani.
Penulis: Irsyan Hasyim & Gloria Fransisca Katharina Lawi
Discussion about this post